“Kamu jangan seperti kakak kamu Fadly. Jangan mentang mentang sudah bisa cari duit sendiri lalu lupa begitu saja pada jasa orang tua.”
Fadly berdecak pelan mendengar celotehan mamahnya yang sedang membuat kue. Sejak mengetahui Faza menikah dengan Zahra emosi mamahnya itu memang gampang sekali terpancing. Seperti sekarang ini misalnya, hanya karna tayangan di TV yang mengisahkan anak tidak patuh pada kedua orang tuanya Sinta langsung menyinggung soal Faza.
“Heran mamah sama kakak kamu. Padahal apa juga lebihnya si Zahra itu. Cantik enggak, dekil iya. Pendek lagi.” Gerutu Sinta yang membuat Fadly hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Pokonya Fadly, kamu itu harus terus patuh sama aturan papah dan mamah. Mamah nggak mau kamu ngikutin jejak kakak kamu.”
Fadly melirik sang mamah. Fadly tau hubungan Faza dan Zahra sudah terjalin begitu lama. Keduanya bahkan sering pergi tanpa sepengetahuan Sinta. Dan menurut Fadly, Zahra tidak buruk untuk kakak nya. Zahra baik meski kadang sedikit bawel.
“Ya udah sih mah.. Toh kak Faza udah terlanjur nikah sama Zahra. Nggak papa dong kalau mereka bersama. Yang penting kan kak Faza bahagia. Masa iya mereka harus pisah cuma gara gara mamah nggak suka sama Zahra.”
Sinta berhenti mengaduk adonan didalam mangkuk besarnya saat mendengar sautan daru putra keduanya.
“Mamah bilang enggak ya enggak. Mamah nggak perduli walaupun Faza harus menjadi duda sekalipun. Mamah maunya Faza itu nikah sama wanita pilihan mamah bukan Zahra.” Tegas Sinta.
Fadly merasa sangat jengah. Mamahnya terlalu over padanya juga Faza.
“Kamu juga, mamah akan carikan wanita yang baik untuk kamu.”
Fadly mengeryit. Fadly memang belum memiliki kekasih tapi Fadly juga tidak mau jika harus diatur dalam masalah mencari pasangan hidup.
“Nggak bisa gitu dong mah.. Aku kan juga berhak memilih.”
“Enggak Fadly, pilihan kamu cuma satu. Nurut sama mamah sama papah.”
“Tapi kan..”
“Kamu sayang nggak sih sama mamah?”
Ucapan Fadly tersela dengan pertanyaan Sinta yang selalu berhasil membuat Fadly bungkam.
“Fadly sayang sama mamah.. Tapi..”
“Kalau sayang sama mamah harus nurut dan hargai keputusan mamah..” Sela Sinta lagi.
Fadly menghela napas. Enggan berdebat dengan mamahnya, Fadly memilih untuk diam. Fadly menatap lurus kedepan pada TV yang sedang menyiarkan serial kartun.
“Apa yang mamah lakukan itu semata mata demi kebaikan kamu Fadly. Mamah tidak pernah sembarangan membuat keputusan. Mamah tau mana yang baik dan tidak baik untuk anak anak mamah.”
Begitu seterusnya sampai Fadly benar benar merasa jengah mendengarkan pernyataan sepihak dari mamahnya, Sinta.
Sekarang Fadly tau kenapa Faza sampai nekat nikah diam diam dibelakang kedua orang tuanya. Tentu saja karna Faza tidak tahan dengan aturan aturan mamah mereka.
------
“Uuuhh.. Akhirnya selesai juga nih kerjaan kita Ra..” Ujar Tina saat mereka baru saja selesai mengganti seragam waitrees dengan baju mereka.
Zahra tetap diam dengan segal pemikiran-nya tentang sikap aneh Santoso padanya seminggu ini. Santoso juga tidak datang padahal Zahra sudah mengundangnya.
Tina yang tidak mendapat sautan dari Zahra menoleh. Tina berdecak. Zahra selalu saja melamun saat Tina sedang mengajaknya bicara.
“Zahra...” Panggil Tina sambil merangkul bahu Zahra.
“Iya Tin.. Aku denger kok kamu ngomong apa. Aku cuma masih kepikiran saja sama sikap pak Santo sama aku. Jujur aku jadi nggak nyaman kerja. Aku bingung karna aku merasa aku tidak berbuat salah.”
Tina menatap Zahra. Siapapun tau bagaimana baik dan perhatian-nya Santoso pada Zahra. Tapi semenjak Zahra menikah sikapnya mendadak dingin dan suka marah marah.
“Ra.. Memangnya kamu nggak sadar ya, kalau selama ini pak Santo itu terlalu perhatian sama kamu?”
Zahra mengeryit kemudian menoleh membalas tatapan Tina.
“Terlalu perhatian bagaimana?”
Tina menghela napas kemudian menarik tangan Zahra berlalu dari ruang ganti.
“Kita obrolin diluar. Nggak enak kalau sampai ada yang dengar.”
Zahra menurut saja saat Tina menariknya berlalu dari Restoran. Tina membawa Zahra ketaman pusat kota yang tidak terlalu ramai pengunjung. Tina menyuruh untuk Zahra duduk dikursi taman itu berjajar dengan-nya.
“Ra, semua teman teman itu bisa menebak kalau pak Santoso suka sama kamu. Buktinya setiap anaknya datang dia nyariin kamu. Dia selalu minta buat kamu jagain anaknya yang super bandel itu. Itu tuh seperti sedang mendekatkan kamu dengan anaknya.”
Zahra melongo tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Menurutnya pak Santoso selalu memasrahkan anaknya padanya karna memang semua teman teman-nya tidak ada yang bisa tahan dan sanggup menghadapi kenakalan anak berusia 5 tahun itu.
“Itu pemikiran yang berlebihan Tina.”
Tina menghela napas. Zahra memang keras kepala dan susah untuk dikasih tau.
“Kamu jadi perempuan itu peka makan-nya Zahra.”
Zahra berdecak.
“Pak Santoso itu sudah menikah. Dia punya istri dan anak. Nggak mungkin dong dia suka sama aku.”
Tina mengedikkan kedua bahunya.
“Itu sih terserah kamu saja. Aku cuma ngomong berdasarkan fakta yang ada. Kan tidak mungkin seorang laki laki dewasa menaruh perhatian lebih pada perempuan apa lagi perempuan itu hanya seorang waitrees direstoran-nya tanpa sebab.”
Zahra diam memikirkan ucapan Tina. Selama ini Santoso memang sangat baik dan perhatian padanya. Tapi Zahra tidak pernah berpikir macam macam. Zahra hanya berpikir mungkin memang Santoso orang yang baik pada semua orang, tidak hanya padanya saja.
Deringan ponsel di dalam tas selempang Zahra membuat Zahra tersentak. Zahra segera merogoh tasnya dan mengambil benda pipih berkesing putih itu.
“Sebentar ya Tin, ini Fadly telepon.” Kata Zahra.
Tina menganggukan kepalanya mengiyakan.
“Halo Ly.. Ada apa?”
“Kamu dimana?” Tanya Fadly dari seberang telepon.
Zahra menatap Tina yang berada disampingnya sebentar.
“Aku masih dikerjaan. Tapi ini udah mau pulang kok. Ada apa?”
“Aku didepan rumah kamu sekarang. Mamah nyuruh aku buat bawain barang barang kak Faza.” Ujar Fadly.
Zahra diam sesaat. Sinta seperti sengaja mengusir Faza dengan cara yang halus.
“Ya udah tunggu sebentar ya.. Aku jalan pulang sekarang.”
“Oke..”
Sambungan telepon disudahi oleh Fadly. Zahra segera mengirim pesan pada Faza tentang kedatangan Fadly kerumahnya.
“Eemm.. Tin bisa anterin aku pulang nggak?”
Tina mengeryit.
“Memangnya mas Faza kamu nggak jemput?” Tanya Tina bingung.
Zahra menggeleng.
“Mungkin dia bakal pulang malam.”
“Oh, yaudah kalau gitu aku ambil motor dulu. Kamu tunggu disini ya..”
Zahra menganggukan kepala dengan senyuman manis di bibirnya. Sedang Tina, dia bangkit dan melangkah cepat kembali ke restoran untuk mengambil motor metiknya yang berada diparkiran.
Zahra menghela napas. Zahra masih tidak percaya dengan apa yang Tina katakan tentang Santoso yang menyukainya. Zahra masih meyakini bahwa Santoso memang orang yang baik yang tidak hanya baik padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Fajar Alfiyanshah
semangat selalu buat kak Thor 💪💪
2022-07-04
0
Fajar Alfiyanshah
lanjut 💪💪💪
2022-07-04
0