Seusai kedatangan bibi Aisyah dan paman Fahmi. Mereka memaksa aku untuk tinggal bersama mereka. Awalnya aku menolak tetapi bibi dan paman memaksa aku dan mengancam akan menjual rumah peninggalan kedua orang tuaku.
Terpaksa aku ikut mereka, dan sekarang disinilah aku. Berada di tengah keluarga besar Al-muzaky, tepatnya keluarga besar mamah. Sedangkan keluarga besar abi ada di Bogor.
Bibi Aisyah menikah dengan paman Bayu mereka di karuniai dua orang anak, Fatimah dan Ali. Usia Fatimah baru menginjak 20 tahun dia sedang kuliah di Jogja. Sedangkan Ali berusia 17 tahun baru menginjak kelas 2 SMK.
Sedangkan istri paman Fahmi adalah bibi Melati, mereka di karuniai anak satu seperti mamah dan abi hanya mempunyai anak satu yaitu Aku. Bagas putra dari paman Fahmi dan bibi Mawar. Bagas bekerja di salah satu perusahaan terkenal di Jakarta, menjabat sebagai sekertaris. Usianya sama denganku, 25 tahun bedanya Bagas belum menikah sampai sekarang sedangkan aku sudah menikah dan menjadi janda di usia dua puluh lima tahun.
Miris bukan! tetapi aku terus berusaha tersenyum. Sudah ku tekadkan aku akan melupakan semuanya dan bangkit merajut mimpi yang sempat tertunda.
Rumah keluarga Al-muzaky memang besar karena memang sengaja membuatnya besar. Karena paman Fahmi tidak mau jauh dari adiknya bibi Aisyah. Sampai-sampai paman Fahmi meminta paman Bayu tinggal satu atap. Bahkan paman Fahmi mengubah rumah peninggalan nenek dan kakek menjadi rumah yang besar karena di dalamnya terdapat dua kepala keluarga. Sedangkan mamah memang memilih pisah karena abi dulu terkenal orangnya posesif sampai-sampai mamah tidak boleh dekat-dekat dengan laki-laki walau itu keluarganya sendiri. Lucu bukan, tapi itulah sosok abi.
Laki-laki dingin penuh ketegasan, terlihat kejam namun lembut dan penyayang.
Di tengah keluargaku, mereka semua memanggilku Asma. Dari keluarga mamah maupun abi yang ada di Bogor memanggilku Asma. Sedangkan di luar aku di panggil Laila, nama depanku.
"Kak Asma jangan sedih lagi ya, disini ada Ali yang akan melindungi kakak."
"Iya, Nak. Jangan berpikir kamu sendiri. Disini kami kelurga kamu, sudah jangan menangis lagi."
Mataku mengembun sangat terharu mendengar ucapan Ali dan bibi Melati. Keluarga mamah memang begitu menyayangiku. Tetapi, dengan teganya aku mengecewalan mereka semua.
Di keluarga mamah aku anak yang tertua di antara Bagas, Fatimah dan Ali. Karena memang mamah anak tertua di keluarga Al-muzaky.
Di keluarga ini aku seakan mempunyai tujuan baru. Sudah ku tekadkan aku bangkit, dan akan tunjukan pada dunia kalau aku gadis kuat dan tangguh. Memang itulah aku sebelum aku menikah dengan mas Vandu.
Dulu aku gadis dingin dan cuek, hingga aku bertemu dengan mas Vandu ketika aku kuliah di Bandung. Mas Vandu yang pertama kali mengenalkan aku pada cinta. Sikapnya yang lemah lembut seperti mamah berhasil meluluhkan hati dinginku. Hingga aku benar-benar terjerat oleh cintanya. Cinta murni dan tulus dari sikapnya yang lemah lembut dan penuh cinta. Di barengi perkataan manis sebuah gombalan membuatku melambung tinggi akan rasanya jatuh cinta setiap hari. Sampai aku memberikan kepercayaan penuh hatiku ku labuhkan padanya. Hingga aku sampai lupa dan buta akan sebuah kata cinta. Nyatanya cinta itu yang menjerumuskan dan menjatuhkan aku ke dalam lembah kesakitan.
Di balik sikapnya yang lembut mas Vandu torerkan luka. Di balik sikpanya yang penyayang mas Vandu berikan penghianatan.
Cinta pertama yang memberiku rasa kepercayaan dan cinta pertama juga yang memberiku sebuah penghianatan.
Cinta yang kubangun, kepercayaan yang ku bangun semuanya hancur berkeping-keping dengan sebuah ketidak adilan.
Misris bukan! tolong jangan tertawakan aku yang buta dan bodoh karena cinta.
Semuanya sudah usai dan aku sedang berusaha mengubur kepahitan itu sedalam-dalamnya. Jadi jangan ungkitkan aku pada cinta bodoh itu.
"Sayang,"
Aku terlonjat kaget akibat tepukan yang di berikan bibi Aisyah di pundaku.
"Sudah malam, kenapa masih belum tidur? "
"Masuk, udara malam gak baik untuk kesehatan kamu. Lihat, badan kamu kurus. Nanti kamu sakit? "
"Bik, mamah pernah bilang. Jika Asma merasakan rindu, maka lihatlah bintang yang berkedip berarti tandanya rindu Asma terbalas. Tetapi kenapa Asma dari tadi melihat bintang tapi satupun tak ada bindang yang berkedip. Apa artinya mamah sama abi gak merindukan Asma!"
Bibi Aisyah hanya tersenyum membuat aku menyerngit bingung. Bibi Aisyah duduk di sampingku. Lalu menghapus cair mata di pipiku.
"Lihatlah keatas dan lihatlah baik-baik. Mamah sama abi membalas sapaan rindu kamu."
Aku menengadah keatas ketika mendengar ucapan bibi Aisyah. Bibirku bergetar dengan mata mengembun, ternyata benar apa yang bibi Aisyah katakan.
"Bibi benar, mamah sama abi membalas salam rindu Asma. Tetapi, kenapa tadi gak berkedip? "
"Karena mata ini terhalang air mata kesedihan. Coba Asma lihatnya dengan kebahagiaan. Jangan tunjukan kesedihan mamah sama abi pasti tidak menyukainya. Dan pasti mereka juga akan sedih. "
Aku mengangguk tanda mengerti dengan air mata binar kebahagiaan dan haru akan ucapan bibi Aisyah.
Ku peluk bibi Aisyah sambil menatap ke atas dimana malam ini bertaburan bintang yang berkedip-kedip seakan sedang mengodaku membuat aku tersipu malu.
Hembusan angin membelai wajahku, seakan menghapus jejak kesedihanku.
"Sekarang masuk ya, sudah semakin malam? "
Aku mengangguk setuju membuat bibi Aisyah tersenyum sambil mengelus kepalaku yang masih berbalut jilbab.
"Bibi? "
"Iya, Nak. "
"Boleh Asma tidur di pelukan bibi? "
"Boleh sayang, tapi bibi izin dulu sama suami bibi. "
"Bibi tunggu di sini, bair Asma saja yang minta izin! "
Aku langsung berlari tanpa menunggu jawaban bibi Aisyah. Aku menghela nafas melihat paman Bayu masih ada di ruang tamu bersama paman Fahmi sedang main catur.
"Paman, Bay?"
Paman Bayu dan paman Fahmi langsung berbalik membuatku tersenyum kikuk.
"Iya. Ada apa, Nak?"
"Bolehkah malam ini bibi Ais tidur sama Asma? "
"Boleh, Nak."
"Terimakasih paman, ingat paman Bay sama paman Fahmi jangan terlalu bergadang kalian sudah tua. "
Sesudah mengucapkan itu Aku langsung melesat pergi meninggalkan kedua pamanku yang sedang terkekeh, mungkin menertawakan ucapanku.
"Sudah minta izinnya? "
Tanya bibi Aisyah ketika aku baru masuk kedalam kamarku dengan senyum yang mengembang di wajahku.
"Alhamdulillah, sudah bik. Katanya boleh, "
"Yasudah, sini tidur. "
Aku langsung merangkak naik mendekat kearah bibi Aisyah. Ku peluk bibi Aisyah dengan erat bahkan kepalaku berada di dada bibi Aisyah.
Pelukan hangat membuatku teringat akan pelukan mamah. Aku semakin mempererat pelukanku. Malam ini sungguh aku seperti anak kecil yang tidak mau di tinggal pergi.
"Tidurlah, Nak. Semoga hari esok kamu sudah bisa melupakannya. Bangkitlah, hidup kamu masih panjang untuk merajut mimpi yang tertunda."
Bersambung....
Jangan lupa Like dan Vote ya say...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
pasti ada jalan untuk meraih kebahagiaan
2022-09-15
1
ratu adil
tisu woe tisu
2022-08-16
1