Sampai pagi Zahra tetap tidak mau berbicara dengan Faza. Meski memang Zahra tetap membuatkan sarapan untuk Faza namun Zahra tidak banyak bicara dan terus mendiamkan Faza.
“Aku antar yah..”
“Nggak usah. Aku dijemput Tina.” Jawab Zahra datar.
Faza berdecak pelan.
“Aku tau aku salah. Aku minta maaf.. Tapi beneran, kemarin aku nggak..”
Suara ketukan pintu membuat Faza menghentikan ucapan-nya. Zahra segera bangkit dari duduknya.
“Aku berangkat sekarang.” Ujar Zahra.
Faza yang mulai gemas dengan kediaman Zahra ikut bangkit dari duduknya. Faza mencegah Zahra yang akan berlalu dengan mencekal lengan Zahra membuat Zahra urung melangkah.
“Zahra, tunggu.”
Zahra memejamkan kedua matanya beberapa detik. Rasa kesal pada Faza masih menguasai hatinya saat ini.
“Ini udah siang..”
“Aku tidak perduli.” Sela Faza cepat.
Zahra menelan ludahnya enggan membalikan tubuhnya untuk menatap Faza.
“Zahra aku mengakui kesalahanku. Tidak bisa kah kamu mengerti? Aku ketiduran kemarin.”
Zahra tersenyum miris. Tangan-nya yang bebas meraih tangan besar Faza yang mencekal lengan-nya. Zahra melepaskan cekalan tangan Faza perlahan hingga akhirnya benar benar melepaskan lengan-nya.
“Aku mengerti mas. Sekarang tolong biarkan aku pergi kerja. Tina sudah menjemputku.”
“Enggak Zahra. Kamu tidak boleh kerja.”
“Untuk menemani waktu libur kamu dirumah?”
Faza terdiam. Pertanyaan Zahra seperti sindiran atas kesalahan-nya kemarin.
“Sudah mas. Aku berangkat dulu.” Kata Zahra kemudian berlalu meninggalkan Faza.
Faza mengusap frustasi wajah tampan-nya. Zahra tidak pernah mendiamkan-nya jika marah. Zahra tidak akan berhenti bicara jika sedang marah padanya.
“Ya Tuhan...”
Sementara Zahra, air matanya menetes saat hendak membuka pintu rumahnya. Zahra buru buru mengusapnya tidak ingin Tina atau siapapun tau dirinya sedang dilanda masalah.
Setelah dirasa tidak ada sedikitpun air mata yang membasahi pipinya, Zahra pun membuka pintu dan tersenyum mendapati Zahra yang berdiri disana.
“Udah siap?” Tanya Tina pada Zahra.
“Iya.. Yuk langsung berangkat aja.”
Tina hendak membuka mulutnya untuk bicara ketika Faza muncul tidak jauh dibelakang Zahra. Tina terdiam. Tatapan Faza terlihat sendu.
“Tina ayo..”
“Ah iya.. Ayo..”
Tina dan Zahra kemudian berjalan menuju motor metik Zahra. Meski dengan hati yang terus bertanya tanya Tina tetap mengendari kendaraan beroda duanya. Tina ingin sekali bertanya tapi Tina ragu. Tina takut Zahra salah paham dan menganggapnya ikut campur.
“Eemm.. Ra, memangnya mas Faza kamu kemana? Tumben nggak nganterin kamu.”
Zahra terdiam sesaat.
“Eemm.. Mas Faza masih tidur Tin.” Jawabnya berbohong.
Tina mengangguk. Zahra berbohong padanya. Itu artinya Zahra memang sedang ada masalah dengan Faza.
Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya keduanya sampai tepat didepan restoran. Begitu mereka masuk disana sudah ada Santoso yang terlihat mondar mandir seperti orang yang sedang kebingungan.
Zahra dan Tina yang melihatnya saling menatap sesaat.
“Pak Santo kenapa Tin?”
Tina menggelengkan kepalanya pertanda tidak tau menau tentang tingkah Santoso sekarang.
Santoso berhenti mondar mandir ketika tatapan-nya terarah pada Zahra dan Tina. Pria berambut klimis itu tersenyum merasa lega ketika melihat Zahra yang berdiri menatapnya dengan Tina.
“Syukurlah.. Dia sudah sembuh dan baik baik saja.” Gumam Santoso.
Tidak ingin Zahra dan Tina tau tentang kekhawatiran-nya pada Zahra, Santoso pun langsung berlalu menuju ruangan-nya. Santoso sudah merasa cukup lega melihat Zahra baik baik saja.
“Kok aneh ya?” Lirih Tina.
Zahra menatap Tina sebentar kemudian mengedikkan kedua bahunya.
“Sudahlah yang penting pak Santo nggak marah. Ayo kita ganti baju.”
“Yuk.”
Tina dan Zahra kemudian melangkah beriringan untuk segera mengganti baju mereka dengan seragam waitrees.
