Rania meraih note book yang terletak diatas meja samping tempat tidurnya dan membaca kembali tulisan tangannya sendiri yang sudah tersusun rapi berisi Ceklist semua barang yang akan di bawa nya ke Jakarta karena takut ada yang terlupa.
'sepertinya sudah semua', batin Ranin sambil menghitung kembali semua kardus yang sudah ditutup rapi dengan lakban dan diberi label supaya nanti mudah mencari barang nya.
Pintu kamar dibuka dari luar, nampak Ibu diambang pintu, kemudian masuk ke dalam kamar sambil mengamati barang-barang yang sudah dikemas rapi didalam kardus.
"Sudah selesai di packing semua Ra?", tanya Ibu yang langsung duduk diatas ranjang, matanya menelisik kamar tidur Rania yang kini sudah terlihat kosong karena sebagian isi nya sudah masuk kedalam kardus besar-besar dan beberapa koper berisi pakaian Rania dan Andra.
"InsyaAllah sudah semua, Bu, Andra dimana bu?", tanya Rania yang tidak melihat Andra dari tadi karena dia sibuk mengemasi barang-barang nya.
"Lagi main lego sama Eyang Kung di depan.", Ibu menatap Rania dengan tatapan sedih, rasanya masih belum rela karena sebentar lagi Rania dan Andra akan pindah ke Jakarta. Bapak dan ibu besok juga akan ikut mengantarkan Rania dan Andra sampai ke rumah di Jakarta.
Rania nantinya akan menempati rumah orang tuanya yang ada di Jakarta. Rumah tempat tinggal orang tua Rania dulu saat Bapak masih bertugas untuk mengajar di sebuah Universitas Islam swasta di Jakarta.
Dulu Bapak pindah tugas mengajar ke Jakarta sewaktu Ibu mengandung Rania. Ibu yang saat itu sedang hamil enam bulan tidak mau berpisah dengan bapak dan memaksa ikut pindah mengikuti Bapak ke Jakarta.
Bapak akhirnya memutuskan membeli rumah tipe sederhana, mengingat gaji Bapak saat itu hanya mampu membeli rumah dengan sistem KPR yang bisa dibayar dengan cicilan per bulan.
Beruntung saat itu bapak mendapat subsidi dari pemerintah untuk pembelian rumah tipe sederhana. Rumah dengan tipe 45 berisi 2 kamar dan luas tanahnya hanya sekitar 100m2. Sangat cukup untuk menampung pasangan muda seperti Bapak dan Ibu saat itu.
Setelah tiga bulan pindah ke Jakarta, Rania lahir ditengah keluarga kecil Bapak Ibu.
Tujuh tahun kemudian, Bapak diterima sebagai dosen Universitas Negeri Islam di Jogja. Bapak dan ibu pindah lagi kerumah orang tua Ibu di Jogja, sampai dengan sekarang ini.
Sementara rumah yang ada di Jakarta di sewakan ke orang lain supaya selalu terisi dan terawat dengan baik. Kebetulan satu tahun ini memang belum ada lagi yang menyewa rumah Bapak yang di Jakarta, jadi Rania bisa langsung menempati rumah itu.
Tiga minggu yang lalu Bapak sudah lebih dulu pergi ke Jakarta untuk memeriksa rumahnya, kemudian menyiapkan tukang untuk merenovasi rumah supaya nyaman ditinggali oleh anak dan cucunya nantinya.
Sementara Ibu juga sudah menyuruh bik Inah untuk ikut ke Jakarta. Bik Inah sudah bekerja sebagai PRT dirumah ibu dari 15 tahun yang lalu, jadi ibu sudah tau betul kalau bik Inah benar-benar orang yang baik dan tulus pada keluarga nya. Bik Inah sendiri tidak keberatan untuk ikut ke Jakarta. Diusianya yang sudah memasuki usia 46 tahun, bik Inah sudah tinggal sendirian dirumahnya, karena suaminya meninggal sekitar tiga tahun yang lalu karena sakit, anak pertamanya sudah berkeluarga dan sudah tinggal bersama suaminya, dan anak yang kedua sudah bekerja di Jakarta. Jadi bik Inah bisa berdekatan lagi dengan anak bungsunya.
Rania menoleh ke arah ibunya yang sedang menatap nya sedih.
"Ibu... ", Rania ikut duduk disamping Ibu, tangannya merangkul pundak ibunya, sementara kepalanya disandarkan dipundak yang satunya lagi. Mulai terdengar isak tangis Ibu yang menangis lirih.
"Rania, kenapa kamu ngga cari kerja di sini aja? Kenapa harus di Jakarta yang sangat jauh dari ibu?", pundak ibu terguncang seiring tangisnya yang mulai mendera.
Rania mendongakkan kepalanya menatap ibunya dengan tatapan yang sedih. "Ibu... Rania harus bisa melangkah lagi sekarang. Mungkin inilah jalan terbaik yang diberikan oleh Allah, supaya Rania bisa meneruskan hidup Rania lagi. Rania harus berjuang untuk Andra, Bu... ".
"Bapak mu masih bisa membantu mu, Ra. Bapak masih kerja dan Ibu rasa itu akan cukup untuk kehidupan kita berempat di sini.".
Rania tersenyum manatap haru Ibunya yang sangat khawatir padanya. Selama lima tahun ini memang Bapak yang selalu membantu Rania untuk menjalani kehidupan nya. Dulu berbekal tabungan dari hasil kerjanya selama tiga tahun, Rania masih bisa membiayai dirinya dan Andra selama hampir dua tahun lebih. Setelah tabungan Rania mulai menipis, Bapak mulai mengambil alih biaya hidup Rania dan Andra, termasuk biaya sekolah Andra di playgroup.
Rania tidak mau terus menerus menjadi beban untuk kedua orang tuanya, meskipun Bapak Ibu tidak pernah mempermasalahkan hal itu dan tanpa di minta pun akan selalu memberikan uang saku untuk Rania dan Andra.
Rania menghela nafasnya pelan, menatap Ibu yang masih menangis disamping nya.
"Ibu harus percaya sama Rania. Rania mohon, kuatkan Rania dengan doa dari Ibu dan Bapak untuk Rania dan Andra, supaya Rania bisa kuat dan tegar menghadapi semua ini. Rania percaya inilah jalan terbaik untuk Rania, Rania harus bisa bangkit lagi demi Andra. Rania mohon doa restu dari ibu bapak, ijinkan rania melangkah lagi. Tolong ikhlas kan Rania pindah ya Bu..", Rania memeluk Ibu dengan erat, buliran air matanya jatuh membasahi pundak Ibu.
Ibu membalas memeluk Rania dengan erat sambil terus menangis tergugu, sungguh berat melepas anaknya yang selama ini ada disampingnya.
"Bunda... !", teriak Andra mengagetkan Rania dan Ibu yang sedang menangis berpelukan.
"Yang Uti sama Bunda kenapa nangis?", tanya Andra dengan polos sambil terus menatap wajah Rania dan Ibu bergantian. Rania dan Ibu saling berpandangan, kemudian sama-sama tersenyum.
"Bunda tadi lagi pamitan sama Yang Uti, sayang."
"Kalo pamitan itu harusnya salim, Bunda. Itu kata ustazah Andra di sekolah."
Ibu dan Rania langsung tertawa mendengar ucapan Andra.
"Iya sayang, Bunda tadi udah salim sama Yang Uti."
"Andra besok harus jagain Bunda di Jakarta ya.", ucap Ibu sambil mengangkat tubuh Andra supaya duduk di pangkuan nya.
"Siap Yang Uti! Kata Yang Kung Andra nanti jadi tentara pelindung Bunda yang kuat, biar bisa jagain Bunda.", Andra meletakkan tangan kanannya diatas dahinya seperti gerakan memberi hormat.
"Alhamdulillah... Andra memang anak yang sangat hebat. Anak sholeh yang baik dan pintar. Yang Uti sayang banget sama Andra.".
"Andra juga sayang banget sama Yang Uti.", Andra memeluk Ibu dengan tangan kecilnya. Rania tersenyum haru menatap Andra dan Ibu yang saling berpelukan, bersyukur kepada Allah karena telah diberi anugrah keluarga yang saling menyayangi seperti mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments