Helaan nafas beberapa kali keluar, keringat dingin mulai bercucuran dengan tangan mengepal dingin.
Hari ini entah kenapa aku merasa gelisah tidak seperti biasanya. Entah karena takut atau karena belum siap keluar dunia yang akan ku pandang baru.
"Ada apa, Nak?"
Suara bibi Aisyah mengagetkan aku, membuat aku semakin salah tingkah. Apa lagi bibi Aisyah sudah ada di hadapanku.
"Jangan takut, bangkitlah. Bibi yakin kamu bisa."
"Ta.. "
"Jangan pernah ragu, bukankah Allah ada di sini. "
Aku terhenyak ketika bibi Aisyah menunjuk dadaku.
Kenapa aku takut! benar kata bibi Aisyah ada Allah yang selalu mengiringi langkahku. Aku harus bangkit di mulai dari aku bekerja.
Sudah aku putuskan beberapa hari lalu, aku akan menyibukan diri dengan bekerja. Setidaknya sejenak aku bisa melupakan rasa sakitku.
Tak lama aku tersenyum pada bibi Aisyah, aku memeluknya seperti aku memeluk mamah. Adanya bibi Aisyah mengobati rasa rinduku pada mamah, apalagi muka dan sifat mereka hampir sama
Bedanya suara bibi Aisyah selalu tegas dalam menasehati sedangkan mamah selalu bernada lembut.
"Terimakasih, bibi. Doakan Asma semoga Asma bisa bangkit. "
"Amin, doa bibi akan selalu menyertaimu. Ingat, Nak. Jangan mudah tersinggung akan ucapan orang lain cukup diam dan biarkan. Sejatinya orang gagah bukan dia yang pandai bergelut tetapi dia yang bisa sabar menghadapi segala ujian. "
"Insyaallah, doakan Asma. Semoga Asma bisa kuat seperti itu. "
"Bibi yakin Asma bisa, kamu wanita istimewah. "
Aku tersenyum mendengar ucapan terakhir bibi Aisyah. Istimewa! rasanya aku jauh dari kata itu. Nyatanya aku masih lemah, bahkan dari tadi aku terus berada di kamar belum keluar menatap dunia.
Ya, sudah tiga bulan diam di rumah keluarga Al-muzaky tak sekalipun aku keluar rumah. Aku selalu mengurung diri di kamar, kalau keluar hanya sebatas makan dan mengobrol dengan paman bibiku yang lain.
"Bismillahirohmannirohim ...,"
Ku tarik nafas dalam dan membuangnya kasar sambil mengucap basmallah. Ini hari pertama aku keluar menatap langit cerah walau tak secerah hatiku. Tetapi, aku berusaha tetap tersenyum kearah bibi Aisyah yang mengantarku sampai depan rumah dimana sudah ada ojol yang aku pesan sudah menunggu. Aku sengaja tidak membawa mobil, aku hanya ingin menikmati ramainya kota metro yang sudah lima tahun ku tinggalkan.
Karena saat usiaku menginjak dua puluh tahun tepat aku lulus kuliah. Aku memutuskan menikah dan menetap di Bandung bersama laki-laki itu. Tetapi, sekarang aku kembali kesini, Jakarta tempat aku di lahirkan. Mungkin yang ada di Jakarta hanya teman-teman masa sekolah menengah pertama dan kejuruan. Karena waktu sekolah dasar aku tinggal di Bogor dan kuliah di Bandung.
Mungkin jikapun aku bertemu dengan teman-teman ku aku tidak merasa takut karena mereka tidak tahu apa yang terjadi padaku.
Pak Ojol memberhentikan motornya tepat di sebuah restoran cukup mewah dengan nuansa unik. Di luar sudah di suguhkan dengan berbagai macam tanaman bunga cantik membuat suasana luar restoran menarik dan enak di pandang.
Sesudah menyerahkan sejumlah uang pada pak Ojol. Ku langkahkan kedua kakiku kedalam dimana aku langsung tercengang melihat suasa di dalam. Nampak seperti suasan di China dan khas ibu kota yang menyatu membuat suasana jadi hidup. Suasananya sangat elegan tetapi cocok untuk sepasang kekasih atau berkeluarga. Apa lagi di sini menyediakan tempat khusus mainan anak-anak jadi para orang tua yang membawa putra putri mereka tidak akan takut anak-anak nya kesana kemari.
"Bak Asma, Laila Asma Ar-rohman?"
Aku tersentak kaget mendengar sapaan yang memanggil namaku. Mungkin aku terlalu pokus memerhatikan suasana di dalam restoran ini.