“Oke Zahra, fokus kerja. Lupakan sejenak masalah kamu dan mas Faza. Semuanya akan baik baik saja.” Batin Zahra yakin sebelum mengganti bajunya dengan seragam waitrees.
Tina yang diam diam memperhatikan Zahra tersenyum. Tina tau hidup dalam berumah tangga tidaklah mudah. Buktinya kedua orang tuanya saja sampai bercerai karna tidak bisa saling memahami.
Saat Zahra dan Tina selesai berganti seragam, tiba tiba ponsel Zahra yang berada didalam tas selempang milik Zahra berdering. Zahra segera merogoh tasnya yang berada diloker. Senyumnya mengembang ketika mendapati kontak nama Aris yang terpampang dilayar menyala benda pipih itu.
“Eemm.. Ra, aku duluan yah..”
“Ah ya.. Oke..” Senyum Zahra menganggukan kepalanya.
Zahra kemudian segera mengangkat telepon dari Aris.
“Halo kak..”
“Kamu dimana?” Tanya Aris tanpa basa basi.
“Aku udah ditempat kerja kak. Ini udah mau mulai kerja. Kenapa kak?”
“Yah.. Padahal tadi kakak rencana mau main sama kak Nadia sama Arka juga.”
“Yah.. Sayang banget dong. Lagian kenapa nggak dari semalem kakak telpon-nya.” Ekspresi Zahra langsung berubah sendu. Padahal Zahra ingin sekali bermain dengan keponakan satu satunya itu. Semenjak menikah dengan Faza, Zahra sudah tidak lagi bisa bermain bersama Arka.
“Kakak pikir kamu ambil libur hari ini.”
“Nggak kak. Aku sudah libur kemarin.”
“Ya sudah kalau begitu. Selamat bekerja. Nanti pulangnya kakak yang jemput yah..”
Senyuman dibibir Zahra langsung mengembang mendengarnya.
“Beneran kak?” Tanya Zahra antusias.
“Tentu saja. Arka bilang dia kangen sama kamu..” Jawab Aris dengan kekehan pelan.
“Oke kak. Aku tunggu yah. Kakak bisa jemput aku jam empat.”
“Siip. Ya sudah ya.”
Sambungan telepon selesai setelah itu. Zahra tersenyum merasa sangat senang karna akan bertemu dengan Arka, keponakan-nya. Zahra kembali memasukan ponselnya kedalam tas slempangnya kemudian berlalu keluar dari ruang ganti untuk segera memulai pekerjaan-nya.
Tanpa Zahra sadari, Santoso terus menatapnya diam diam. Pria itu sedikit mengukir senyuman manis dibibirnya. Santoso tau perasaan-nya pada Zahra sangat salah. Karna selain Santoso sudah mempunyai istri dan anak, Zahra pun sudah menikah dengan Faza. Dipandang dari sudut manapun perasaan-nya pada Zahra adalah sebuah kesalahan. Kesalahan terindah yang pernah Santoso lakukan. Yaitu memendam rasa pada Zahra.
---------
Faza menghentikan motornya tepat didepan restoran tempat Zahra bekerja. Faza benar benar tidak bisa membiarkan kemarahan Zahra terus berlarut larut. Meski memang dirinya sendiri yang menyebabkan tapi Faza tidak ingin Zahra terus mendiamkan-nya. Faza ingin Zahra memaafkan kesalahan-nya. Apapun jalan-nya akan Faza lalui demi bisa mendapatkan maaf dari Zahra, istri tercintanya.
Faza baru saja membuka helmnya saat ponsel dalam saku celana jinsnya berdering. Faza berdecak pelan kemudian segera mengeluarkan benda pipih itu dari sakunya.
“Mamah..” Gumam Faza.
Faza kemudian segera mengangkat telepon dari mamahnya.
“Ya mah..”
“Kamu dimana?”
Faza tidak langsung menjawab. Mamahnya pasti akan menyuruhnya untuk datang kerumahnya.
“Eemm.. Faza lagi dijalan mah. Kenapa mah?”
“Mamah sudah buatkan donat kentang kesukaan kamu. Kamu kesini sekarang yah?”
Faza memejamkan kedua matanya merasa frustasi sendiri. Dugaan-nya benar. Sinta menyuruhnya untuk datang yang pasti tidak dengan Zahra. Karna Faza tau Sinta belum bisa menerima Zahra sebagai menantunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Oke Santai
kasian zahranya .semoga aja pernikahannya yg tanpa restu dari kedua orang tua, mereka bisa mempertahankan keutuhan cinta kasih yg telah mereka jalin.semangat ya Thor .
2024-04-14
0
imah
sebagai zahra pasti juga dah ngrasain kalo gk dibantuin dirumah
kadang sampe berpikir apa harus jadi wanita mandiri
harus serba bisa semua
jd gk njagain tenaga dr suami
sabar ya zahra
2022-07-08
3
Nafsienaff
Hahahaa.. Jadiin suamimu say
2022-07-08
1