'Waktu berlalu meninggalkan banyak kenangan yang tak terlupakan, mengisi hati dan jiwa yang kosong dengan sejuta rasa. Kenangan akan selalu dikenang, namun tak menjadi halangan untuk selalu melangkah kedepan.'
Tak terasa sudah hampir dua bulan Rania bekerja di perusahaan yang sangat besar ini. Rania masih menyimpan rahasia terbesarnya tanpa kecurigaan dari siapapun juga. Dia sama sekali tidak pernah berbohong saat orang kantor menanyakan tentang keberadaan suaminya saat ini, karena memang benar kalau almarhum Andre sekarang berada di Salatiga, tepatnya di pemakaman dekat orang tua Andre.
Rania yang terkenal sopan, lembut dan humble, membuat banyak orang selalu nyaman saat berada didekatnya. Rania tanpa sadar juga sudah banyak membuat perubahan pada orang-orang disekitarnya, tanpa harus memaksa ataupun memintanya.
Dani mulai rajin dengan kewajiban sholatnya, walaupun masih saja suka meledek Rania dengan ungkapan rasa kecewanya karena status Rania yang sudah menikah. Arsha juga semakin jarang berkata kasar pada Dani, terutama saat ada Rania tentunya. Arsha selalu mengontrol emosinya saat melihat Rania didepannya.
Sarah juga sering mengajak Rania untuk makan siang bersama saat istirahat, entah mengapa, bagi Sarah sangat menyenangkan bisa ngobrol dengan Rania, meskipun kenyataannya Rania hanya sebagai pendengar ceritanya yang tidak ada habisnya. Dan yang pasti cerita tentang pak Bos yang selalu menolak Sarah.
Rania juga merasa begitu beruntung dikelilingi banyak orang baik disini, hingga dia bisa cepat menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya sebagai sekretaris.
"Alhamdulillah... ", Rania meregangkan otot tangannya yang mulai terasa kebas. Kemudian menyimpan laporan yang sudah selesai dikerjakan ke dalam flashdisk.
"Rania... ".
"Bu Sarah, selamat siang", Rania menatap Sarah yang sedang berjalan dari pintu lift yang baru saja membuka.
"Sekarang kamu ikut aku keluar sebentar ya..".
"Ikut kemana ya Bu?", tanya Rania tak mengerti.
"Temani aku beli sesuatu di luar.", bisik Sarah pelan didekat telinga Rania yang tertutup kerudung.
"Tapi Bu, saya... ".
"Udah... Kamu tenang aja, aku yang akan minta ijin sama Arsha.", Sarah menarik paksa tangan Rania, berjalan menuju ke kantor Arsha. Tanpa mengetuk pintu Sarah langsung membuka pintu ruangan Arsha.
"Arsha, aku pinjam Rania sebentar ya...".
Arsha mengerutkan alisnya menatap Sarah yang sedang menarik Rania berjalan ke hadapannya.
"Bolehkan? Cuma sampai jam makan siang, aku janji.".
Arsha menatap Sarah dan Rania bergantian. "Mau kemana?", tanyanya penasaran.
"Urusan perempuan dewasa, kamu nggak perlu tau, iyakan Rania?".
Rania terlihat kebingungan karena memang dia sendiri juga tidak tau menahu mengapa Sarah mengajaknya pergi.
"Rania, laporan yang aku minta sudah dikerjakan?".
"Sudah selesai saya kerjakan, Pak", jawab Rania pelan.
"Tuh kan, Rania emang cekatan. Aku emang nggak salah pilihkan, Sha? Semuanya langsung beres sama Rania.", Sarah tersenyum puas dan bangga karena dirinya lah yang merekomendasikan Rania, sekarang tidak ada alasan lagi untuk Arsha menahan Rania.
"Baiklah, pergi saja sana.", Arsha berlagak acuh, meneruskan kembali pekerjaannya memeriksa laporan yang ada di mejanya.
"Thankyou sayang... ", ucap Sarah dengan bahagia, yang disambut dengan pelototan mata yang tajam dari Arsha. Sarah bergegas menarik tangan Rania keluar dari kantor Arsha.
Meninggalkan Arsha yang tampak termenung kebingungan dengan sikap semua orang dikantor yang begitu cepat akrab dengan Rania. 'Apa yang sebenarnya terjadi?'.
Sejak kehadiran Rania, semuanya seperti berubah dengan cepat. Dani dan Sarah kenapa bisa sedekat itu dengan Rania?. Bahkan dia sendiri juga ikut merasakan perubahan pada sikapnya. Dulu dia cenderung kasar dan arogan sebagai pelampiasan emosinya karena dibayangi trauma masa lalu, tapi sekarang perlahan sikap itu mulai menghilang dan mulai bisa mengontrol emosinya sendiri terutama saat bersama Rania.
Dulu dia tak segan untuk memarahi sekretarisnya kalau ada sesuatu yang kurang, tapi sekarang hanya dengan melihat Rania saja dia seperti tidak tega untuk bersuara keras didepannya. Disamping itu memang Rania sangat cekatan dan detail dalam segala pekerjaan yang dilakukannya. Jadi tidak ada alasan baginya untuk memarahi Rania.
'Ah terserah mereka saja lah.. itu bukan urusan ku' batin Arsha berusaha acuh.
*
Rania hanya duduk terdiam melihat Sarah yang sedang memilih barang branded merk terkenal di salah satu butik terkenal.
