Rania duduk termenung didalam kamarnya, pikirannya entah kemana dan pandangan matanya kosong, begitupun jiwanya seolah pergi dari tubuhnya.
Hari ini Andre sudah dimakamkan di tanah kelahirannya, di Salatiga. Setelah berdiskusi dengan keluarga Andre, akhirnya diputuskan Andre dimakamkan di pemakaman yang dekat dengan rumah kedua orang tuanya.
Jenazah Andre sempat disemayamkan dirumah Bapak, sesuai permintaan Rania yang ingin jenazah Andre pulang ke rumah nya terlebih dahulu. Rania terus berada disamping jenazah Andre yang disemayamkan diruang tamu rumah Bapak, sambil terus menggenggam kotak berwarna biru yang tadinya akan diberikan sebagai kejutan saat Andre pulang.
Entah takdir apa yang telah terjadi, Andre mengalami kecelakaan saat menyeberang jalan setelah membeli bolu abon kesukaan Rania yang toko nya terletak tidak jauh dari bandara. Sebuah mobil dengan kecepatan cukup tinggi menabrak tubuh Andre hingga terpental agak jauh dari tempat kejadian, dan mengakibatkan cedera kepala yang parah sehingga nyawa Andre tak tertolong.
Saat jenazah Andre akan diberangkatkan ke Salatiga, Rania memaksa ikut walaupun kondisi tubuh nya terlihat sangat lemah. Rania ingin mengantarkan Andre ke tempat peristirahatan nya yang terakhir. Sepanjang proses pemakaman Rania berusaha tegar dan ikhlas menerima kenyataan yang telah terjadi pada Andre, dirinya dan rumah tangga nya. Kini semua sudah terjadi, suaminya Andre sudah pergi kembali pada sang Pencipta.
Rania menghela nafas panjang, kemudian memandangi kamarnya yang terasa sangat sepi dan sunyi. Kamar yang tiga minggu yang lalu menjadi saksi bisu kebersamaan Rania dan Andre, meskipun hanya diberi waktu selama satu minggu saja untuk menikmati indahnya hidup berumahtangga. Yah, hanya satu minggu saja dirinya benar-benar melakoni peran sebagai seorang istri. Satu minggu setelah pernikahan Andre harus berangkat lagi ke Kalimantan untuk meneruskan kembali tugas nya.
Rania tertunduk sedih, air matanya kembali mengalir deras membasahi pipinya, 'Ya Alloh, ampuni hamba jika selama ini kurang berbakti pada suami hamba... '. Rania ingat betul saat Andre berhasil menjadikan dirinya sebagai seorang istri yang sebenarnya. Andre bahkan bisa menahan untuk tidak menyentuh Rania lagi karena melihat istrinya masih kesakitan setelah nya.
Tangisan yang dari tadi ditahan ditumpahkan saat ini juga, menyesali waktu yang hanya sebentar saja untuk bisa menimba pahala dari suaminya. Sungguh tak pernah menyangka kalau takdir yang menghampiri nya begitu berbeda dengan angan dan harapan nya.
Hari ini tepat satu bulan yang lalu adalah hari yang membahagiakan bagi Rania dan Andre. Tanggal 26 Juni 2016 seharusnya menjadi anniversary satu bulan pernikahan keduanya. Dan seharusnya Andre saat ini sedang memeluknya bahagia karena akan menjadi seorang ayah.
'Astaghfirullahalazim... ', sesungguhnya Rania tidak ingin menyalahkan takdir yang sudah terjadi pada dirinya, berulang kali Rania beristighfar berusaha menghilangkan perasaan kecewa nya. Rania berusaha ikhlas dan sabar menerima garis yang sudah ditentukan oleh Allah padanya.
Pintu kamar terbuka dengan pelan, wajah ibu terlihat dari balik pintu dan berjalan masuk kedalam kamar sambil membawa makanan dan minuman di atas nampan. Rania menghapus air matanya dengan kerudung yang masih dipakai nya.
