"Uweeekkkk... ", begitu sampai di toilet, Rania langsung memuntahkan semua makanan yang masih ada di mulutnya, bahkan sepertinya isi didalam perutnya pun ikut memaksa untuk keluar juga. Keringat dingin langsung keluar di sekujur tubuhnya, kedua tangannya berpegangan erat pada bibir wastafel untuk menopang tubuhnya yang melemah.
"Rania, kamu kenapa??", tanya Siska yang kini sudah ada dibelakangnya sambil memijat tengkuk Rania berharap bisa meredakan mual dan muntah temannya.
Rania membasuh wajahnya setelah selesai memuntahkan semua isi perutnya,
" Siska, aku... "
" Rania!!!", tubuh Rania tiba-tiba terkulai lemas, beruntung Siska masih bisa menahan tubuh Rania agar tidak terjatuh ke lantai.
"Tolooooong!!! Rania pingsan, tolooooong!!!", teriak Siska keras, panik melihat Rania yang tidak sadarkan diri di pelukannya.
***
Rania mengerjapkan matanya pelan, tampak bayangan lampu neon yang terpendar cahayanya diatas kepalanya. Kemudian mencoba mengerjapkan matanya lagi selama beberapa detik seolah sedang mengumpulkan tenaga supaya pandangan matanya lebih jelas.
Samar terdengar suara Siska yang memanggil namanya dari kejauhan. Rania mencoba menggerakkan kepala nya, menoleh kearah suara Siska yang masih saja memanggilnya.
"Rania, kamu sudah sadar? Ini aku Siska, Ra...", Rania membuka matanya, menatap Siska yang kini sedang berdiri membungkuk disebelah kiri tubuhnya, kini pandangan matanya mulai terlihat lebih jelas.
"Siska...", pandangan mata Rania beralih ke ruangan yang sekarang dia tempati, ini jelas bukan di kantor. Rania menatap korden putih yang tertutup mengelilingi tempat tidurnya.
"Iya Ra, aku Siska. "
"Ini dimana, Sis?", tanya Rania yang terlihat bingung dengan tempat asing yang ditempatinya.
"Rania, kamu tadi pingsan, sekarang kamu lagi di rumah sakit".
Rania mengerutkan alisnya menatap Siska tak percaya. "Pingsan?", tanya Rania heran, seingatnya dia belum pernah pingsan sekalipun sebelumnya.
"Iya, tadi kamu pingsan dikantor pas makan siang."
Rania mengangkat tangan kirinya yang kini sudah terpasang selang infus.
"Kenapa aku bisa pingsan Sis?", tanya Rania yang masih kebingungan.
"Tadi pagi kamu sarapan ngga? Soal nya tadi kamu keliatan lemes banget, muka mu juga pucet banget."
"Aku selalu sarapan setiap pagi, tau sendiri kan ibu kalo pagi selalu buatin aku sarapan.", jawab Rania sambil berusaha bangun untuk duduk.
"Udah kamu tiduran aja dulu, muka mu masih pucet banget tuh..", Siska menahan bahu Rania supaya tetap berbaring ditempat tidur nya.
"Selamat siang.., maaf mengganggu.", seorang wanita ber jas putih datang menghampiri Rania.
" Siang dok.. ", sahut Rania dan Siska berbarengan.
"Ibu Rania sudah siuman, perkenalkan saya Dewi, dokter jaga siang di IGD. Boleh saya periksa bu Rania sekarang?"
"Iya, silahkan dok. "
Dokter Dewi kemudian memeriksa kondisi tubuh Rania. "Keluhan apa yang dirasakan saat ini bu?", tanya dokter Dewi setelah selesai memeriksa dada dan perut Rania.
"Tubuh saya terasa lemas sekali, dok, seperti tidak ada tenaga nya. Dan baru kali ini saya pingsan, kira-kira kenapa ya dok?", tanya Rania penasaran.
"Ibu sudah menikah bukan, bulan ini sudah datang bulan?"
Rania terlihat bingung mendengar pertanyaan dari dokter Dewi padanya. "Bulan ini belum, dok, tapi saya memang biasa terlambat datang bulan dok."
Dokter Dewi tersenyum mendengar jawaban Rania, "Nanti saya periksa urine nya ya, untuk mengetahui hamil atau tidak nya."
Mata Rania seketika membulat tak percaya, "A-apa dok? hamil?? Tapi saya baru tiga minggu menikah dok?".
"Itu hal yang sangat mungkin, karena mungkin pada saat berhubungan, bu Rania sedang dalam masa subur, jadi langsung terjadi proses pembuahan dan hamil. ", terang dokter Dewi pada Rania.
"Wwaaaahhhh, tokcer banget Andre ya, Ra", sahut Siska sambil mengacungkan kedua jempolnya ke hadapan Rania.
Sementara Rania masih terkejut dengan apa yang dia dengar barusan, spontan tangan kanannya menyentuh perutnya yang masih rata, 'Benarkah aku hamil??' batin Rania masih tak percaya.
"Baik, untuk memastikan hamil atau tidaknya kita periksa urine nya ya. Nanti bu Rania akan diberi tabung kecil untuk pemeriksaan urine nya."
"Iya, dok. Terimakasih.", ucap Rania singkat.
Dokter Dewi segera berlalu dari samping tempat tidur Rania.
"Rania! Kamu mau jadi Ibu Ra.. !", teriak Siska senang sambil mengguncang bahu Rania yang masih terdiam membisu.
***
Satu jam kemudian dokter Dewi datang lagi ke tempat tidur Rania sambil membawa kertas ditangannya.
"Selamat bu Rania, anda positif hamil. Untuk selanjutnya anda bisa memeriksakan kehamilan secara rutin ke dokter spesialis kandungan.", ucap dokter Dewi dengan senyum ramahnya.
Rania terdiam mematung di tempat tidurnya, tangan kanannya menutup bibirnya yang mulai bergetar sedangkan pandangan matanya kabur oleh airmata.
"Wah, selamat Rania, kamu beneran hamil", Siska langsung memeluk Rania dengan erat, ikut merasakan kebahagiaan mendengar kabar kehamilan Rania.
"Aku hamil, secepat ini??", tanya Rania masih tak percaya.
"Iya, Ra. Kamu hamil! Ada bayi di perutmu. Kamu mau jadi ibu Ra.. !", ucap Siska dengan mata berkaca-kaca.
" Aku hamil Sis...", Rania membalas pelukan Siska dengan erat sambil menangis. Tangisan bahagia tentunya, karena masih tidak percaya bisa hamil secepat ini. Sebuah kabar bahagia untuk pernikahan Rania dan Andre yang baru memasuki usia tiga minggu. Dan ini akan menjadi kejutan terindah untuk suaminya, Andre yang akan pulang dari Kalimantan satu minggu lagi. Rania tersenyum bahagia membayangkan bagaimana reaksi suaminya nanti saat diberitahu tentang kehamilan nya.
***
Kabar kehamilan Rania langsung disambut tangisan haru bapak ibu begitu Rania sampai dirumah. Ibu bahkan tak henti-hentinya menangis dan memeluk Rania saking bahagia nya. Kehamilan calon cucu pertama untuk Ibu dan Bapak, karena Rania adalah anak satu-satunya di keluarga Nugroho. Dulu Ibu terpaksa harus merelakan kesempatan untuk memliki anak lagi. Sesaat setelah melahirkan Rania, Ibu mengalami perdarahan yang hebat, dan dokter akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim sebagai jalan satu-satunya untuk menghentikan perdarahan yang hampir mengancam nyawa ibu.
Satu minggu kemudian, tepat dihari kepulangan Andre, Rania sudah mempersiapkan kejutannya untuk Andre dengan matang. Bapak dan ibu diajak ikut berperan dalam surprise yang akan diberikan Rania untuk Andre. Rania melarang bapak dan ibu memberi kabar kehamilan nya terlebih dahulu sebelum Andre sampai dirumah.
Rona bahagia begitu terpancar dari wajah pucatnya, seulas senyum terus mengembang dibibir tipisnya. Saat ini Rania masih mengalami morning sickness yang cukup parah. Obat yang diberikan dokter kandungan belum bisa meredakan mual dan muntah yang dialami Rania setiap pagi nya. Akan tetapi hal itu tak menyurutkan semangat Rania yang sudah tidak sabar menunggu suaminya pulang ke rumah.
Bapak tadi pagi sekitar jam sembilan sudah berangkat ke bandara untuk menjemput Andre. Rania sebenarnya ingin ikut ke bandara, tapi langsung dilarang oleh ibu mengingat kondisi Rania yang masih lemah.
Rania melirik jam di atas meja yang terletak disamping tempat tidur dikamarnya. Sudah jam sebelas lebih, seharusnya suaminya dan bapak sudah sampai dirumah, karena pesawat yang dinaiki Andre landing di bandara Jogja sekitar jam sepuluh, sedangkan perjalanan dari bandara ke rumahnya hanya sekitar setengah jam an saja. Rania memegang dadanya yang tiba-tiba degup jantungnya seakan berdetak lebih kencang dan keras saat ini. 'Mungkin mas Andre masih di jalan', batin Rania mencoba menenangkan diri. Kemudian meraih kotak berwarna biru diatas meja dan berjalan keluar kamar.
"Ibu... ", panggil Rania begitu keluar dari kamar nya. Rumah tampak lengang, mungkin ibu ada di dapur, karena dari tadi pagi ibu sudah sibuk menyiapkan makanan kesukaan Andre secara khusus untuk menyambut kepulangan anak menantunya. Rania berjalan ke arah dapur, samar pendengaran nya menangkap suara seorang perempuan yang sedang menangis.
Rania mencoba menajamkan pendengarannya, kemudian berjalan mendekati sumber suara tangisan itu yang sepertinya berasal dari kamar ibu dan bapak. Rania semakin penasaran, apa benar itu suara tangisan ibu? Kenapa ibu menangis?. Degup jantung nya semakin kencang, membuat Rania merasa sedikit ketakutan begitu sampai didepan pintu kamar ibu.
"Ibu... ", sapa Rania sambil membuka pintu kamar. Tampak raut wajah terkejut Ibu saat Rania muncul dari balik pintu kamarnya.
"Rania.... ", ibu berjalan kearah Rania dan langsung memeluk anak semata wayangnya dengan erat, tangisannya pecah seketika itu juga.
"Ibu kenapa? Kenapa ibu menangis?", tanya Rania penasaran melihat Ibu menangis keras di pelukannya.
"Rania, kamu harus kuat ya nak... Ibu sama bapak pasti selalu bersama mu Ra...", ucap ibu dengan suara terisak sambil terus memeluk Rania dengan erat. Entah apa yang terjadi, Rania masih belum mengerti apa sebenarnya maksud perkataan Ibu nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments