Happy reading 😘😘😘
"Mas, bisakah kita ... ndak membebani kedua orang tuaku? Dari pada nganggur, Mas Farel bisa bekerja di sawah bersamaku, menggarap sawah tetangga. Kasihan bapak dan ibu kalau harus memforsir tubuh mereka demi mendapatkan uang tambahan untuk menyokong kebutuhan hidup kita. Mereka sudah tua, Mas --" tutur Derana seusai keduanya menandaskan sarapan.
Farel menyorot Derana dengan tatapan tajam. Tampak, pria berkulit sawo matang itu teramat murka kala mendengar kata-kata yang terlisan dari bibir Derana.
PRANG
Piring yang baru saja diletakkan di atas nakas, disambarnya hingga terjatuh ke lantai dan pecah.
Farel lantas membawa tubuhnya berdiri diikuti uluran tangan menjambak rikma Derana yang panjang terurai.
"Kurang ajar, berani-beraninya kau bicara seperti itu. Aku ndak sudi bekerja di sawah. Sudah sepatutnya kedua orang tuamu itu menyokong kebutuhan hidup kita, terutama aku. Semua yang aku inginkan harus dipenuhi oleh mereka. Jika tidak --" Farel memangkas ucapannya dan melepaskan rikma Derana dengan kasar.
"Kenapa ndak melanjutkan ucapanmu, Mas? Mas Farel mau mengancam kami?" Derana jengah. Selama enam bulan menikah, ia selalu mengalah dan terlihat pasrah karena baktinya sebagai seorang istri. Kini waktunya ia membuka suara--membalas ucapan Farel yang sering kali menyayat hati.
"Dengar Derana, jika kalian ndak memenuhi semua keinginanku, aku bakal membuat kalian menyesal, terutama kau!" ancamnya. Namun tidak membuat Derana gentar.
"Silahkan Mas! Aku ndak bakal takut, karena aku yakin ... Gusti Allah ndak pernah sare."
"Cih. Lihat saja apa yang akan aku lakukan setelah kita sampai di rumah orang tuamu! Aku yakin, kau akan bertekuk lutut dan mencium kakiku, memohon belas kasih dariku," sahutnya percaya diri diiringi seringaian dan tatapan nyalang.
Sebelum Derana membalas ucapannya, Farel berlalu pergi diiringi tawanya yang menggelegar.
"Yaa Allah--yaa Tuhanku, beri perlindungan kepada kami. Jangan biarkan makhluk berhati iblis itu semakin menjadi dan berlaku sombong," lirih Derana seraya melangitkan pinta.
....
Seusai menunaikan ibadah sholat dzuhur, Derana menyusul suaminya yang tengah makan siang bersama keluarga besar Atmajaya.
Selama tinggal di kediaman Atmajaya, Derana jarang menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh Arimbi--ibu mertuanya.
"Ayo kita berangkat sekarang!" ajak Farel setelah menandaskan makan siangnya.
"Iya Mas." Derana membalas disertai anggukan.
Tak lupa, keduanya berpamitan pada Arimbi, Hendri, dan Atmajaya yang tengah duduk santai sembari menikmati mendoan--tempe dibalik tepung, gorengan yang digemari oleh sebagian besar penduduk di negeri ini.
Arimbi mengibaskan tangan kala Derana ingin mencium punggung tangannya. Berbeda dengan Hendri dan Atmajaya. Kedua pria berbeda generasi itu mengulurkan tangan--mempersilahkan Derana untuk mencium punggung tangan mereka.
Dengan berat hati, Derana pun mencium punggung tangan Atmajaya dan Hendri secara bergantian seraya berpamitan.
"Ingat pesan Kakek! Kamu harus menakhlukkan hati Derana sehingga istrimu itu akan bersedia mengorbankan apa saja demi mewujudkan keinginanmu. Jangan lupa, setiap kali akan menggaulinya ... baca mantra yang sudah kakek ajarkan setelah membuat istrimu tertidur lelap!" tutur Atmajaya dengan melirihkan suara sehingga tidak didengar oleh Derana.
Farel mengangguk dan menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ia pun lantas membalas ucapan sang kakek. "Tentu, Farel akan selalu mengingat pesan Kakek."
"Bagus cucuku. Percayalah, pengorbananmu ndak akan sia-sia. Sebentar lagi, kita bakal sugih." Atmajaya mengudarakan tawa sembari menepuk bahu cucunya.
"Tambang emas kita sudah menunggumu, segeralah susul istrimu itu!" titah Atmajaya setelah tawanya mereda.
Farel mengangguk patuh dan mencium punggung tangan Atmajaya sebelum mengayun tungkai--menyusul Derana yang sudah duduk di dalam mobil yang akan mengantar mereka berdua ke desa Janda--desa tempat tinggal kedua orang tua Derana.