"Rania, kamu makan dulu ya nak. Dari siang kamu belum makan, sekarang kamu harus makan dulu ya, Ra.. ", bujuk Ibu dengan suara yang lembut. Rania menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Kamu harus makan walaupun sedikit, ingat ada bayi di dalam perutmu. Ibu suapin ya, Ra", Ibu masih terus berusaha membujuk Rania untuk makan.
Rania terdiam, tangannya langsung menyentuh perutnya yang masih rata, buliran air mata kembali berjatuhan silih berganti keatas pangkuannya.
"Rania, kamu harus kuat ya, nak... ", Ibu ikut menangis sambil memeluk Rania dengan erat.
"Ibu... Rania harus bagaimana sekarang?", tanya Rania dengan suara terisak.
"Kamu harus kuat dan ikhlas, Ra. Kamu harus ingat ada titipan Allah di perutmu. Anak kamu dan Andre."
Rania langsung melepas pelukan Ibunya, kemudian mengusap air matanya yang sudah membasahi pipinya. Ya, Ibunya benar, dia harus bisa menjaga satu-satunya harta yang paling berharga, yang ditinggalkan Andre padanya.
"Tolong bantu Rania menjaga anak ini ya, Bu. Rania ingin melahirkan anak mas Andre dan merawatnya hingga nanti tumbuh dewasa."
Ibu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap sedih pada anaknya. "Ibu pasti akan selalu menemanimu dan anak ini, Ra.", Ibu ikut mengusap perut Rania yang masih rata.
Rania meraih piring diatas nampan yang diletakkan Ibu disamping tempat tidurnya, kemudian memakannya dengan pelan. Baru beberapa suapan saja yang masuk kedalam mulut, Rania sudah mulai merasakan mual. Perutnya benar-benar belum bisa menerima makanan yang dipaksakan masuk kedalam mulutnya.
"Kenapa, Ra?", tanya Ibu khawatir melihat Rania sudah mulai pucat menahan mual.
"Rania mual lagi, Bu."
Ibu segera meraih piring yang masih dipegang Rania, kemudian meletakkan kembali keatas nampan. "Kalau mual hentikan dulu makannya, Ra. Jangan dipaksakan, nanti malah keluar semua. Sekarang kamu istirahat saja lagi, nanti Ibu bawakan makanan ringan untuk camilan."
Rania mengangguk patuh, mencoba menahan rasa mual yang masih menyerangnya. "Iya, Bu.", sahutnya pelan.
Rania membaringkan tubuhnya yang terasa lemas diatas tempat tidurnya. Tangannya mengusap pelan perut nya yang masih rata.
'Yah, aku memang harus kuat demi mas Andre dan anak ini. Mas Andre, aku akan menjaga anak kita dengan baik, aku akan merawatnya dengan tanganku sendiri dan mendidiknya supaya menjadi orang yang baik seperti mas Andre. Tenanglah disana mas, aku dan anak kita pasti akan baik-baik saja."
Rania kembali menitikan air matanya, seulas senyum mengembang dari bibirnya. Inilah kado terindah untuk Rania dari pernikahannya yang baru berusia satu bulan.
*
Rania mulai menjalani kehidupannya kembali setelah satu minggu lebih terus menerus berada didalam rumah, lebih tepatnya dikamarnya. Walaupun masih didera morning sickness yang hebat di pagi hari, Rania tetap memaksa untuk berangkat kerja hari ini.
Rania disambut dengan tatapan iba dan sedih oleh teman-teman kantornya, tidak terkecuali Siska yang begitu dekat dengan Rania.
"Rania, kenapa sudah berangkat? Kamu harusnya istirahat dulu dirumah, mukamu masih pucat Ra."
Rania tersenyum menatap Siska, "Ngga papa, Sis. Cuti ku sudah habis, jadi ngga bisa ijin lagi."
"Kan kamu bisa ijin tidak enak badan, kamu masih pucat gitu, Ra."
Rania memegang tangan Siska yang masih berdiri didepan meja kerja nya, "Aku beneran ngga papa kok, aku baik-baik saja."
"Hhmm, ya udah kalo kamu mau nya gitu. Tapi ingat, kalo kamu perlu sesuatu harus bilang ke aku! ", ancam Siska sambil menggenggam erat tangan Rania.
Rania tersenyum menatap Siska, " Iya Siska... " .
Dan benar saja, menjelang waktu istirahat Rania kembali pingsan di mushola kantor saat akan melaksanakan sholat Dhuhur. Rania langsung dilarikan kerumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan karena tubuhnya terasa dingin sekali.
"Rania... ", panggil Siska saat melihat Rania mulai mengerjapkan matanya.
"Aku kenapa lagi, Sis?", tanya Rania dengan suara yang lemah.
"Kamu pingsan lagi, Ra. Tubuh mu dingin banget. Katanya kamu dehidrasi karena kurang cairan."
"Astaghfirullahalazim... "
"Kamu masih mual muntah kalo makan? "
Rania menjawab pertanyaan Siska dengan anggukan kepalanya.
Siska mendesah pelan, "Kamu harus kuat, Ra. Kamu harus sehat demi anakmu. Andre pasti akan bahagia disana kalo liat kamu dan anak mu sehat."
Rania tersenyum haru menatap Siska yang sangat tulus padanya, "Terimakasih, Sis. Aku pasti kuat. Apalagi aku punya sahabat yang baik nya kayak kamu."
"Iya dong, aku lah sahabat terbaik mu, makanya kamu harus nurut sama aku."
Keduanya tersenyum haru, mencoba berbagi rasa untuk meringankan kesedihan yang sedang melanda Rania.
***
Rania harus benar-benar ekstra protektif pada kehamilannya, keluhan Hiperemesis Gravidarum selama trimester pertama membuat nya harus ekstra hati-hati dalam menjaga kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.
Saat usia kehamilan delapan minggu, Rania mengalami kram di perutnya dan setelah itu keluar flek darah segar yang membuat panik Bapak dan Ibu. Rania kembali dilarikan ke rumah sakit untuk memastikan keselamatan janin di perut Rania. Dokter kandungan yang biasa menangani kehamilan Rania memberi perintah, mengharuskan Rania untuk bedrest total selama satu minggu demi keselamatan janin yang dikandungnya. Dan harus melakukan pemeriksaan rutin karena kehamilannya termasuk kehamilan dengan resiko yang tinggi. Berat badannya pun sangat susah naik karena asupan makanan yang kurang untuk dirinya dan bayinya. Perkiraan berat badan janinnya selalu dibawah nilai normal jika dihitung dari usia kehamilannya.
Akhirnya saat usia kehamilannya masuk 28 minggu, Rania memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan nya, keputusan ini berdasarkan anjuran dokter kandungannya yang mengatakan hasil pemeriksaan USG terakhirnya yang bermasalah. Placenta kandungan Rania sudah hampir menutup jalan lahir, hal itu akan beresiko perdarahan sewaktu-waktu jika Rania tidak berhati-hati dalam menjaga kehamilannya.
Rania melahirkan saat usia kehamilannya masih berumur 32 minggu, karena mengalami perdarahan yang banyak jadi Rania harus segera menjalani operasi Caesar saat itu juga.
Bayi laki-laki lahir dengan selamat, berat badannya hanya 1,7 kg, begitu kecil dan lemah.
Bayi Rania harus menjalani perawatan intensif selama hampir 3 minggu di rumah sakit, dan Alhamdulillah semua bisa terlewati, Rania bisa membawa pulang bayi nya kerumah dalam kondisi yang sehat dan kuat.
Bayi mungil yang sangat tampan, mirip dengan almarhum ayahnya Andre. Kebahagiaan tak terkira akhirnya bisa memeluk buah cinta nya dengan suaminya. Andra Pratama Putra, nama yang akan selalu mengingatkan pada sosok sang ayah yang sudah pergi sebelum dirinya lahir ke dunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments