MERTUAKU PETAKAKU
Sebagian cerita diadaptasi dari cerita-cerita rakyat, yang mana sering terjadi dikalangan masyarakat tempat author berasal, nama dan tempat kejadian sengaja tidak saya sebutkan. Tapi kalian pasti mengenal sosok urban yang bernama Kuyang dan Palasit berasal dari Kalimantan, yang terkenal dengan sebutan kota seribu air.
Selamat membaca!
Lara sangat bahagia bisa menikah dengan pemuda yang menjadi rebutan wanita-wanita sekecamatan tempatnya tinggal, ternyata Lara wanita yang paling beruntung bisa menjadi istrinya. Selain memiliki wajah tampan, suaminya juga keturunan dari keluarga berada dan terpandang.
Pernikahan Lara terjadi karena perjodohan, tapi ia sangat bahagia menerimanya, selain itu dirinya lebih bahagia karena Ibu mertuanya sendiri yang memilihnya sebagai menantu, menantu mana yang tak bahagia langsung diterima oleh mertua dalam keluarga besar mereka.
Ringkas cerita, perjanjian setelah menikah, Lara harus dibawa ke desa sebelah dimana suaminya tinggal, orang tuanya memang berat melepas putri semata wayang mereka untuk dibawa oleh keluarga sang suami. Tapi Lara menenangkan mereka dengan alasan dirinya sangat bahagia dengan pernikahan ini, dan ia bersedia untuk tinggal dirumah suaminya bersama orang tua dan saudaranya.
"Lara, sebenarnya mama tak tega melepas kepergianmu". Ucap Mama Hanum memelas.
"Mama tidak boleh begitu, lagi pula desa mereka masih satu kecamatan dengan desa kita, aku berjanji akan selalu menjenguk kalian". Ucapku menenangkan mamaku tersayang.
"Lara, mari kita pulang!". Bunda Najah ibu mertuaku mengajakku pulang bersamanya.
"Iya bunda, ayo!?". Dengan riang Lara membalasnya. "Ma, Ayah, Lara ikut bunda Najah ya?!"
Kedua orang tua Lara mengangguk, ayahnya masih bisa menerima kepergiannya, namun sang mama terlihat tidak mengikhlaskannya. Tapi Lara sudah bersuami, dan sudah kewajibannya untuk menjalankan tanggung jawab sebagai istri. Lara menghampiri mama Hanum, ia mencium keningnya sambil pamit, tangan beliau enggan melepas tangannya, kemudian bunda Najah menariknya pelan seraya membujuk mama Hanum agar tidak bersedih.
"Hanum, kau tak perlu cemas! Aku berjanji akan menjaga Putrimu, dan tak akan membiarkannya bersedih!". Bunda Najah turut membujuk mama.
Dengan berat mama Hanum merelakan Lara ikut dengan keluarga suaminya, mereka pun keluar rumah menuju Mobil sang mertua. Beberapa orang tetangga menyaksikan keberangkatan Lara sambil bisik-bisik pelan, ia tak menghiraukan apapun ucapan mereka, karena menurutnya Bunda Najah adalah wanita terhormat dan baik.
Mobil berjalan perlahan, Lara mendadah mama dan ayahnya yang berdiri di halaman rumah melepas kepergiannya. Mobil meluncur lama-lama melaju, suami Lara sudah pulang terlebih dulu sehari setelah pernikahan karena ada urusan penting dikota, hingga akhirnya ibu mertua Lara datang menjemputnya untuk pulang ke rumah mereka. Tak lama kemudian, mereka sudah tiba di rumah suami Lara. Saudara bungsu suami Lara datang membantu mereka menurunkan tas miliknya dan membawanya masuk kedalam rumah.
"Bunda, berikan tas kak Lara padaku!" Fadil mengambil tas dari tangan ibunya.
"Bawa masuk kedalam rumah, ya! Nanti Lara yang akan membawa kekamarnya!" ucap Bunda Najah.
"Baik, bunda!" dengan patuh Fadil menurut, Fadil menghilang kedalam rumah yang dari luar nampak suasana temaram tak disinari cahaya lampu.
" Lara, ayo masuk!" bunda Najah mengajakku masuk.
Lara mengangguk dengan senyuman kearahnya seraya mengikutinya masuk kedalam rumah, tiba-tiba saja bulu kuduk Lara berdiri, entah ada hawa mistis apa yang menghampirinya sejak awal dirinya melangkahkan kaki masuk kedalam rumah suaminya.
Bunda Najah memergoki Lara yang sedang kebingungan, ia tersenyum lembut kearah Lara seraya menarik tangannya dan mengajaknya masuk.
"Bunda, kenapa tidak menyalakan lampu?" Lara penasaran sehingga bertanya karena rumah mereka tidak diterangi sinar lampu sama sekali.
"Kami suka suasana temaram, karena lebih dingin daripada terkena sinar cahaya yang membuat ruangan menjadi panas, apalagi disaat musim panas seperti ini". Bunda Najah menjelaskan alasan mengapa rumah mereka gelap dan temaram.
Lara mencoba membenarkan penjelasan mertuanya, karena dengan suasana gelap, ruangan akan terasa sejuk dan dingin. Tapi jauh didalam hati kecilnya berbisik, ada sesuatu yang tak beres dirumah ini.
Sebelum menikah, Lara tak pernah kesini, hanya tahu dari orang-orang tentang rumah besar dan megah mereka, dan semua upacara pernikahan kami diadakan di desaku, karena bunda Najah tak ingin repot bolak balik dari desaku kedesanya meskipun tidak jauh. Lagi pula kondisi beliau sedang sakit-sakitan, kakinya mulai tak normal karena kolestrol yang dialaminya, sehingga membuatnya berjalan seperti orang (maaf) pincang. Meski begitu, keanggunan dan kecantikam beliau masih nampak.
Konon, beliau dikabarkan wanita yang sangat cantik dan awet muda di desanya, matanya tajam, senyum dan wajahnya berwibawa, kalau bicara banyak yang simpati, apapun keputusan yang dibuat beliau pasti disetujui warga termasuk petua kampung. Bayangkan, ibu mertua Lara mempunyai kedudukan penting di desanya. Lara turut bangga dengan semua itu.
"Lara, malam ini kau akan tidur sendiri, Fadli suamimu datang besok pagi, karena urusan tugas di kota baru selesai malam jam delapan nanti, setelahnya dia akan kembali".
"Baik bunda!" Ucap Lara berusaha tenang.
Dada Lara berdegup kencang, tak menduga malam pertama di rumah asing dan megah ini harus tidur sendiri, meski rumah suaminya, namun ia masih baru disini. Awal tantangan bagi Lara, terutama ia tak suka kegelapan.
"Karena kau masih baru disini, kau tak perlu memasak buat makan malam, bunda sudah meminta Fadil untuk membeli makanan diwarung, sekarang kau boleh beristirahat sambil menata baju-bajumu kedalam lemari, silakan!!" Bunda Najah menyuruhku kekamar.
"Baiklah bunda, aku akan menata baju-bajuku dulu!" Lara pamit masuk kekamar.
Bau apek, amis, dan tak sedap serta lembab menusuk hidung Lara, entah dari kamar siapa itu?! Tapi sejak ia masuk, bau tak sedap itu sudah mengganggu indra penciumannya. Brakkkkk....!!!
"Aaaaaa.. si..si..siapa disana?!" Lara berteriak kaget ketika masuk kamar suaminya.
Meaaaw, ternyata seekor kucing coklat kehitaman dengan mata tajam keluar dari kolong ranjang, entah dari mana datangnya, yang pasti dia seperti terjatuh dari atas. Jantung Lara hampir copot dibuatnya, "Oops empus, kalau ingin membuatku kaget jangan begini, deh!" Ucap Lara sambil mengelus dada.
Tak sampai disitu, tiba-tiba Lara mendengar suara aneh entah dari mana, tapi telinganya jelas mendengarnya meski sayup-sayup. Suara itu seperti seseorang sedang menyantap makanan dengan lahap dengan berdecak-decak saking nikmatnya, alih-alih makanan lezat, Lara malah mencium bau amis darah segar.
Kalian pasti kaget, kamar pengantin baru biasanya berbau harum dengan aroma wewangian bunga atau perfume, tapi tidak dengan kamar pengantin Lara, ia seolah datang ketempat yang sudah lama tak berpenghuni. Tapi Lara tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
"Mungkin suamiku sibuk dengan tugasnya yang sering keluar kota, sehingga tak sempat bersih-bersih kamarnya apalagi menghias kamar pengantin untuk malam pertama kami!" Gumam Lara dalam hati. "Dan aku memahami keadaan Bunda Najah yang mulai sakit-sakitan diusianya yang mulai senja, beliau janda. Ayah dari suamiku sudah lama menikah dengan wanita lain, dan menetap dikota lain dengan keluarga barunya!
Sedangkan Fadil, adik bungsu suamiku yang jarang dirumah karena sekolah dan suka kumpul-kumpul dengan pemuda seumurannya!" Lara bercerita dalam hati pada dirinya sendiri.
Kalian pasti sudah tahu bagaimana nantinya? Berarti Lara dan ibu mertuanya akan sering tinggal berduaan dirumah besar dan mewah tapi nampak angker itu.
Melihat keadaan rumah megah yang nampak usang ini, Lara berniat akan membuatnya menjadi indah meski ibu mertuanya tak suka cahaya lampu, setidaknya Lara berjanji akan membersihkan debu dan sarang laba-laba yang mulai bersarang di pojok demi pojok rumah. Yang Lata heran, orang sekaya mereka kenapa tidak membayar pesuruh buat membersihkan rumah sebesar itu.
"Ah sudahlah, aku tak mau ambil pusing dengan hal-hal sepele ini, aku berjanji akan memulai kehidupan yang indah dirumah baruku, rumah suamiku!" Lara bertekad dalam hati.
Malam pengantin Lara lalui sendiri, tak ada kejadian janggal, hanya saja tengah malam ia mendengar seperti ada orang yang keluar menuju genteng, dan suara yang sama kembali terdengar sebelum subuh. Tapi Lara berusaha tenang, paling-paling kucing yang keluar masuk rumah.
Dua bulan Lara dirumah suaminya, terkadang ia berkunjung kerumah orang tuanya, pernikahannya berjalan normal dan lancar layaknya rumah tangga lainnya. Lara beruntung meski tidak berpacaran, tapi suaminya orang yang sangat bertanggung jawab dan baik.
Dan saat memasuki bulan ketiga pernikahan, mereka dikejutkan dengan kabar gembira, Larat hamil.
"Sayang, jangan bekerja yang berat-berat, ya?! Kau sedang mengandung!" Fadli menasihati Lara dengan lembut.
"Tentu saja, tapi aku bisa jaga diri, jangan cemas!". Ucap Lara tersenyum.
"Nanti taruh bawang merah, cermin kecil dan jarum atau gunting di bawah bantalmu!" Fadli meminta Lara melakukan semua itu.
Lara terkejut, seketika jantungnya sesak, karena ia tahu adat tradisi di tempat mereka dengan adanya benda-benda seperti itu pasti untuk mengusir makhluk jahat manusia jadi-jadian, pemilik ilmu hitam buat pemikat dan pengasih, siapapun akan tunduk pada orang itu.
"Memangnya ada kuyang disini, sayang?" Lara bertanya penasaran, Fadli langsung menutup mulut Lara dengan jarinya sambil berbisik pelan.. .
"Hanya berjaga-jaga sayang! Aku tak ingin bayi kita diganggu oleh makhluk jahat itu" timpal Fadli.
"Tapi kau sudah membuat aku sangat takut." Lara meringis ketakutan.
"Didalam satu desa di kecamatan kita pasti ada orang yang memiliki ilmu itu kan?! Apalagi kau asing di desa ini, jadi tak salahnya aku khawatir". Fadli menjelaskan alasannya.
"Tapi benar juga, apa salahnya aku mengikuti anjuranmu!" Timpal Lara.
Kehamilan Lara sudah menginjak minggu kedua, Fadli sering keluar kota, dan Fadil pulang larut malam, kadang subuh baru kembali kerumah, sehingga Lara hanya berdua dirumah dengan bunda Najah. Keadaan rumah masih sama seperti awal kedatangannya, Bunda Najah melarang Lara bersih-bersih dengan alasan tak ingin memindah dan merubah tatanan barang dan furnitur dirumahnya. Meski Lara merasa engap, tapi ia tak berhak membangkangnya.
"Ya sudah, biarkan rumah megah ini dengan keadaan lumayan jorok dan lembab. Sedangkan kamarku, kubiasakan tiap hari membersihkannya, setidaknya aku tidur diruangan bersih dan asri." Ungkap Lara pada dirinya sendiri.
"Lara, hari ini tak ada penjual ikan yang lewat, maukah kau memasak untuk makan siang nanti? Nasi putih dengan lauk 'iwak wadi' (ikan yang diasinkan tapi tidak dijemur, melainkan direndam dalam wadah berisi air garam) yang ada dibelanga hijau?"
"Baik bunda, aku sangat menyukai iwak wadi tersebut, pasti aku akan makan banyak hari ini". Balas Lara dengan senang hati.
Orang didaerah tempat Lara tinggal pasti tahu apa itu 'iwak wadi', lauk yang sangat lezat ditaburi bawang merah goreng, enak dimakan dengan nasi putih hangat ditemani Mentimun atau Semangka.
Lara bergegas kedapur dan mulai menanak nasi, sedangkan bunda Najah berada didalam kamarnya, karena sakitnya mulai kambuh sehingga membuatnya kurang bisa beraktifitas.
Lara mulai memanaskan wajan untuk menggoreng 'iwak wadi' seraya mengambil 'iwak wadi' tersebut dari dalam belanga kaca berwarna hijau peninggalan jaman dulu. Tangan Lara mencoba mengais 'iwak wadi' yang bercampur air garam di dalam belanga, namun ia tak menemukan ikan satupun. Lara tak ingin berprasangka macam-macam, tapi nalurinya berkata lain.
"Disini tak ada ikan sama sekali!" Gumamnya dalam hati.
Lara kembali mengais isi belanga yang tak nampak apa-apa olehnya, karena ketebalan belanga dan warna hijau ditambah ruangan yang temaram. Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Lara mengambil saringan, kemudian ia menangkap satu persatu isi yang ada didalam belanga tersebut.
Mata Lara terbelalak, bukan 'iwak wadi' yang dia temukan, tapi benda-benda panjang seperti perut kambing, kepala Lara mulai pusing dan mual. Tapi Lara tak mau mengganggu ibu mertuanya, ia kembali mencari 'iwak wadi' tersebut ke dalam belanga lain, karena disitu ada tiga belanga yang sama berjejer rapi.
Belanga kedua isinya sama, semua nampak seperti isi perut kambing, panjang-panjang, berlilit-lilit dengan warna pucat pasi karena diawetkan dengan air garam. Lara masih diam, tak ingin menanyakannya pada bunda Najah.
Tak putus asa, Lara kembali mencari 'iwak wadi' kedalam belanga ketiga, nihil. Isinya sama semuanya, Lara mulai heran dan bertanya-tanya.
"Mengapa keluarga ini mengawetkan perut kambing?!" Celetuk Lara heran.
Karena penasaran, Lara mengambil wadah dan memasukkan sebagian perut kambing tersebut untuk diperlihatkan pada bunda Najah.
"Bunda, aku tak menemukan iwak wadi yang bunda maksud, isi ketiga belanga itu perut kambing semua!" Ucapku memberitahu bunda Najah.
Bunda Najah terbelalak, seraya merampas wadah yang berisi perut kambing tersebut dan melahapnya mentah-mentah sambil mendengus seperti orang kelaparan. "Hmmmm segarrr, lezatnya tembuni (ari-ari) ini" Ucap bunda Najah.
Lara terkejut tiada terkira, ternyata yang dipegang-pegangnya tadi adalah tembuni, bagian dari organ bayi yang baru lahir, pikirannya mulai berhalusinasi macam-macam.
"Kau lancang sekali! Mengapa kau memancing-mancingku dengan membawa tembuni-tembuni ini?!" Tanya Bunda Najah kasar pada Lara, baru kali ini beliau membentaknya.
Lara tak menjawab, karena pikirannya dipenuhi berjuta macam pertanyaan dan rasa, ketakutan dan terkejut.
"Ternyata ibu mertuaku adalah KUYANG, manusia jadi-jadian yang menganut ilmu hitam demi pengasihan, pemikat, kecantikan dan wibawa yang dimilikinya. Aku tak pernah menyangka semua itu!" Lara terheran-heran melihat mertuanya melahap ari-ari itu.
Lara syok dan bingung harus bagaimana, apalagi ia sedang hamil, akankah beliau menumbalkan calon cucunya juga?! Lara mulai tak karuan, karena ia tahu seorang kuyang akan meminum dar*h orang hamil, menstruasi dan memakan ari-ari bayi bahkan bisa menindih orang yang sensitive, hingga memakan organ dalam tub*h tempatnya bersarang tersebut. Membayangkannya saja Lara merasa ngeri, apalagi terjadi padanya, dan makhluk itu sekarang ada didepan matanya, Lara ingin menjerit keras.
Fadli datang dari tugasnya, ia menghampiri Lara dan ibunya karena mendengar sang ibu yang sedang memarahi Lara.
"Lihat, istrimu sangat lancang, dia membuka aibku disiang bolong". Ucap Bunda Najah ketus kearah Fadli.
Fadli terbelalak, dan perlahan memegangi rambutnya sambil mengacak-ngacaknya, mungkin bingung karena Lara mengetahui jati diri ibunya yang sebenarnya.
"Bundaaa!" Fadli berteriak histeris entah ingin mengucapkan kalimat apa, pastinya ia serba salah didepan Lara.
Lara yang masih terkejut menjadi lunglai, ternyata selama ini dirinya serumah dengan seorang 'kuyang', manusia penghisap dar*h, dan pemangsa org*n dalam tub*h wanita yang lagi hamil. Rasanya Lara ingin lari dari kenyataan saja, tapi hubungannya dengan keluarga ini makin erat karena sebentar lagi darah daging mereka akan lahir dari rahimnya.
Iya kalau memang terlahir, apakah neneknya mampu menahan napsunya untuk tidak mem*ngsa calon cucunya nanti? Lara sangat bersedih menerima kenyataan hidupnya yang rumit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Penelop3
sereeeem
2023-05-23
0
Air√
wadi pepuyu
2023-03-25
0
Air√
langsung tertarik baca part pertama..
hallo Banjarmasin
2023-03-25
0