Sepanjang bekerja Zahra tampak tidak fokus. Zahra bahkan beberapa kali salah mengantar pesanan para pelanggan. Zahra bahkan tanpa sengaja menumpahkan minuman pada pelanggan yang langsung marah marah sampai Zahra dan pelanggan itu berdebat didepan banyak orang. Hal itu menarik perhatian Santoso yang kemudian langsung memanggil Zahra agar menghadap keruangan-nya.
“Kamu tau kesalahan kamu Zahra?”
Santoso bertanya dengan nada dingin serta tatapan yang begitu datar pada Zahra. Pria itu terlihat seperti sangat marah pada Zahra yang hari ini berkali kali membuat kesalahan saat bekerja.
“Pak, saya tidak sengaja.”
“Salah memberikan pesanan juga tidak sengaja? Lalu menumpahkan minuman kemudian bertengkar dengan pelanggan? Apa itu tidak sengaja juga?”
Zahra menundukan kepalanya. Pikiran-nya benar benar sedang tidak sejalan dengan tubuhnya sekarang.
“Zahra kalau kamu memang sudah bosan bekerja disini kamu boleh keluar dengan baik baik. Jangan memberi kesan tidak baik pada pegawai disini.” Ucap Santoso tegas.
Zahra dengan cepat mengangkat kepalanya. Zahra tidak sedikitpun berpikir ingin keluar dari pekerjaan yang sudah lama digelutinya itu. Apa lagi Zahra juga banyak mengenal teman teman baiknya direstoran itu.
“Pak saya kan sudah bilang saya tidak sengaja. Saya tidak sedikitpun bosan bekerja disini.”
“Lalu kenapa akhir akhir ini kamu sering sekali membuat kesalahan. Saya pikir memang mungkin sekarang sudah waktunya kamu berhenti bekerja setelah pernikahan mungkin.”
Zahra menggelengkan kepalanya.
“Saya tidak pernah berpikir seperti itu. Dan juga saya tidak merasa membuat kesalahan sebelum ini.”
Zahra memang cukup berani. Terlebih jika Zahra merasa tidak bersalah seperti sekarang.
“Saya lebih berkuasa disini Zahra.”
“Tapi bukan berarti bapak bisa seenaknya pada karyawan seperti saya.”
Santoso bungkam. Zahra berani mengangkat kepalanya menatapnya dengan tatapan yang tidak sedikitpun menyiratkan ketakutan.
Sebenarnya Santoso ingin menggunakan kesempatan itu untuk memecat Zahran Tapi jika sudah mendapat perlawanan telak Santoso juga bingung. Ditambah Zahra begitu pintar berbicara membela dirinya sendiri.
“Maaf sebelumnya pak, kita sama sama untung disini. Kaya saya butuh uang bapak dan bapak butuh tenaga saya. Saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.”
Santoso mendesis. Itu yang membuatnya tidak bisa melupakan Zahra. Zahra begitu berani membuat dirinya yang sudah tidak lajang lagi itu penasaran.
“Saya atasan kamu Zahra. Bisa kamu hargai itu?”
Zahra diam. Entah kenapa kekesalan-nya memuncak sekarang. Zahra hampir saja melupakan siapa Santoso.
“Saya minta maaf pak.” Lirihnya menghela napas kemudian menundukan kepalanya.
“Sudah. Sekali lagi kamu mendebat pelanggan disini, silahkan kamu cari pekerjaan lain.” Tegas Santoso.
Zahra memejamkan kedua matanya. Zahra tidak ingin berhenti bekerja sekarang.
“Silahkan kamu keluar.”
“Ya pak. Sekali lagi saya minta maaf. Saya permisi.”
Zahra bangkit dari duduknya didepan meja kerja Santoso kemudian keluar dengan langkah pelan.
“Bagaimana?”
Zahra merengut menatap Tina yang menunggu didepan ruangan Santoso. Zahra tidak menyangka jika buah dari pertengkaran-nya dengan Faza semalam begitu buruk pada pekerjaan-nya.
“Ra, kamu nggak dipecatkan?”
Zahra berdecak. Pertanyaan macam apa itu?
“Memangnya apa yang aku lakukan sampai kamu juga berpikir seperti itu? Aku hanya membela diri karna tante tante itu menghinaku.”
Tina menghela napas pelan. Zahra memang sangat keras kepala. Zahra tidak mau mengalah jika merasa benar.
“Tapi kan kamu tau sendiri posisi kita disini sebagai waitrees. Kepuasan pelanggan adalah nilai penting untuk restoran ini Ra..”
Zahra menunduk lesu. Apa yang dikatakan Tina memang benar.
“Ra...”
Sentuhan lembut tangan Tina membuat Zahra menoleh. Zahra tidak pernah mendapat teguran langsung dari Santoso sebelumnya.
“Kamu lagi ada masalah?”
Zahra memang sedang membutuhkan teman untuk mencurahkan segala isi hatinya sekarang. Tapi Zahra juga tidak mungkin menceritakan tentang pertengkaran-nya dengan Faza semalam pada Tina. Karna menceritakan masalah rumah tangga pada orang lain sekalipun itu sahabat sendiri sama saja menceritakan aib.
“Aku nggak papa kok Tin. Mungkin hanya kurang fokus karna yah... Kurang istirahat.”
Ucapan Zahra membuat senyuman Tina mengembang.
“Iya deh iya.. Yang udah nikah.. Tau deh iya..”
Zahra mengeryit. Apa hubungan-nya kurang istirahat dengan menikah?
“Mungkin sekarang kamu harus lebih awal lagi tidurnya Ra. Atau setelah pulang kerja kamu langsung istirahat sembari menunggu mas Faza kamu itu pulang.”
Zahra semakin tidak mengerti. Tidur sembari menunggu Faza pulang sama saja mencari masalah. Faza bukan tipe orang yang sabar jika menunggu didepan pintu.
“Kamu nggak jelas banget Tina. Aku nggak ngerti maksud kamu apa.”
Tina tertawa.
“Oke oke.. Mungkin karna sedang emosi jadi otak kamu tidak sampai. Mending sekarang kita ganti baju dan pulang. Jam kerja kita sudah habis.”
Zahra mengangkat tangan kirinya mengecek waktu lewat jam tangan biru muda yang dikenakan-nya.
“Mas Faza udah selesai belum yah kerjanya..” Batin Zahra.
Tina berdecak.
“Malah bengong lagi. Ayo..”
Tina merangkul bahu Zahra yang memang tidak setinggi dirinya, mengajaknya melangkah menuju ruang ganti.
Selesai mengganti bajunya, Zahra masih saja diam. Pikiran-nya kini berpusat pada Faza. Zahra sangat menyesal meninggalkan ponselnya dinakas pagi tadi. Niatnya ingin menghindari Faza agar tenang justru menjadi bumerang sendiri untuknya. Zahra malah tidak tenang sampai tidak fokus bekerja.
Tina yang melihat Zahra tampak tidak semangat sejak datang pagi tadi mengerti. Apa lagi Faza sempat menghubunginya untuk menanyakan Zahra. Jelas sekali jika keduanya sedang mempunyai masalah. Tapi Tina tidak ingin terlalu banyak ikut campur. Apa lagi jika sudah menyangkut masalah rumah tangga.
“Ra, mau aku anterin pulang atau nunggu suami kamu?” Tanya Tina yang sudah duduk diatas motor metiknya.
Zahra menatap Tina lesu. Tanpa menjawab pertanyaan Tina Zahra langsung naik ke boncengan Tina kemudian memeluk pinggang Tina erat.
Benar benar tidak seperti biasanya. Begitu pikir Tina sembari menghela napas.
Tina mulai melajukan motor metiknya dengan Zahra yang begitu menempel dipunggung Tina seperti anak TK yang memeluk erat ibunya. Tina yang mengerti teman-nya sedang tidak baik baik saja itu hanya diam dan membiarkan saja.
Dalam waktu yang cukup singkat Zahra dan Tina sampai dihalaman rumah sederhana Zahra. Zahra segera turun dari boncengan Tina.
“Makasih ya Tin. Kamu hati hati dijalan.”
“Kamu nggak nawarin aku buat mampir dulu?” Tanya Tina mencoba untuk mengalihkan sejenak pemikiran Zahra.
Zahra menggelengkan kepalanya.
“Aku mau langsung tidur.” Katanya.
Tina mendelik. Ucapan-nya tadi tidak benar benar serius. Tina hanya bercanda.
“Aku masuk ya Tin.. Bye..”
Dengan langkah gontai Zahra menuju pintu utama rumahnya. Memasukan kunci kelubangnya, memutarnya, kemudian mendorong pintu bercat coklat itu hingga terbuka dan Zahra masuk kedalamnya.
“Masalah rumah tangga memang menguras hati dan pikiran.” Gumam Tina menggeleng pelan sebelum berlalu dari pekarangan rumah sederhana Zahra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
👙⃝᜴ᵍᵉᵐᵇᶦᶫ👻ᴸᴷ
semangat....
2022-09-21
1
Nafsienaff
Sudah dilanjut say
2022-07-05
1
Fajar Alfiyanshah
cuma bisa komen lanjut kak Thor💪💪😘😘
2022-07-05
1