Satu minggu dari kejadian itu mas Vandu benar-benar berubah. Perlakuan kasar terus menjadi-jadi menyiksa diriku.
Pertama mungkin mas Vandu melukai hati ku tapi sekarang mas Vandu melukai hati dan fisikku.
Sungguh aku tidak tahu siapa laki-laki yang menjadi suamiku ini. Entah racun apa yang Vika berikan membuat suamiku menjelma menjadi moster.
Bahkan tamparan dan jambakan terasa ringan mas Vandu berikan padaku. Entah harus berapa lama lagi aku terkurung dalam lembah kesakitan dan dosa ini.
Di setiap detik, menit, jam dan hari aku berdosa. Berdosa akan kepura-puraan. Berdosa akan kebohongan.
Pura-pura ikhlas nyatanya aku gak kuat. Pura-pura kuat nyatanya aku berbohong. Bohong bahwa sesungguhnya aku lemah tak berdaya.
Ku lihat wajah sembabku di depan cermin, aku tersenyum miris melihat pipiku yang bengkak akibat tamparan yang mas Vandu layangkan.
Aku masih ingat kejadian tadi malam, dimana aku tak sengaja menumpahkan kuah sop pada baju Vika. Itu bukan salah ku tapi salah Vika yang sengaja menyandung kakiku hingga aku oleng.
Di mata mas Vandu sekarang aku hanya sebuah kesalahan, kecacatan dan lemah.
"Dasar wanita tak tahu diri, cacat, mandul. Apa kau tak terima aku menikah lagi. Hingga kau terus menyiksa istriku, hah."
"Awas saja, kalau kulit Vika meletup sedikit pun akan ku buat kau menderita. Wanita sialan, "
"Kau membunuh mamah mu dan sekarang kau ingin membunuh istriku. Dasar bedebah ..., "
Deg...
Ku remas dadaku kuat, sangat sakit sekali ya Robbi. Mengingat ucapan mas Vandu tadi malam bak sembilah pisau yang mengoyak hatiku.
Kenapa mas Vandu tega berbicara itu padaku. Kenapa baru sekarang kenapa? kenapa mas Vandu ngengatakan hal menyakitkan bagiku.
Aku pembunuh! Tidak! aku bukan pembunuh hiks ... Jika saja mas Vandu tahu kenapa mamah pergi. Apa mas Vandu akan menyesal atau minta maaf padaku. Tapi hati ini terlalu sakit ya Robb hanya sekedar memaafkannya.
Aku lemah dan menyerah ya Robbi, semuahnya sangat menyakitkan bagiku.
Cacian, hinaan, kekerasan aku dapatkan. Apa aku sehina itu ya Robb hingga takdirku harus begini.
Apa aku salah mempertahankan rumah tangga ini, aku membelanya, melindunginya dari fitnah. Tapi apa balasannya! hanya ada kesakitan yang ku rasa.
Harusnya cacian dan fitnah itu mengarah ke mas Vandu tetapi aku dengan ikhlas menutupinya. Tetapi nyatanya aku tak sekuat itu jika mas Vandu sendiri yang telah menyakitiku.
Ku remas dadaku dan ku pukul dengan kencang. Seolah aku ingin kesakitan dan kesesakan ini pergi.
Tetapi, nyatanya sakit dan sesak ini nyata. Apa memang benar aku wanita cacat. Tidak mungkinkah diagnosa dokter keliru. Jika benar berarti memang aku benar-benar wanita cacat.
Bagimana ini terjadi, sungguh aku tidak mengerti jalan skenariomu ya Rohman.
Ku jatuhkan tubuhku ke lantai dengan isak tangis yang terus menjadi mengingat ucapan mas Vandu tadi malam ketika mas Vandu pulang dari rumah sakit.
"Laila,... "
"Kau tahu, kau memang wanita cacat, mandul. Hampir saja kelakuanmu membuat anakku kesakitan. "
"Vika hamil dan aku sebentar lagi akan punya anak dan jadi ayah. Andai saja kau tak mandul, aku tak mungkin menyakitimu. "
"Tetapi, aku akan membuat hidupmu seperti di neraka kalau terjadi apa-apa sama Vika."
"Ingat itu! "
Ya Rohman, ya Rohim, ya Kawiyu hati ini terasa perih mendengar ucapan mas Vandu.
Vika hamil! apa aku harus bahagia atau sedih mendengarnya.
Mungkin aku sedikit bahagia, karena harapan mas Vandu sebentar lagi terwujud. Tetapi, terlalu banyak aku bersedih karena kemungkinan memang aku wanita cacat.
Apa benar diagnosa itu salah, jika iya. Ya Kawiyu ... sanggupkan aku menerima kenyataan ini.
Kenapa Kau uji aku seperti ini! kesakitan bertubi-tubi datang silih berganti tanpa membiarkan aku menyembuhkan luka itu.
Bagaimana aku bisa kuat akan sembuh dari kesakitan sedang Kau tak membiarkan sedetik pun aku mengobatinya.
Jika memang semuanya benar berarti mas Vandu benar. Aku seorang pembunuh. Pembunuh mamahku sendiri tepat di hadapanku.
Ya Robbi sungguh ini sangatlah menyakitkan, diri ini tak berdaya dan lemah. Ketika suamiku mencaciku dan menyakitiku siapa di dunia ini yang akan menolongku hanya sekedar memberi aku pegangan untuk bangkit. Tapi, nyatanya aku seorang diri dan sekarang aku malu memohon dan meminta kepada-Mu untuk tetap bersamaku melewati semuanya. Sedang diri ini seorang pendosa besar. Apa Engkau akan memaafkan kesalahan yang aku perbuat.
Aku sudah menyakiti Abi dan membunuh Mamah. Masih pantaskah aku berharap pertolongan-Mu.
Sedang aku pendosa tetapi Kau maha suci. Tapi, bukankah kau maha Rohman dan Rohimm Masih adakah pintu maaf bagiku ya Robbi.
Hanya Engkau harapanku satu-satunya tempat aku bergantung, jangan kau juga pergi dan berpaling dariku seperti apa yang mas Vandu lakukan.
Sadarkan aku akan tidak, menyalahkan Takdir-Mu. Karena aku takut takut akan kelemahan imana dan kuat nafsu untuk memaki takdir ini.
Semuanya terasa nyata dan mimpi berbarengan. Membuat aku pusing entah di mana aku berada. Kepalaku pusing dan penglihatanku terasa bercabang. Rasanya diri ini melayang entah kemana dan aku tak ingat sama sekali.
Dor ...
Dor ...
"Laila ..., "
Dor ...
"Laila buka pintunya, Laila!!! "
Perlahan ku bukan mataku yang terasa berat dan kepala terasa pening.
Gedoran pintu membangunkan tidurku atau pingsanku aku tidak tahu.
Dor ...
"Laila cepat buka pintunya sialan ... kalau tidak akan ku dobrakkk!!! "
Kesadaranku seakan di paksa kembali membuat aku terkejut akan gedoran pintu dan suara mas Vandu.
Aku hanya meringis menahan pusing yang berdenyut.
Kuatkan Laila ya Robb
Batinku berusaha berdiri, entah jam berapa sekarang aku tidak tahu. Yang aku tahu aku ingin cepat-cepat membuka pintu sebelum mas Vandu tambah murka.
Brak ...
Aku mundur kebelakang karena terkejut akan dorongan kuat mas Vandu membuka pintu hingga membentur dingding.
"Apa kau tuli, hah. Sudah jam berapa sekarang. Cepat siapkan makan malam, apa kau memang benar-benar ingin membunuh istri dan calon anakku."
Deg ...
Aku terkejut demi apa pun mendengar bentakan mas Vandu membuat hatiku sakit. Bukan karena perintahnya tetapi waktu yang mas Vandu ucapkan bak panah yang menancap ke jantungku. Artinya aku pingsan bukan tidur dan aku melewatkan dua waktu shalat. Shalat Ashar dan Magrib.
"Mau kemana kau, cepat buat makanan. "
"Mas, Laila mau sholat dulu"
Ucapku meringis karena mas Vandu mencengkram lenganku.
"Sholat bisa nanti. Sekarang masak, Vika dan anakku sudah kelaparan."
"Mas suruh saja Vika yang masakkk ..., Laila mau sholat!!! "
Bentakku menggebu, entah kekuatan dari mana aku bisa membentak mas Vandu. Mas Vandu boleh mencaci dan menghinaku aku terus menunduk. Tetapi, aku tak terima mas Vandu menyuruhku sholat nanti. Bagaimana kalau kata nanti itu aku mati sedang aku dalam keadaan berdosa.
Bukankah Rosulullah pernah berkata: La Thoat Filmaksiat ( Tidak ada kethoatan/ taat dalam kemaksiatan)
Mas Vandu menyuruhku meninggalkan kewajibanku hanya demi membela rasa laparnya Vika. Bagimana dengan rasa sakitku!
"Kau berani membentak suamimu!!! "
"Ya, karena Mas sudah menyepelakan perintah Tuhanku! "
"Kau! "
"Ma ... "
Plak ...
Bersambung ....
Jangan lupa Like dan Votenya Cinta 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Linda Agustina Wardhana
mampus laila trima aja di begituin smpi bonyok, bodoh di pelihara
2025-04-10
1
Anonymous
Mampus sampai kapan
2023-04-04
1
SR.Yuni
maaf kakak author yg baik aku gak tahu ini typo apa gak tapi kata Bak lebih enak dibaca pakai M...atau mbak....
2022-10-28
0