Selama perjalanan menuju desa Janda, Farel dan Derana saling terdiam membisu. Keduanya asik dengan objek yang mereka lihat dari balik kaca mobil. Pepohonan dan sawah menghijau yang terbentang di kanan kiri jalan.
Sesampainya di desa Janda, tepatnya di halaman rumah kedua orang tua Derana, keduanya disambut hangat oleh Usman, Ratri, dan Sukma--adik Derana.
"Yaa Allah Gusti, Rana, Farel --" Suara Ratri tercekat. Rasa rindu yang membuncah seakan menyumbat pita suaranya.
Wanita paruh baya itu pun memeluk dan menciumi pucuk kepala Derana dan farel seraya meluapkan rasa rindu.
Sama seperti Ratri, Usman pun bergantian memeluk putri dan menantunya.
"Mbak Rana --"
"Sukma --"
Derana dan Sukma saling berpeluk erat, menumpahkan kerinduan.
Setelah puas menumpahan kerinduan dengan saling berpeluk erat, Derana dan Sukma perlahan mengurai pelukan.
"Nduk Rana, Nak Farel, mari masuk ke dalam! Ndak ilok kalau terlalu lama berdiri di depan pintu." Usman menyuruh Derana dan Farel masuk ke dalam rumah. Kemudian meminta Ratri dan Sukma agar segera menghidangkan makanan serta minuman untuk putri dan menantunya.
"Pak, Farel lagi ndak selera makan nasi. Farel ingin makan mie ayam jeng Sari." Tanpa merasa malu dan tanpa basa-basi, Farel menolak makanan yang baru saja dihidangkan oleh Ratri di atas meja dan mengutarakan keinginan.
"Baiklah Nak Farel. Bapak akan memesankan mie ayam jeng Sari untukmu."
"Seperti biasa ya Pak! Dua porsi mie ayam plus ceker. Diantar sendiri oleh jeng Sari."
Kata-kata yang dilisankan oleh Farel bagaikan sabda seorang raja, sehingga Usman tak kuasa menolak. Pria paruh baya itu pun bergegas menuruti permintaan sang menantu.
Derana mengelus dada kala menyaksikan interaksi antara Farel dengan orang tuanya. Ia benar-benar jengah dengan kelakuan Farel yang sungguh keterlaluan. Namun Derana bisa apa?
Setiap kali Derana meminta Usman dan Ratri untuk tidak menuruti permintaan Farel, kedua orang tuanya itu malah murka dan menghukum Derana dengan melayangkan pukulan.
'Sabar!'... hanya kata itu yang bisa Derana tuturkan kepada dirinya sendiri.
Gusti Allah mboten sare. Kelak jika saatnya tiba, bapak dan ibu bakal tau kebusukan mas Farel--ucap Derana yang hanya terlisan di dalam hati diiringi helaan nafas panjang.
"Rana." Suara lembut dan familiar mengalihkan atensi. Derana lantas memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan si pemilik suara.
"Hastungkara --" Suara Derana tercekat seiring binar mata yang terbingkai titik-titik embun kala wajah ayu seorang gadis berhijab biru muda memenuhi ruang pandang ....
🌹🌹🌹🌹
Bersambung ....
Maaf Kakak-kakak ter love, author baru bisa UP karena si kecil sedang meminta perhatian lebih. 😊🙏
Oya, Derana yang ada di dunia nyata menitipkan salam serta menghaturkan terima kasih untuk Kakak-kakak pembaca yang telah berkenan mendoakan Derana dengan tulus dan memberikannya suport. 😇🙏
Nantikan kisah Derana selanjutnya yang dibalut ... imajinasi author 😉
Mohon maaf jika ada salah kata dan bertebaran typo. 🙏🙏🙏
Jangan lupa tinggalkan jejak dukungan. Terima kasih dan salam cinta. 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Rokhmi Nur Hidayati
sebentar keunggulan farel apa to sampai mertuanya/ortu derana mengaguminya dia ga' bisa bekerja tampangnya kayaknya biasa" aja oh mungkin mertua farel kena jompa jampinya kakeknya farel🤔
2024-10-11
0
Jessica
hampir mirip kisahku,menikah d jodohkan aku kenyang mkn garam jampi2,pertengkaran2 t dpt d elakkan,mantra kalah oleh fakta.akhienya perceraian pun aku tempuh meski hingga kini aku terkadang linglung saat2 tertentu tp tetep aku yakin Alloh tidak akan membebani sesuatu melebihi batas kemampuan ku.
2024-08-31
1
dasterkece bdl
salam balik buat derana yg di alam nyata, sabar ya dan semangat jalani hdp
2023-08-06
1