Rania berjalan tergesa-gesa menuju ke aula sekolah Andra, karena hari ini akan ada pertunjukan pentas seni dimana Andra nanti juga akan ikut tampil dipanggung pentas seni itu. Ini adalah pertunjukan bagi Andra untuk yang terakhir kalinya di playgroup tempat Andra sekolah, karena Rania sudah mengurus semua syarat kepindahan untuk Andra ke sekolah playgroup di Jakarta.
Rania mempercepat langkah kakinya, tidak mau terlambat dan membuat Andra kecewa jika dia sampai terlambat datang.
Tadi waktu pagi hari setelah mengantar Andra ke sekolah, Rania langsung berangkat ke kantor kelurahan untuk meminta surat pindah ke Jakarta. Karena minggu depan Rania sudah harus pindah ke Jakarta, dia mendapatkan panggilan kerja setelah dia berhasil lolos administrasi masuk sebagai karyawan di PT Wiguna dibagian administrasi. Tapi ternyata antrian di kelurahan lumayan panjang, Rania harus bersabar sampai gilirannya dipanggil.
Rania berjalan pelan saat memasuki aula sekolah playgroup Andra yang sudah terlihat ramai dipadati oleh para orang tua murid-murid dan acara pertunjukan pentas seni sepertinya baru saja akan di mulai. Rania menghela nafasnya lega. Rania mencari kursi kosong yang belum terisi oleh pengunjung dan akhirnya dia mendapatkan kursi di sebelah kanan, empat baris dari panggung pertunjukan.
Pertunjukan Andra akhirnya dimulai, Andra kali ini menampilkan tari kelinci bersama teman-temannya. Andra begitu lucu, memakai kostum kelinci berwarna putih dan kepalanya memakai aksesoris telinga kelinci yang panjang yang selalu bergoyang saat Andra menggerakkan kepalanya.
Mata Rania terasa hangat oleh air mata yang tiba-tiba menggenang dipelupuk matanya, dia sangat terharu dan bangga melihat Andra yang sudah tumbuh semakin besar dan sehat.
Usia Andra sekarang sudah empat tahun lebih, dan selama ini Rania sendiri yang merawat Andra tanpa bantuan dari orang lain.
Begitu pertunjukan tari selesai, Andra dan teman-temannya langsung membungkuk memberi hormat pada para penonton. Rania langsung berdiri sambil bertepuk tangan, pandangan matanya tak pernah lepas dari anak kesayangannya itu.
"Bunda.... !!", teriak Andra begitu turun dari panggung.
Rania merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, bersiap menangkap Andra yang sedang berlari kecil kearah nya.
"Anak Bunda.... ", sapa Rania saat Andra menubruk tepat didadanya dan langsung memeluk Andra dengan lembut.
"Tadi Bunda liat Andra menari, tariannya bagus, Andra anak hebat. Bunda sangat bangga sama Andra.", Rania melepas pelukannya, kemudian memegang kedua pipi Andra dan mengelusnya pelan, di ciumnya kening Andra dengan lembut.
"Bunda kok nangis?", tanya Andra saat melihat ada aliran air mata di pipi bundanya.
Rania tersenyum menatap Andra, "Ini namanya tangisan bahagia sayang, karena sekarang Bunda sangat bahagia dan bangga sama Andra.", ucap Rania lirih tersenyum menatap Andra.
"Bunda ngga boleh nangis, kan Bunda udah besar, kata yang Kung kalo nangis itu namanya lemah.", ucap Andra polos seolah sedang menasehati bundanya supaya berhenti menangis.
"Iya sayang, maaf Bunda menangis. Ayo kita ke rumah ayah.", Andra menganggukkan kepalanya dengan semangat. Rania dengan erat menggandeng tangan mungil Andra dan berjalan keluar aula.
*
Andra berlari kecil menuju makam yang sudah rapi ditumbuhi rumput diatasnya, kemudian dia berjongkok dan tangan mungil nya sibuk mengusap-usap rumput yang ada di atas makam ayahnya.
"Ayah, Andra datang... ", ucapnya polos didepan makam ayahnya.
Rania menyusul Andra berjongkok disamping makam Andre
"Mas, aku datang... Tadi Andra baru saja tampil menari, tariannya bagus banget. Alhamdulillah Andra sehat dan sangat pintar. Lihatlah anakmu mas, dia sudah tumbuh semakin besar sekarang.", Rania berbisik lirih sambil mengusap pusara yang tertera nama Andre Andika Putra, air matanya silih berganti berjatuhan diatas rumput makam Andre. Rasa rindu yang sangat besar pada suaminya dan perasaan haru karena melihat anaknya yang begitu mirip dengan Andre sekarang sudah tumbuh semakin besar dan sehat.
"Minggu depan aku dan Andra akan pindah ke Jakarta. Sudah saatnya aku bekerja demi masa depan Andra. Tapi kamu tenang saja, Andra akan selalu berada di dekatku. Aku berjanji akan selalu menjaga Andra dengan baik, Mas.", Rania menatap Andra yang masih sibuk bermain rumput dimakam ayahnya.
"Ayah, Bunda suka nangis tuh, padahal kan udah besar. Kata yang Kung kalo udah besar nggak boleh cengeng, ya kan ayah... ".
