Zahra tidak bisa memejamkan kedua matanya hingga pukul 12 malam. Zahra benar benar sangat mengkhawatirkan Faza yang belum pulang sampai tengah malam.
“Kenapa nomornya nggak aktif sih?”
Zahra terus mencoba menghubungi Faza. Dia mondar mandir diteras rumahnya tanpa sedikitpun merasa takut bertemu dengan hal hal menakutkan karna sudah tengah malam.
Zahra bingung sekarang. Aris pasti sangat marah dan suaminya Faza pasti tidak akan lolos dari kemarahan, bahkan bisa saja mendapat tonjokan keras dari Aris yang kalap.
Zahra ingin menyusul Faza kerumah kakaknya sekarang, tapi itu tidak mungkin karna tidak mungkin ada ojek yang masih mangkal didepan yang bisa ditumpanginya menuju rumah Aris.
Suara deru motor Faza membuat Zahra menoleh. Seulas senyum perlahan terukir dibibir merah alaminya begitu melihat motor Faza melaju pelan kearahnya.
Faza menghentikan motornya tepat didepan rumah tidak jauh dari Zahra berdiri. Pria itu membuka helm full face yang dikenakan-nya kemudian turun dari motor merah itu.
“Mas...”
Tidak sabar, Zahra pun segera mendekat pada Faza dan terkejut ketika mendapati lebam disudut bibir kanan suaminya.
“Ya Tuhan.. Mas kamu..”
“Ssttt.. Aku nggak papa. Mending sekarang kita masuk. Angin malam nggak baik untuk kamu..” Sela Faza merangkul bahu Zahra dan mengajaknya masuk kedalam rumah.
Zahra melepaskan rangkulan Faza ketika mereka sampai diruang tamu. Zahra mendongak menatap wajah tampan Faza. Dengan pelan Zahra menyentuh lebam disudut bibir Faza membuat Faza meringis merasakan kembali nyeri itu.
“Mas.. Apa ini perbuatan kak Aris?” Tanya Zahra dengan suara lirihnya.
Faza tidak langsung menjawab. Apapun yang dia dapatkan sekarang dari Aris itu memang sudah sepantasnya. Faza berbohong agar Aris mau menikahkan Zahra dengan-nya. Wajar jika Aris marah begitu tau tentang kebohongan-nya. Apa lagi siang tadi mamahnya datang dengan hinaan yang pasti membuat kepala Aris memanas.
“Sudahlah Zahra.. Yang penting kan sekarang aku udah pulang dan aku nggak papa. Ini hanya luka kecil. Tidak perlu dipermasalahkan.” Ujar Faza tenang.
“Tapi mas.. Kak Aris sudah keterlaluan..”
“Enggak Zahra. Aku yang keterlaluan. Aku yang sudah berbohong pada kak Aris. Aku maklum jika kak Aris marah.”
Zahra meneteskan air mata mendengarnya. Meski Faza terkadang keras kepala dan menyebalkan. Tapi Faza selalu bisa mengakui kesalahan-nya meskipun harus mendapatkan balasan yang menyakitkan atas kesalahan-nya itu.
“Zahra dengar aku. Kita sudah menikah sekarang. Kamu milik aku dan aku milik kamu. Jadi aku harap apapun yang akan kita hadapi nanti kedepan-nya kamu jangan pernah berpikir untuk pergi meninggalkan aku.”
Ucapan Faza membuat tangisan Zahra semakin kencang. Zahra pikir setelah mereka menikah semuanya akan mudah mereka hadapi. Tapi ternyata tidak. Semuanya terasa semakin sulit.
“Jangan menangis oke? Mending sekarang kamu ambil kotak P3K. Tolong obati luka lebamku.” Senyum Faza menyeka air mata yang membasahi pipi Zahra.
Zahra menganggukan kepalanya. Zahra mengucek kedua matanya sambil berlalu menjauh dari Faza untuk mengambil kotak P3K guna mengobati luka lebam disudut bibir kanan suaminya. Zahra tidak menyangka jika Aris akan main tangan pada Faza, suaminya.
Sejak malam itu Aris selalu menolak berbicara langsung dengan Zahra. Bahkan jika Zahra menelepon-nya Aris tidak pernah mengangkat bahkan sering merijek nya.
“Apa aku datang kerumah kakak langsung aja ya?”
Zahra terus memikirkan bagaimana caranya agar bisa bicara secara langsung dengan Aris. Zahra benar benar tidak bisa tenang jika hanya Faza yang disalahkan karena kebohongan itu.
Suara gelas jatuh dan pecah membuat lamunan Zahra buyar seketika. Pemikiran-nya tentang bagaimana caranya bertemu dengan Aris seketika hilang entah kemana karena jatuhnya gelas berisi minuman pesanan pelanggan direstoran-nya.
“Ya Tuhan..” Kejut Zahra.
Semua pengunjung yang siang itu memang sedang padat langsung menoleh kearah Zahra, begitu juga dengan Tina yang sedang melayani pengunjung direstoran tersebut.
Tina langsung mendekat pada Zahra yang sedang memunguti pecahan gelas tersebut dilantai.
“Kamu nggak papa Ra?” Tanya Tina dengan sigap membantu.
“Aku nggak papa kok Na..” Jawab Zahra.
Tina bangkit dari berjongkoknya dan melangkah buru buru untuk mengambil kain pel. Tina tidak mau jika sampai Santoso mengetahui hal itu yang pasti akan membuat Zahra terkena amukan amarahnya.
“Kamu kenapa sih Ra?” Tanya Tina saat mereka berada didapur restoran.
Zahra diam. Pikiran-nya benar benar tidak fokus sekarang.
“Kamu cerita dong kalau lagi ada masalah. Nggak biasanya loh kamu ceroboh begini..”
Zahra menoleh menatap Tina yang menatap sendu padanya. Seulas senyum kemudian Zahra ukir pada Tina agar Tina percaya bahwa dirinya baik baik saja.
“Aku nggak papa kok. Hanya sedikit pusing saja.” Bohong Zahra. Kakak nya Aris sangat tidak suka dengan sikap tidak jujur seseorang. Dan sekarang Zahra sedang melakukan-nya.
Tina menghela napas. Tina tidak percaya dengan jawaban Zahra. Tina tau bagaimana telaten dan disiplin-nya Zahra dalam bekerja. Zahra tidak mungkin bisa begitu ceroboh jika sedang tidak memikirkan masalah.
Deringan ponsel dalam saku rok span Zahra membuat Zahra dengan cepat meraihnya. Zahra tersenyum ketika mendapati kontak Faza tertera jelas di layar benda pipih itu.
“Mas Faza telepon. Sebentar ya Tin, aku angkat dulu.”
“Oke..”
Setelah Tina mengangguk, Zahra segera mengangkat telepon dari Faza.
“Halo mas..”
“Ya sayang.. Kamu lagi apa? Sudah makan siang?” Tanya Faza dari seberang telepon. Faza memang sudah mulai bekerja hari ini. Masa cutinya setelah menikah sudah selesai.
“Aku baru aja mau makan sama Tina mas. Kamu sendiri sudah makan?”
Zahra begitu terlihat bahagia saat mengobrol ringan dengan Faza meski hanya lewat sambungan telepon. Dan siapapun yang melihat itu tau betapa Zahra sangat mencintai suaminya itu.
Tidak sampai 10 Menit Faza menyudahi telepon-nya dengan Zahra. Sebenarnya Faza menelepon juga untuk mengatakan pada Zahra bahwa Faza akan pulang malam karna harus menyelesaikan pekerjaan-nya yang terbengkalai seminggu belakangan.
Zahra yang mendengar itu merasa punya kesempatan untuk menemui Aris sepulang kerja nanti. Zahra akan mengakui pada kakaknya secara langsung bahwa dirinya juga terlibat dalam kebohongan itu.
“Mas.. Maaf, aku tidak minta izin lebih dulu sama kamu.. Tapi aku tidak akan berbohong. Aku akan jelaskan sama kamu nanti malam saat kamu sudah dirumah.” Batin Zahra mengangguk pelan.
Tina yang masih berada disamping Zahra mengeryit bingung. Tina merasa aneh dengan Zahra yang tersenyum dan menganggukan kepalanya padahal tidak ada yang mengajaknya mengobrol.
“Ra, kamu nggak lagi ngomong sama jin kan?”
Zahra menoleh pada Tina yang bertanya dengan sangat konyol. Zahra kemudian tertawa.
“Apaan sih kamu Tin. Ya enggaklah. Emangnya aku ini indigo bisa lihat begituan.”
“Abisnya kamu senyum sendiri sama ngangguk gituh. Kan aku ngeri lihatnya.”
Zahra tertawa lagi. Zahra merasa sedikit lega karna sekarang akhirnya dia punya kesempatan untuk menemui Aris dan menjelaskan semuanya.
“Semoga aja kak Aris udah pulang pas aku kesana.” Batin Zahra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
👙⃝᜴ᵍᵉᵐᵇᶦᶫ👻ᴸᴷ
iya kakak 😊
2022-09-12
0
Nafsienaff
Besok lagi ya say🥰
2022-07-02
2
Fajar Alfiyanshah
lanjut kak author 💪💪💪
2022-07-02
2