"Ya, panggil saja Laila. Ya Laila. "
Balasku kikuk. Bukan aku tak suka ada orang lain memanggilku Asma. Aku merasa tidak nyaman saja, biasanya nama itu khusus panggilan keluarga besarku. Di luar aku selalu memperkenalkan namaku dengan nama Laila.
"Maaf bak Laila, dari tadi sudah di tunggu sama pak Bagas."
Aku mengangguk saja, mengikuti langkah kaki seorang pelayan menuju sebuah ruangan khusus. Sepertinya di lestoran ini menyediakan ruang Privat Room yang di gunakan untuk meeting atau memang ada yang ingin privasi.
Ku lihat memang sudah ada Bagas di dalam sedang duduk sambil menikmati secangkir teh, karena Bagas tidak suka kopi.
"Assalamualaikum, Gas. "
"Waalaikumsalam, kak."
Aku tersenyum canggung ketika sang pelayan tadi nampak terkejut melihat Bagas mencium tanganku. Ya, dia Bagas adik sepupuhku putra dari paman Fahmi dan bibi Melati. Di keluarga kami memang memegang nilai agamis dimana kedudukan yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua dan yang tua menyayangi yang muda.
"Terimakasih, bak. "
Ucapku tersenyum kikuk ketika Bagas berubah dingin kepada pelayan tadi, matanya mengisyaratkan supaya pelayan tadi pergi.
Lama tidak bertemu, Bagas terlihat semakin berkarisma. Namun, sikap dingin dan tegasnya tidak pernah berubah sama sekali. Pantas saja Bagas belum menikah, mana ada perempuan yang mau dekat melihat tatapannya saja membuat semua orang menciut.
Tetapi, tatapan tajam Bagas berubah jadi lembut ketika menatap ke arahku.
"Terimakasih, Gas. Sudah membantu kakak mencarikan pekerjaan."
"Sama-sama kak, "
"Ngomong-ngomong di sini kakak kerja di bagian mana."
"Koki, "
"Hah!"
Aku terkejut mendengar ucapan Bagas, aku baru kerja masa di tempatkan di bagian khusus sih.
"Jangan aneh-aneh deh, Gas."
"Kakak tenang dulu, biar Bagas jelaskan. Kebetulan memang di lestoran ini kokinya lagi gak bisa kerja karena mengalami kecelakaan. Di sini juga selalu merekrut koki handal dan ada beberapa uji coba. Bagas yakin kakak bisa menggantikan apa lagi kakak kan jago masak. "
"Tapi, Gas. Kakak gak enak sama yang lain. Masa baru masuk sudah jadi koki, gimana kalau masakan kakak gak enak."
"Mereka gak akan sirik. Kan kakak melakukan tes dulu."
"Tetap sa ... ,"
"Sudah jangan membantah, Bagas masih banyak pekerjaan. Sekarang Kakak ikut Bagas. "
Aku hanya pasrah ketika Bagas menyeretku keluar. Dan membawa aku ke dapur membuat semua orang menghentikan pekerjaannya. Aku lihat semua orang membungkuk hormat pada Bagas, entah jabatan apa yang Bagas pegang hingga membuat semua orang membungkuk hormat.
" Perhatian semuanya, saya mohon waktu sebentar. Perkenalkan dia Laila, dia yang akan menggantikan sementara koki Afdal. Tetapi Laila juga akan melakukan prosedur yang di terapkan di lestoran ini. Menguji coba masakan Laila dan Laila harus membuat lima masakan khas China, Jepang, Singapur, Turkey dan khas Sunda."
Aku benar-benar menganga mendengar apa yang Bagas ucapkan. Sungguh membuat aku menelan ludahku berkali-kali secara kasar.
Ingin aku protes dengan keputusan Bagas, tetapi sebisa mungkin aku menahannya. Apalagi ketika mendengar nada bicara Bagas yang propesional.
Aku hanya pasrah saja, toh memang ini kemauanku menyuruh Bagas menyembunyikan identitasku.
Siapa di sini tidak mengenal keluarga Al-muzaky. Keluarga itu terpandang keluarga pejabat dan sara hukum pasti setiap orang mengenalnya.
Laila kamu bisa...
Batinku menyemangati diri sendiri.
Bersambung....
Jangan lupa Like dan Vote ya Say...
Yang banyak ya he.. he....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Yuni Ngsih
maju terus pantang mundur Laila pasti setelah hujan akan muncul pelangi....semangat....pasti Allah akan memberkahi mu....Aamiin 💪💪💪
2025-04-15
1
SR.Yuni
semangat Laila tunjukkan kamu bisa kamu wanita mandiri dan pintar, jangan kalah sama pelakor
2022-10-28
1