"Rania, bagus yang ini apa yang ini?", tanya Sarah pada Rania. Rania menilik dompet pria yang sedang di acungkan didepannya, modelnya hampir sama, hanya berbeda warnanya saja.
"Yang ini kelihatannya lebih elegant, Bu.", jawab Rania sambil menunjuk dompet berwarna hitam ditangan kanan Sarah.
"Oke mba, aku pilih yang ini.", Rania memelototkan matanya, 'segampang itukah?', dompet itu pasti harganya sangat mahal, karena merk ini memang terkenal sangat mahal.
"Kalo yang ini bagus yang mana?", Kali ini Sarah menyodorkan dua jam tangan dengan merk yang sama didepannya.
"Sepertinya yang hitam lebih bagus, Bu".
"Oke, yang ini bungkus juga ya.", ucap Sarah langsung memberikan jam ber pelat hitam ke pegawai toko.
"Tapi Bu, itu kan hanya pilihan saya saja, saya sama sekali tidak tau tentang barang branded.".
"Pilihan mu juga sama seperti pilihanku, Rania. Selera mu juga bagus, aku suka dengan semua pilihan mu itu. Aku juga selalu suka dengan cara berpakaian mu yang selalu matching seperti ini.", Sarah menunjuk baju Rania. Rania hanya terdiam kebingungan, kemudian melirik baju yang sedang dipakainya. Baju yang selalu dipakai Rania harganya memang tidak terlalu mahal, tapi dia selalu pintar memadukan dengan tubuhnya yang kecil. Sehingga membuat orang selalu suka dengan cara berpakaian nya.
"Rania, ayok kita makan dulu sebelum kembali ke kantor.", ajak Sarah setelah selesai membayar barang yang tadi dibeli.
"Saya makan dikantor saja, Bu.".
"Ehh... tidak baik menolak ajakan makan dari orang lain. Ayok ikut aku.", Sarah menarik tangan Rania keluar dari butik.
*
Sarah dan Rania kini tengah duduk di restoran Western yang dipilih Sarah untuk makan siang mereka berdua.
"Rania, kalo suamimu ulang tahun, kamu kasih kado apa buat suamimu?".
Rania tersenyum menutupi keterjutannya mendengar pertanyaan Sarah. Sampai Andre meninggal dunia, dia belum pernah memberi kado ataupun hadiah, karena Andre meninggal lima bulan sebelum ulang tahunnya tiba. Kado untuk Andre berisi hasil laboratorium yang menyatakan Rania positif hamil pun belum sempat diberikan saat itu.
"Eemm.. saya belum pernah kasih kado buat suami saya, Bu.", jawabnya dengan suara yang sangat pelan.
"Hah... masa si! Wah kamu ini. Sudah berapa tahun kalian menikah?".
"Sudah lima tahun, Bu.. ".
Sarah menunjuk Rania sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. Rania hanya tersenyum malu.
"Rania... Menikah sudah lima tahun tapi belum pernah kasih kado buat suami. Sekali-kali kamu harus beliin kado buat suamimu. Itu sebagai bentuk perhatian dan cinta darimu.".
Rania mengangguk pelan. "Kadonya udah besar sekarang, Bu".
"Maksudnya?".
"Kadonya sekarang hampir berusia lima tahun.".
Sarah tersedak minuman yang sedang diminum nya. "Bisa aja kamu Rania, tapi bener juga sih. Itu pasti kado paling besar dan paling berharga buat suami mu. Suami mu pasti sangat bahagia kan?", Rania tersenyum dan menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Hhmmm... kapan aku bisa seperti kamu, Rania? Arsha masih terus menutup hatinya buat aku.",
'Wah mulai lagi curhatan tentang pak Bos', batin Rania menatap Sarah yang sekarang tampak sedih.
"Tapi aku tidak akan menyerah, aku akan tetap menunggu sampai Arsha mau menikah dengan ku. Arsha itu terkadang susah dimengerti. Dulu waktu dia masih pacaran dengan Celine, dia orangnya santai, lembut, dan hangat, pokoknya dulu dia tuh nggak ada serem-seremnya sama sekali. Tapi setelah kejadian lima tahun yang lalu, Arsha jadi sering diam, menyendiri, sering marah. Aku jadi kangen Arsha yang dulu, walaupun dulu aku cuma dianggap seperti adiknya sendiri, tapi aku bahagia karena dulu dia sangat perhatian padaku.", Sarah menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Sad girl banget aku yah... Udah belasan tahun menunggu tapi tidak juga terbalas cintaku. Padahal Arsha sudah lama putus dengan kekasih nya itu, tapi sampai sekarang masih belum mau menerima aku.".
"Bu Sarah tidak usah khawatir, jodoh sudah diatur oleh Allah. Cuma belum waktunya saja mungkin".
"Umurku udah mau 30 tahun, mau sampai kapan lagi coba? Sampai jadi perawan tua?! Huaaaa..aku nggak mau, Rania... Kamu aja baru 28 tahun udah menikah dan punya anak.".
Rania menatap sedih pada Sarah, Sarah sama sekali tidak kekurangan sesuatu apapun, dia sangat cantik, tinggi, baik dan lahir dari keluarga yang kaya. Tapi masih belum beruntung dalam hal percintaannya. Rania juga sangat heran dengan Bos nya itu, begitu hebatkah dulu pacarnya, hingga sampai sekarang belum bisa menggantikan posisinya dengan Sarah yang sudah menunggu nya sejak lama.
Rania mendesah pelan menatap Sarah didepannya, 'Kasihan sekali bu Sarah..'.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments