Pagi ini Rania berangkat lebih awal dari biasanya, Sarah yang meminta Rania untuk datang ke kantor lebih awal dan ikut menyiapkan semuanya. Suasana kantor masih sepi, terutama dilantai sebelas tempat kantor CEO berada, terlihat tiga orang sedang kasak kusuk mengendap-endap seperti pencuri masuk ke dalam kantor Arsha.
Hampir limabelas menit mereka berdiri ditengah kegelapan kantor Arsha yang memang sengaja tidak dinyalakan lampunya, dan gorden jendela juga ditutup rapat.
"Kenapa lama sekali?", bisik suara wanita yang sudah tak sabar menunggu.
"Sabar Non, biasanya jam segini sudah datang kekantor.", bisik suara laki-laki disamping nya. Sementara orang satunya lagi hanya terdiam sambil membawa sesuatu ditangannya. Tiga orang itu sudah tampak gelisah dengan jantung yang berdebar menunggu kedatangan Arsha.
'Ting.. '
Terdengar suara lift sampai di lantai sebelas, tiga orang itu semakin berdebar dan suasana diruangan itu semakin mencekam karena mereka semuanya terdiam, hanya suara nafas berat mereka yang terdengar. Suara langkah sepatu terdengar mulai mendekat ke kantor pribadi Arsha, lalu pintu kantor dibuka pelan dari luar.
"Kenapa lampunya tidak nyala?", ucap Arsha kesal saat melihat kantornya masih gelap gulita.
'Ceklek.. ', Arsha menekan saklar lampu yang terletak disamping pintu masuk kantornya.
"Surprise.... !!!", teriak ketiga orang yang dari tadi sudah ada didalam ruangan itu secara bersamaan. Arsha tertegun menatap tiga orang yang sudah ada didalam kantornya. Tiga orang yang sedang memakai topi kerucut diatas kepala dan mereka tampak tanpa dosa tersenyum lebar didepannya.
"Apa apaan ini?!!".
Seketika semua terdiam, hanya Sarah yang masih tersenyum lebar menatap Arsha dengan bahagia.
"Happy birthday sayaaaang.... ", Sarah langsung memeluk tubuh Arsha dan mencium kedua pipinya. Dani dan Rania langsung menunduk saat melihat tingkah Sarah.
"Sarah.... ", Arsha menggeram kesal dengan kelakuan Sarah.
"Rania ayo sini.", Sarah menarik siku Rania agar bisa mendekat padanya. Rania masih terus menunduk, melirik malu dan takut pada Arsha yang sedang menatap nya dengan tatapan yang tajam. Rania berdiri terpaku sambil memegang kue tart berwarna biru langit bertuliskan angka 35 diatasnya. Sementara Dani masih berdiri dibelakang Rania sambil membawa papperbag berisi kado dari Sarah untuk Arsha.
"Ide siapa ini?", tanya Arsha dengan suara yang berat, berusaha menekan emosinya yang tiba-tiba naik pagi ini.
"Ini semua idenya Rania.", jawab Sarah asal. Rania langsung menoleh terkejut kearah Sarah, 'Wah... kenapa jadi aku yang jadi tumbalnya?'.
"Bu-bukan saya, Pak... ", ucap Rania dengan suara terbata karena takut saat melihat tatapan tajam dari Arsha.
Sarah langsung terkekeh, "Hahaha... ini semua ideku tentunya dong.. Kamu suka kan, Sha?".
"Sarah... Aku bukan anak kecil lagi. Acara seperti ini terlalu kekanakan.".
"Kalo kamu memang bukan anak kecil lagi, sekarang juga ayok kita menikah!", Sarah bergelayut manja dilengan Arsha.
Arsha menatap Sarah tak percaya. Dilirik nya Rania yang masih terdiam memegang kue, dan Dani yang bersembunyi dibelakang tubuh Rania.
"Kalian berdua, cepat keluar dari sini!", perintah Arsha dengan suara yang cukup keras.
"Ehh.. kalian jangan keluar dulu. Arsha, kamu jawab dulu pertanyaan ku tadi. Kamu mau kan menikah dengan ku?".
"Sarah!! Berhentilah bermain-main!!", Arsha mendengus kesal menatap Sarah yang masih bergelayut di lengannya.
"Aku nggak pernah main-main sama kamu, Sha!! Dari dulu aku serius, dari sebelum kamu bertemu dengan Celine!", teriak Sarah tak kalah keras dari Arsha.
Arsha menarik nafas dalam-dalam, "Sarah... aku tidak bisa... ".
"Stop!!!", teriak Sarah cepat, memotong ucapan Arsha yang tidak ingin didengar nya.
Sarah merebut papperbag ditangan Dani, kemudian melemparkan nya dengan keras kedada Arsha, matanya sudah digenangi air mata yang sudah siap tumpah.
"Dasar laki-laki egois, kepala batu!! Sampai kapan kamu begini terus, Sha?! Apa kamu masih mau menunggu orang seperti Celine?!!", ucap Sarah dengan keras.
"Sarah!!", Arsha kembali berteriak, membuat Dani dan Rania tersentak kaget.
"Nikmati saja penantian mu, Sha! Sampai kamu tak akan bisa merasakan lagi yang namanya cinta!", ucap Sarah dengan suara yang mulai bergetar karena menangis, lalu melangkah lebar keluar dari kantor Arsha. Arsha menatap papperbag yang tergeletak di depan kakinya, kemudian mengambil nya.
"Kami permisi dulu, Bos", ucap Dani dengan pelan, lalu melangkah menjauh dari Arsha yang masih terlihat sangat emosi, Rania berjalan pelan mengikuti Dani untuk keluar dari ruangan itu.
"Rania.", langkah Rania langsung terhenti mendadak saat mendengar Arsha memanggilnya, dengan takut membalikan tubuhnya menghadap ke Arsha.
"Bawa ini, kembalikan ke Sarah.".
"Baik, Pak. Saya permisi dulu, Pak", Rania meraih papperbag ditangan Arsha, kemudian segera berlalu dari hadapan Arsha.
*
"Mas Dani, gimana ini?".
"Kamu sekarang ke kantor nona Sarah dulu, temani nona Sarah. Aku takut dia berbuat nekat.".
"Terus, kado ini gimana?".
"Kamu simpan dulu saja, jangan dikembalikan sekarang. Nanti nona Sarah semakin sedih melihat kado itu.", Rania mengangguk patuh. Kemudian berjalan pelan meninggalkan Dani menuju kekantor Sarah.
Sementara itu, Sarah terlihat sedang menangis di kantornya, matanya terpejam merasakan kekecewaan yang sangat besar dalam hatinya.
"Dasar Arsha kepala batu!!", teriaknya kesal, berusaha menumpahkan semua kekesalan dengan meremas kertas laporan diatas mejanya.
'Tok tok tok'
"Bu Sarah, boleh saya masuk?".
"Masuklah Rania", Rania yang baru saja masuk kedalam kantor Sarah langsung disambut pelukan dan tangisan Sarah.
"Rania... kenapa hatiku sakit banget. Kenapa dia sama sekali nggak memberi kesempatan untuk ku? Kenapa dia sama sekali nggak mau melihat ketulusanku...", Sarah terisak keras dipelukan Rania.
"Yang sabar ya Bu Sarah... Allah pasti akan memberikan jalan untuk Bu Sarah. Bu Sarah hanya perlu berdoa dan bersabar menunggu jawaban dari Allah...".
Sarah melepaskan pelukannya, menatap Rania yang tersenyum tulus padanya.
"Apa Tuhan mau mendengarkan do'a dari orang seperti ku ini, Rania?".
"Allah akan selalu mendengar do'a dari semua umatNya. Dia tidak akan membiarkan umatNya dalam kesusahan yang berkepanjangan.".
"Rania, aku selalu senang mendengar semua kata-kata mu. Aku benar-benar tenang sekarang, terimakasih, Rania.".
"Alhamdulilah... Bu Sarah harus sabar menghadapi segala cobaan di dunia ini, InsyaAllah, semuanya pasti akan bahagia nantinya.".
"Ya, kamu benar Rania. Aku memang harus sabar, aku harus bisa menghadapi ini semua. Aku sudah menunggu belasan tahun, dan aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan si kepala batu itu!!",
Rania terkejut melihat Sarah yang sudah berubah dari sedih menjadi kembali bersemangat.
"Bu Sarah tidak apa-apa kan?".
Sarah menatap Rania sambil tersenyum, "Kamu mau bantu aku kan, Rania?".
Rania mengangkat alisnya tak mengerti, 'apa lagi ini? kenapa aku jadi selalu ikut terlibat dengan masalah mereka...', batin Rania mulai gelisah.
*
Rania kembali ke ruangan nya setelah mendengar curahan hati Sarah, hampir satu jam Sarah minta ditemani ngobrol, lebih tepatnya hanya menjadi pendengar yang setia.
Rania terduduk lesu di sofa belakang kantornya, 'hhhh.. kenapa aku jadi ikut terlibat sih?'.
Terdengar bunyi lift yang berhenti di lantai sebelas, Rania buru-buru bangkit dan berjalan ke meja depan.
Seorang wanita yang sudah tampak berumur keluar dari dalam lift. Wanita yang masih cantik dengan penampilan yang elegant, gaya berpakaian yang santai tapi tetap terlihat modis dan santun, kemeja lengan panjang berwarna putih tulang dipadukan dengan rok panjang berwarna coklat susu setinggi betis.
'Siapa dia?', Rania menatap wanita itu penasaran, karena selama hampir dua bulan bekerja disini, dia belum pernah bertemu dengan wanita yang kini sedang berjalan mendekati mejanya.
"Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?". Wanita itu tersenyum melihat Rania yang sedang tersenyum ramah menyambut kedatangannya.
"Kamu yang namanya Rania kan?".
Rania terkejut saat wanita itu menyebutkan namanya, 'Dia tau namaku? Siapa sebenarnya dia?'.
"Iya betul, Bu. Saya Rania,sekretaris Pak Arsha.".
"Kamu sangat cantik, Rania.", Rania langsung tersipu malu mendengar pujian dari wanita cantik didepannya. "Terimakasih, Bu. Anda juga sangat cantik.".
Wanita itu tersenyum mendengar ucapan Rania, "Aku mau bertemu dengan Arsha.".
"Maaf, Bu. Apa sebelumnya Ibu sudah membuat janji dengan pak Arsha?", tanya Rania kemudian, karena sepertinya dalam catatan agenda hari ini tidak ada janji pertemuan dengan wanita ini.
"Ohh harus janjian dulu ya? Gini aja, Rania, kamu bilang sama Arsha, kalau Bu Hanum datang dan ingin bertemu.".
Rania mengangguk patuh, "Baik Bu Hanum, mohon tunggu sebentar ya, Bu. Saya konfirmasikan ke pak Arsha terlebih dahulu.".
Wanita itu masih terus menatap Rania yang sedang menelpon Arsha, seperti sedang mengagumi penampilan Rania.
"Silahkan masuk, Bu Hanum. Pak Arsha sudah memperbolehkan Ibu masuk kedalam.".
"Oke, terimakasih Rania. Senang berkenalan dengan mu.".
"Sama-sama, Bu. Saya juga senang berkenalan dengan Ibu.".
'Siapa bu Hanum? kenapa dia tau namaku? dan apa hubungannya sama pak Bos?', Rania menatap penasaran wanita yang sedang berjalan menuju ke ruang kerja Arsha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments