Hari-hari ku lalui kian berat aku rasakan,sanggupkah aku bertahan di dalam lembah kesakitan yang tiada henti. Setiap hari aku hanya berusaha mencoba sabar. Tetapi lagi-lagi Allah mengujiku melihat kemesraan suami dan maduku tanpa peduli aku. Seakan mereka menganggap aku tidak ada di rumah ini.
Salahkah aku cemburu? Aku rasa tidak. Aku merasa cemburu dengan apa yang mas Vandu lakukan di hadapanku.
Hari ini memang hari libur jadi mas Vandu tidak masuk kantor tetapi menghabisi waktunya dengan menonton. Jika denganku mungkin rasa sakitku sedikit terobati, tapi maduku seakan tidak memberi celah sedikit pun untuk aku dekat dengan suamiku. Maduku selalu berusaha menjauhkan aku dari suamiku, dan tidak membiarkan aku mengobrol walau hanya sebentar.
“Mas, filmnya lucu ya,”
“Ha…ha… “
Aku hanya bisa meremas dadaku yang kian sesak melihat tawa mas Vandu dengan maduku menonton Film kartun kesukaanku. Bahkan mas Vandu begitu tega menonton kartun itu dengan madunya tanpa peduli aku.
Aku putuskan lebih baik masuk kedalam kamar dan menguncinya dari pada harus melihat dan mendengar kemesraan suamiku dan maduku. Mau sampai kapan? Aku harus begini.
Di mana hak aku sebagai istri pertama? sudah tiga bulan semenjak kedatangan Vika aku semakin tersisihkan. Jika saja mas Vandu bisa bersikap adil, mungkin rasa sakitku tidak sedalam ini. Aku merasa di bohongi, di hianati dan di campakan.
Bahkan aku sekarang merasa bukan istri mas Vandu lagi melainkan hanya seorang pembantu yang membereskan rumah, menyiapkan makanan tanpa mas Vandu beri aku nafkah.
“Ya allah sesakit inikah?” lilirku mengigit bibir bawahku sambil memukul-mukul dadaku sesak.
Rasanya aku sudah tidak kuat lagi harus menahan kesakitan yang setiap hari kian menggerogoti.
Haruskah aku bertahan? mau sampai kapan? bukankah kesabaran ada batasnya.
Aku hanya mahluk lemah, entah sampai kapan aku akan bertahan dengan kesakitan ini.
Bahkan semenjak bak Vika masuk kerumah ini, mas Vandu sama sekali tak merilikku. Nafkah lahir dan batin tidak aku dapatkan semenjak mas Vandu membawa Vika kerumah ini. Rasanya aku ada tapi tak di anggap sama sekali. Bak patung yang tinggal terwujud namun terasa tak ada, bahkan di sapapun tidak.
Ingin melawan tapi apalah daya, aku selalu menjungjung dan menghormati mas Vandu sebagai suamiku tetapi nyatanya mas Vandu seakan lupa akan kewajibannya kepadaku.
Aku di campakan, di hempaskan dan di buang dari hati dan pikiran mas Vandu. Tidak ada lagi Vandu yang lembut, penuh kasih dan cinta yang selalu mas Vandu berikan padaku.
Tatapan itu kini seakan membenci dan mencemoohku.
Tak terlintas sedikitpun dalam pikiranku mas Vandu akan mempoligami aku. Tutur katanya yang lembut, perhatian dan penuh kasih tak memperlihatkan sedikit pun mas Vandu akan mendua. Tatapi, sikap lembut itu hanya kedok menutupi kesalahannya.
Aku tidak pernah mempersalahkan mas Vandu berpoligami tapi yang aku permasalahkan ketidak adilannya dalam memimpin dan bersikap pada istri-istri nya.
Jika tak bisa adil buat apa berpoligami, hanya mendatangkan satu dosa ke dosa lain.
Bukankah dosa seorang suami menyakiti istrinya, lantas kenapa mas Vandu tega hanya karena alasan aku tidak punya anak. Apa kesempurnaan rumah tangga di ukur karena adanya anak. Bukankah pernikahan kami baru menginjak lima tahun. Lantas bagaimana penantian nabi Jakaria menanti hadisnya seorang anak selama enam puluh tahun. Bukankah perjalanan masih panjang, kenapa kamu tak mau bersbar, Mas. Tapi kamu malah menghadirkan luka yang teramat dalam dan kian melebar.
"Laila ..., "
Deg...
Aku terlonjat kaget mendengar teriakan mas Vandu. Buru-buru ku usap air mataku yang dari tadi keluar. Ku tarik nafas sebelum aku membuka pintu.
"Ada apa, Mas? "
"Setrikakan baju ini, aku akan makan malam di luar dengan Vika, "
"Apa mas tidak mengajakku? "
"Tidak! kau jaga rumah saja, "
Ya Robbi ini sakit sangat sakit dan sakit, dada ini sesak dan perih. Kenapa kau berikan aku takdir ini.
Tubuhku merosot dengan lelehan bening terus memaksa keluar menodai pipiku. Ku remas dadaku sesak bak terhempit batu besar membuatku lemah.
Rasa sakit ini kian menganga bak segenggam garam yang mas Vandu taburkan di hatiku yang luka. Membuat luka ini yang belum sempat ku obati bertambah luka lain. Bagaimana aku mengobatinya sedang tak ada obat yang bisa ku gunakan untuk mengobatinya.
Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku menatap nanar kemeja yang mas Vandu berikan hanya untuk di setrika dan akan keluar nanti malam. Makan malam tanpa mengajakkku.
Bukankah ada Vika, kenapa harus aku! selama ini Vika bak nyonya di rumah ini. Tidak mengerjakan apa pun pekerjaan di rumah ini. Bukankah dia juga istri suamiku. Lantas kenapa aku yang harus mengerjakan semuanya.
Bukankah aku istrinya? kenapa aku di perlakukan seperti pembantu? mas Vandu begitu tega menyuruhku menjaga rumah sedangkan dirinya akan pergi dan bersenang-senang meninggalkan istri satu istri yang kesakitan.
Aku juga istrimu Mas, aku berhak ikut. Jangan kau perlakukan aku seperti ini, ini sangatlah menyakitkan. Haruskah aku terus baertahan atau aku menyerah.
Jika saja perceraian tak membuat Allah murka, sendari pertama sudah ku minta. Tapi, nyatanya aku terlalu takut akan siksaannya.
Namun, aku juga salah, jika bertahan hanya untuk berjuang sendiri. Namun, aku juga salah, jika berpura-pura ikhlas nyatanya hati ini memberontak.
Allahu rohman, ya rohim inikah kasih sayang-Mu. Berikan aku petunjuk untuk melewati semua ini. Genggam hati ku supaya aku kuat untuk menerima takdir-Mu. Ya mukolibal kulub, bukakanlah hati mas Vandu supaya tidak terus terjerumus dalam lubang kemaksiatan, jerit batinku.
"Laila ikhlas ya Robb"
Gumamku bergetar sambil menggerakan tanganku menyetrika baju mas Vandu.
Jadikan ini ladang pahala untuk mencapai ridho-Mu.
Jika mas Vandu menyakitiku, jangan buat aku menyakitinya. Jika mas Vandu menelantarkan aku, jangan buat aku menelantarkannya. Jika mas Vandu tak menganggap aku istrinya lagi, jangan jadikan aku tak menganggapnya. Karena aku tak mau ketika aku menghadap-Mu diri ini dalam keadaan kotor. Kuat kan hati dan jiwa ini ya Robbi, sampai dimana titik Kau sendiri yang menyuruh aku berhenti.
Karena aku percaya Kau maha melihat dan maha mendengar di setiap tarikan nafas permohonanku. Tentramkan hati ini di setiap kesakitan, tak ada pembelaan ku karena aku sadar aku bukan mahluk suci.
Ada kalanya aku menangis, ada kalanya aku marah, ada kalanya aku kecewa, ada akalanya aku tak terima, ada kalanya aku menyerah.
"Di saat aku lelah, semoga mas Vandu suatu saat nanti tak mencariku. Jika kedatangan mas Vandu hanya membuat luka kembali. Atau mas Vandu sendiri yang akan membuangku, di saat itu jangan pungut aku kembali jika kau masukan aku kembali kedalam sangkar yang sama."
Ku hentikan goresan pena di atas kertas dengan tangan gemetar menulis untaian kalimat terakhir.
Bersambung....
Like dan Vote Cinta 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nuraeny Prince's
itu namanya perempuan bodoh laila...
2024-12-01
1
Yuni Ngsih
satu kata buat si Pandu Biadab ,....pasti Allah akan membalasnya...🤲 ...semangat Laila & sabar carilah pekerjaan yg sesuai dengan Pendidikanmu ...💪💪💪
2025-04-15
1
Linda Agustina Wardhana
bodoh di pelihara
2025-04-09
1