Happy reading 😘😘
Derana dan kedua orang tuanya tiba di rumah menjelang senja.
Rumah tampak sepi. Hanya ada Sukma yang tengah menyiapkan teh nasgitel dan ketela rebus untuk mereka bertiga.
Derana, Usman, dan Ratri lantas berjalan menuju sumur yang berada di belakang rumah untuk membersihkan tangan dan kaki mereka yang dipenuhi oleh lumpur. Kemudian, mereka duduk beralaskan tikar pandan dan menikmati teh nasgitel beserta ketela rebus yang dihidangkan oleh Sukma.
Usman meletakkan cangkir setelah puas menyesap kesegaran teh nasgitel. Lalu ia menyapu seluruh ruang dengan pandangan netranya, mencari objek yang sedari tadi tak terlihat. "Nduk, di mana mas iparmu?" tanyanya.
"Saya ndak tahu, Pak. Dari tadi siang, mas Farel ndak ada di rumah. Sukma cari di kamarnya juga ndak ada."
"Mungkin, mas Farel pulang ke rumah kakek, Pak. Tadi pagi, mas Farel ingin mengajak Rana pulang ke rumah kakek Atma. Tapi Rana bilang ndak bisa, karena sudah terlanjur berjanji pada pak Umar untuk menggarap sawahnya. Mas Farel bilang, yasudah ndak pa-pa, sore saja yang pulang ke rumah kakek," sahut Derana seraya menjelaskan.
"Piye tho Nduk ... sebagai seorang istri, kamu harus nurut sama suami. Kalau nak Farel mengajak pulang ke rumah tuan Atmajaya, ya kamu ndak usah menolak. Bapak bisa matur sama pak Umar kalau kamu ndak jadi menggarap sawahnya karena ikut suami pulang. Pasti pak Umar bisa mengerti," tutur Usman--menasehati putrinya.
Ratri yang sedari tadi memilih diam karena masih kesal dan marah pada Derana, kini ikut membuka suara. "Heleh, koyo rangerti anakmu wae, Pak. Dia itu ndak pernah nurut sama suaminya. Selalu membangkang. Makanya nak Farel selalu ngeluh. Punya istri seperti ndak punya istri."
Usman menghela nafas panjang dan kembali berlisan kata, "lebih baik, segera hubungi suamimu, Nduk! Pastikan suamimu ada di mana!" titah Usman.
Derana mengangguk patuh dan menuruti perintah ayahnya. Ia pun bergegas menghubungi Farel--suaminya.
Berkali-kali Derana menghubungi Farel melalui panggilan telepon dan mengirim pesan. Namun sekali pun suaminya itu tidak menerima panggilan telepon darinya dan tidak membalas deretan pesan yang ia kirim.
Derana menyerah. Ia menggeleng kepala dan menghembus nafas berat lalu meletakkan gawainya di tikar.
"Ndak diangkat sama mas Farel," ucap Derana dengan suaranya yang terdengar lirih.
"Salahmu. Jadi istri mbok yang nurut! Nak Farel itu sudah sangat baik. Dia masih mempertahankan pernikahan kalian meski ndak pernah memperoleh hak sebagai seorang suami. Suami mana yang bisa sekuat nak Farel? Ingin menyalurkan ha-srat, tapi istrinya malah merem. Jangan salahkan nak Farel kalau dia selingkuh--ngeloni wanita lain," sarkas Ratri menumpahkan kekesalan dan amarah.
"Sudah Bu! Jangan berkata seperti itu! Apa Ibu ndak kasihan, kalau Derana benar-benar ditinggal selingkuh sama suaminya?" Usman mulai terpancing emosi. Meski ia terkena ilmu takluk dan sangat menyayangi Farel, Usman masih bisa mengendalikan diri. Berbeda dengan Ratri yang benar-benar kehilangan jati dirinya. Jati diri seorang ibu yang penuh welas asih.
"Bu, mas Farel berkata dusta. Sebagai seorang istri, saya sungguh ingin melayani mas Farel. Saya ndak pernah nolak setiap mas Farel ingin menggauli saya," ujarnya membela diri.
Derana menjeda sejenak ucapannya dan meraup udara dalam-dalam. Sebenarnya ia ragu untuk menceritakan perlakuan Farel di atas ranjang, karena berpikir ... hal itu merupakan sesuatu yang tabu dan memalukan. Namun karena sang ibu terlalu percaya pada Farel dan selalu menyalahkannya, Derana pun terpaksa mengungkap kebenaran yang selama ini tertutup rapat.