Rania tersenyum mendengar aduan anaknya pada ayahnya, " Tadi kan Bunda nangis karena bahagia... ".
" Nah itu sekarang Bunda juga nangis lagi... ", Rania langsung mengusap pipinya yang basah.
" Ini karena Bunda rindu sama ayah Andre. ".
Rania memang sudah sejak dini memberi tau pada Andra tentang ayahnya yang sudah dulu dipanggil oleh Sang Pencipta. Rania juga banyak bercerita tentang Andre pada anaknya, tentang kebaikan almarhum suaminya dan juga kesolehan Andre. Dan dia selalu rajin menunjukan foto Andre dan juga selalu meletakkan foto Andre didekat tempat tidurnya, supaya Andra bisa selalu melihat wajah ayahnya yang belum pernah ditemuinya.
Setelah selesai berdoa Rania menyuruh Andra untuk berpamitan pada ayahnya, dan segera meninggalkan pemakaman karena hari sudah sangat siang. Rania menggenggam tangan mungil Andra, melangkah meninggalkan makam Andre dibelakangnya. Rania sudah bertekad untuk bisa melangkah meninggalkan masa lalu tanpa harus melupakan Andre. Kini saatnya Rania harus memulai kembali kehidupannya setelah lama terhenti semenjak peristiwa lima tahun yang lalu.
*
Hari ini Rania sudah berjanji untuk bertemu dengan Siska sahabat dikantornya. Siska memaksa untuk bertemu karena tau kalau Rania akan pindah dan bekerja di Jakarta.
Mobil ojek online yang mengantarkan Rania dan Andra dari Salatiga ke Jogja berhenti tepat didepan sebuah restoran cepat saji.
"Bunda, dimana tante Siska?", tanya Andra saat sudah masuk ke dalam restoran.
"Bunda juga belum liat, ayo kita cari disana."
"Andra... !!!", Andra dan Rania langsung menoleh kearah suara nyaring dari dalam restoran.
"Tante Siska...!", teriak Andra saat tau kalau Siska yang memanggilnya.
"Kamu itu ngga pernah berubah dari dulu, teriak terus kayak Tarzan dimana-mana...", Rania menggeser kursi disebelah Siska yang kini tengah memangku Andra dan menciumi pipi Andra dengan gemas.
"Tante kayak Tarzan kota, hahaha... ", Andra terkekeh dipangkuan Siska.
"Ihhh Andra ngeledek tante yaa...", Siska langsung mencubit pipi Andra dengan gemas.
"Sis, emang kamu ngga dicariin sama pak Gun?".
"Ishh, biarin aja, males aku kalo pamit dulu sama dia.", ucap Siska dengan wajah cemberut setelah mendengar nama Pak Gunawan yang selama ini masih terus saja mengejar nya walaupun sudah sering ditolaknya saat menyatakan cinta padanya.
"Males tapi cinta kan... ", ledek Rania yang berhasil membuat mata Siska melotot kearahnya.
"Aku mending jadi jomblo terus daripada harus cinta sama si bujang botak itu.".
"Hati-hati lho, Sis. Sekarang lagi musim dari benci jadi cinta.", ledek Rania lagi sambil melihat Siska yang masih cemberut.
"Udah ah, bikin badmood kalo denger namanya.", Rania tersenyum menatap sahabat nya yang masih betah menjomblo sampai sekarang.
"Bunda, Andra boleh main disana?", Andra menunjuk pada playground kecil yang disediakan restoran.
"Boleh, tapi ingat. Andra tidak boleh jauh-jauh mainnya ya.", Andra mengangguk patuh dan langsung turun dari pangkuan Siska, kemudian berlari ke tempat bermain anak-anak yang tampak sepi.
"Rania, kamu beneran yakin mau pindah ke Jakarta?".
"Benaran lah, Sis.", sahut Rania singkat.
"Kenapa nggak daftar kerja lagi dikantor kita?".
Rania menghela nafasnya pelan sebelum menjawab pertanyaan Siska.
"Sis, kalau aku tetap tinggal disini terus, aku tidak akan maju dan mandiri. Aku juga ingin bisa melepas bayangan masa laluku disini. Aku tidak mau terbelenggu terus dengan trauma ku sendiri."
Siska menatap iba pada Rania yang sudah dianggap seperti saudara nya sendiri, "Rania... tapi nanti kalo aku kangen sama kamu gimana dong??", mata Siska terlihat berkaca-kaca.
Rania tersenyum menatap Siska yang sudah hampir menangis, "Kamu kan bisa main ke Jakarta pas kamu libur kerja. Jaman sekarang juga udah canggih, bisa ketemu lewat HP kalo kita kangen. ".
"Tapi jauh banget, Ra...", Siska memeluk Rania dengan erat. Rania membalas pelukan Siska, mengusap punggung Siska dengan pelan.
"Nanti pasti kita akan ketemu lagi, Sis. Do'akan saja aku dan Andra sehat terus di Jakarta. Kalau ada kesempatan pulang, pasti aku akan menemui mu."
Siska melepaskan pelukannya, pipinya sudah basah oleh air matanya sendiri, "Iya, Ra. Jangan pernah lupain aku ya...".
Rania tersenyum haru menatap Siska yang sangat baik dan tulus padanya selama ini. Meyakinkan pada sahabatnya itu untuk ikhlas melepaskan dia pindah ke Jakarta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments