Marah, kesal, sedih bercampur jadi satu membuat aku benar-benar muak dengan apa yang mas Vandu ucapkan.
Dia seakan melupakan kesalannya padaku dan dengan benaninya mempertanyakan kesetiaanku.
Sudah tak cukupkan dia terus menyakitiku dan dia berani datang hanya untuk membuat luka itu kembali menganga.
Satu minggu sesudah kejadian itu aku benar-benar mengurung diriku sendiri di kamar. Bahkan aku tak mengangkat telepon dari siapapun dan tak mau di ganggu.
Aku hanya ingin mencoba menenangkan hatiku kembali. Jika memang mas Vandu hanya datang untuk menyakitiku lebih baik jangan pernah datang sama sekali. Dia seakan lupa dengan apa yang dia lakukan padaku.
Sungguh aku benci dengan perasaan ini, dan aku benci pada diriku sendiri yang tidak bisa mengendalikannya. Kenapa?
Mungkin di sisi lain aku sangat bahagia ternyata diagnosa dokter Aira memang tidak keliru. Aku tidak mandul dan itu artinya aku masih bisa punya anak.
Air mataku mengalir jika harus mengingat tentang anak. Bahkan sebuah pernikahanpu tak sedikitpun terlintas dari pikiranku.
Apa yang mas Vandu lakukan sungguh menolerkan rasa trauma yang begitu dalam membuat aku enggan untuk membuka kembali hatiku. Aku terlalu takut jika harus di campakan dan di buang untuk kedua kalinya, aku terlalu takut.
Aku bangun dari tempat tidurku ketika suara ponsel dari tadi menggangguku. Entah sudah berapa puluhan telepon tidak aku pedulikan. Tetapi aku merasa kesal sendiri, dengan cemberut aku melangkah kearah meja belajar.
Kedua alisku aaling bertautan bingung melihat panggilan masuk dari paman Hadi. Tidak biasanya paman Hadi menelepon sebanyak ini kecuali jika memang itu sangat penting.
Tanpa pikir panjang aku langsung menelepon balik nomor paman Hadi.
Seketika kedua mataku membola mendengar suara tangisan di serbang sana. Jantungku seakan berhenti mendengar pakta yang membuat aku benar-benar tak percaya.
Dengan cepat aku langsung berlari kearah lemari pakain. Mengganti baju, sudah rapih aku langsung berlari tergesa-gesa kebetulan di rumah tidak ada siapa-siapa.
Aku tak mendengarkan teriakan para bodyguar yang memang di siapkan paman Bayu di rumah untuk menjagaku.
Aku langsung melesat masuk kedalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan penuh. Dadaku bergemuruh menahan sesuatu yang meledak. Aku merutuki diriku sendiri karena mengabaikan pesan itu dan aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu pada paman Hadi.
Cittt ...
Aku mengerem mendadak ketika ada sebuah mobil hitam menghadangku. Membuatku kesal dan rasa kesal itu menjadi marah ketika tahu siapa yang menghadang mobilku.
"Apa yang kau lakukan, lepas!"
Aku memberontak ketika mas Vandu menyeretku keluar mobil. Tiba-tiba amarhku semakin memuncak dengan apa yang mas Vandu lakukan.
"Apa maumu lagi. Sudah aku bilang aku sudah memaafkanmu, Mas. Tetapi kembali lagi, maaf aku gak bisa. "
"Sayang aku mohon maafkan aku, jangan begini kau menyakitiku."
"Stop!!! jangan pegang tanganku. Apa mas lupa, mas sudah mengharamkan diri mas di sentuh olehku begitupun sebaliknya. Jangan sentuh aku karena aku sudah haram bagi, mas."
"Sayang tolong maafkan mas, mas mohon. Mas mengaku salah, mas ingin kita rujuk. Ayah dan mamah juga setuju kita rujuk, dan aku janji aku tidak akan pernah menyakitimu aku janji, "
"Jangan membual, minggir aku mau pergi .., "
"Tidak sayang sebelum kau mau menerimaku kembali! "
"Dan sampai kapan pun aku tidak mau. Minggir mas, aku harus pergi .., "
"Tidak! aku mohon sayang ...,"
"Jangan uji kesabaranku, biarkan aku pergi!!! "
Bentakku geram sambil mendorong mas Vandu. Pikiranku begitu panik karena keadaan paman Hadi dan sekarang aku harus menghadapi mas Vandu. Jika saja paman Hadi terjadi kenapa-napa aku bersumpah tidak akan memaafkan mas Vandu.
"Sayang aku mohon! "
"Mas!!! apa yang kau lakukan! "
Pekikku terkejut ketika mas Vandu bersujud sambil memegang kedua kakiku membuat langkahku berhenti. Aku sungguh bingung apa yang harus aku lakukan agar mas Vandu menyingkir.
"Ya Allah tolong selamatkan paman Hadi, "
Jerit batinku takut sangat takut bercampur marah dengan apa yang mas Vandu lakukan.
Bahkan orang-orang mulai memerhatikan perdebatan kami membuat aku benar-benar muak dengan sikap kekanakan mas Vandu.
"Mas, tolong lepaskan kakiku. Aku benar-benar harus pergi."
"Mas, lihat semua orang melihat kita .. ,"
"Aku tidak peduli, asal kamu mau kembali. Kau mohon! "
"Ma ...,"
Bug ...
"Jangan ganggu calon istriku!!! "
Duarrr...
Aku benar-benar shok dengan kedatangan seseorang yang tidak aku kenal sama sekali. Menghajar mas Vandu dan mengaku calon suamiku. Sungguh saat ini pikiranku begitu kacau, aku hanya bisa diam dengan hati cemas teringat paman Hadi.
"Sa... sayang be.. benarkah apa yang di.. dikatakannya?"
Aku hanya diam dengan pikiran linglung tak tahu harus menjawab apa. Di sisi lain aku tidak tahu siapa laki-laki yang tiba-tiba datang dan menghajar mas Vandu. Di sisi lain juga aku ingin segera lepas dari mas Vandu karena aku harus segera kerumah sakit.
"Sa.. sayang ka .., "
"Ya dia calon suamiku. Jadi aku mohon, jangan ganggu hidupku lagi."
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada bibirku kenapa aku bicara seperti itu. Yang aku tahu aku ingin secepatnya menyudahi drama ini.
"Kau dengar! jadi jangan ganggu calon istriku!"
"Ayo pergi?"
Aku seperti orang bingung mengikuti langkah laki-laki asing yang menarik lenganku. Bahkan pikiranku blank tidak tahu harus berbuat apa. Bibirku bungkam dengan pikiran terus tertuju pada paman Hadi.
Aku tidak tahu siapa laki-laki itu, bahkan aku baru melohatnya. Aku tidak peduli yang terpenting aku harus segera menuju rumah sakit.
Aku sedikit bingung kenapa laki-laki itu membawaku kerumah sakit seolah tahu tujuanku. Tanpa mengucap terimakasih aku langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit dengan tergesa-gesa. Rasa cemas kian mengerogotiku. Entah kenapa aku sangat takut sekali, kejadian ini mengingatkanku pada mamah. Membuat aku benar-benar takut akan sesuatu
Deg...
Jantungku terasa berhenti sangat sesak. Seolah ada batu besar yang menghempit tubuhku. Tubuhku kaku dengan setetes cairan bening lolos begitu saja. Bibirku bergetar melihat pemandangan di depanku.
Rasanya aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Ini... ini tidak mungkin, semuanya tak nyata ini bohong. Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan cairan bening terus keluar. Seolah kejadian mamah kembali terlihat di depan mataku.
"Pa... paman, "
Lilirku sakit sangat sakit, seketika tanganku mengepal erat dengan mata memerah.
Andai saja mas Vandu tidak menghalangiku pasti aku masih sempat berbicara.
Andai saja mas Vandu tak mencegatku mungkin aku sempat mendengar amanahnya.
Andai andai aku hanya bisa berandai-andai dan sekarang semuanya sudah terlambat.
Paman Hadi sudah pergi seperti mamah dan itu karena mas Vandu.
Dulu mamah pergi karena aku membela mas Vandu dan sekarang paman Hadi pergi tanpa memberi pesan dan semua itu karena mas Vandu menghalangiku.
Kenapa kehancuran hidupku harus mas Vandu orang yang mungkin masih bersarang di hatiku. Kenapa harus dia kenapa?
Hiks ... hiks ...
Bersambung....
Jangan lupa Like dan Votenya say....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Sudi Abil
mengorbankan irng tua keluarga hanya demi laki2...hmmm liat hasilnya ....
2022-07-11
2
Mak'e Yossy
baca dari awal terbit kisah ini sudah membuat emosi,,jiwa emak2ku meronta😭..jangan sampai Laila termakan bujuk rayu vandu,,, semoga endingnya Laila bahagia bersama suami barunya🤲
2022-07-10
3