"Perlu Bapak dan Ibu tahu. Setiap ingin menggauli saya, mas Farel selalu menyuruh saya untuk tidur. Seperti dihipnotis atau pun diberi obat tidur, saya terlelap tanpa terjaga. Dan ketika saya sudah terlelap, mas Farel mulai menyalurkan ha-sratnya. Dia menjamah tubuh saya. Dia merobek sela-put marwah saya --"
"Cukup!" Ratri memangkas ucapan Derana dengan meninggikan suara.
"Ndak mungkin nak Farel memperlakukanmu seperti itu. Ibu ndak percaya. Yang berdusta bukan nak Farel, tetapi kau," tukasnya lantas beranjak dari posisi duduk dan membawa tubuhnya masuk ke dalam kamar.
Jendela hati Ratri seolah sudah tertutup rapat, sehingga wanita paruh baya itu tidak bisa melihat siapa yang benar dan yang salah. Dan kebenaran yang telah diungkap oleh Derana ... bagai debu yang terbang sia-sia.
"Bapak percaya saya 'kan?" Derana menatap lekat manik mata Usman, berharap ayahnya itu akan memberi jawaban yang membuatnya bisa bernafas lega.
"Maaf, bukannya bapak ndak percaya. Bapak hanya ragu ... bagaimana mungkin nak Farel memperlakukanmu seperti itu. Setahu bapak, nak Farel itu pemuda yang sangat baik dan santun. Suamimu itu juga sangat rajin beribadah. Dia sering membelamu saat ibumu murka, Nduk. Perhatiannya terhadapmu yang ditunjukkan di depan kami, menyiratkan bahwa suamimu itu sangat mencintaimu. Seandainya ada masalah di antara kalian berdua, lebih baik segera diselesaikan! Jangan dibiarkan berlarut-larut! Bujuk suamimu untuk segera pulang ke rumah ini! Pertahankan pernikahan kalian!" tuturnya panjang lebar seraya memberi wejangan kepada sang putri.
Usman menepuk bahu Derana lalu membawa tubuhnya berdiri. "Bapak berharap, kamu bisa berpikir dewasa meski usiamu masih belia Nduk!" imbuhnya sebelum menyusul Ratri.
Derana tertunduk lesu dan menekan dadanya yang terasa sangat sakit.
Sebagai seorang anak, Derana merasa teramat sedih sebab kedua orang tuanya lebih mempercayai Farel.
Semangatnya untuk hidup semakin terkikis, sehingga ia ingin segera mengakhiri hidup dengan menikam jantungnya.
Derana merasa hidupnya sudah tidak berarti. Kedua orang tua yang sangat ia cintai tidak ada yang mempercayai ucapannya. Bahkan mungkin, Sukma pun sama dengan kedua orang tuanya. Gadis belia itu turut berlalu pergi--meninggalkan Derana yang tengah rapuh seorang diri.
Diraihnya pisau dapur yang berada di atas meja dan bersiap menikam jantungnya dengan pisau itu.
Derana yang malang sudah membulatkan tekad untuk menyerah dan menjemput kematian dengan cara yang tercela ....
"Derana jangan lakukan itu!"
🌹🌹🌹🌹
Bersambung ....
Curhatan author 😊🙏
Mohon maaf Kakak-kakak ter love, author mengganti judul dan cover DERANA lagi.
Jujur author galon saat mengetik novel yang diadaptasi dari kisah nyata. Niat hati ingin menulis novel dengan tema yang keluar dari zona nyaman. Namun otak dan jari author sudah terbiasa mengetik novel bertema religi.
Dan hasilnya seperti yang Kakak-kakak baca saat ini. Tetap bertema religi. 😁
Karena kegalauan author sudah tingkat dewi, author meminta saran dari ketiga sahabat author. Mereka Penulis Jelata, Nofi Kahza, dan Najwa Aini.
Dari ketiganya menyarankan agar author tetap mempertahankan karakter. Istilah bahasa Inggrisnya 'Be yourself' Jadilah diri sendiri ....
Sekian curhatan author. Mohon maaf jika ada salah kata dan bertebaran typo. 🙏🙏
Terima kasih dan banyak cinta untuk Kakak-kakak ter love yang berkenan mengawal kisah DERANA hingga end. 😘🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Rokhmi Nur Hidayati
derana kalau beriman kuat kok punya inisiatif jlan pintas begitu
2024-10-11
0
Gavin Bae
gadis tolol.sudah tahu suami dan keluarganya jahat padanya tapi masih juga mau bertahan.bucin kok menghilangkan akal sehat
2022-10-20
0
YK
halah, mati aja bu. gak guna juga hidupmu...
2022-10-14
0