Berhari-hari Lara menangis dan bersedih, tak menyangka Fadli tega menduakannya, ia baru sadar Fadli jarang pulang ternyata disana ada yang menemaninya, dan Lara ingat dengan wangi parfum dengan aroma yang sama.
Kebetulan pekan ini Fadli tak pulang, Lara tak peduli, ia tahu disana Fadli lebih bahagia dengan wanita kota yang pasti cantik dan lebih modern dari dirinya.
Lara berpikir ingin pulang kerumah orang tuanya, tapi disisi lain ia tak tega meninggalkan Bunda Najah yang tergeletak tak berdaya meski ada Bi Leha yang menjaganya, tapi bukan hak beliau untuk ada setiap saat.
"Lara, apa yang akan kamu lakuin jika Fadli pulang nanti?" tanya Bi Leha pada Lara.
"Aku minta cerai aja, Bi!" jawab Lara singkat.
"Jangan!" Larang Bi Leha.
"Tapi aku gak mau dimadu, Bi!" Balas Lara sendu.
"Rebut kembali suamimu dari wanita itu!" Perintah Bi Leha.
"Aku gak punya nyali untuk bersaing, Bi! Lebih baik aku mundur!" ungkap Lara.
"Jangan menyerah, kamu sedang hamil, perjuangin hak anakmu sebagai penerus keturunan keluarga ini!" jelas Bi Leha.
"Aku akan rawat anakku sendiri tanpa Fadli dan keluarganya!" Lara bertekad mengurus anaknya nanti meski sebagai single parent.
"Apa kamu gak kasian dengan nasib anakmu? Suatu saat nanti dia pasti membutuhkan ayahnya!" Bi Leha berusaha mempertahankan rumah tangga Lara agar tidak hancur.
Lara termenung meresapi ucapan Bi Leha, benar adanya karena anaknya nanti pasti membutuhkan kasih sayang dan tanggung jawab seorang ayah, apalagi jika anaknya perempuan.
Tekadnya untuk menjadi single parent sepertinya akan ia urungkan, karena keegoisannya akan menjadi mala petaka bagi anaknya nanti. Lara menarik kembali ucapannya dan berniat ingin bertahan dalam keadaan bagaimanapun.
"Akan aku perjuangkan hak anakku, Bi!" Ucap Lara.
"Kamu harus kuat! Jangan sampai terpuruk oleh keadaan." Bi Leha menyemangati Lara. "Fadli gak punya otak, istri dirumah susah payah merawat orang tuanya, sedangkankan disana dia bersenang-senang dengan wanita lain! Awas nanti kalo pulang akan aku beri pelajaran, benar-benar gak tau diri." Bi Leha menggereget marah pada Fadli.
Lara menarik napas dalam-dalam berusaha tegar meski dia sangat rapuh dan terpuruk, impiannya tinggal dikota suatu saat nanti sirna seketika, pudar setelah mendengar Fadli beristri lagi. Semula ia berharap jika bunda Najah sembuh, ia akan menyusul Fadli kekota, namun angannya lenyap sebelum jadi nyata. Lara menghapus butiran air mata yang membasahi pipinya.
Fadil tak punya keberanian untuk menjelaskan tentang perihal pernikahan Fadli, ia memilih kembali kekota padahal liburan semester belum berakhir.
Kondisi bunda Najah tak ada perkembangan, tetap seperti sedia kala, warga memprediksi keadaan beliau akan selamanya seperti itu selama ilmu hitam miliknya masih belum diwariskan pada orang lain.
Lara sebenarnya sudah lelah tiap hari berjumpa dengan kutu Baga, belatung dan aroma-aroma tak sedap yang dikeluarkan dari tubuh mertuanya. Namun Lara masih berbakti pada sang mertua meski telah diduakan suaminya, mungkin wanita lain tak akan sanggup berada di posisi Lara, entah apa yang membuat Lara bisa bertahan sebagai istri dan menantu dirumah itu.
Anak! Ya, itulah alasan utama Lara sehingga tetap mempertahankan rumah tangganya.
Sebulan berlalu setelah Lara mengetahui pernikahan Fadli, selama itu pula Fadli tidak berkunjung ke desa, ia berpesan pada seorang warga yang berprofesi sebagai supir antar kabupaten bahwa dirinya tak bisa pulang kampung karena tugas tak bisa ditinggalkan. Lara tahu alasan Fadli berbohong, itu karena Fadli sedang dimabuk cinta dengan istri mudanya.
Lara sangat kecewa dengan sikap Fadli yang makin dingin dan lepas tanggung jawab, ia membenarkan ucapan Bi Leha untuk bisa merebut kembali suaminya dari istri mudanya.
Awalnya Lara membiarkan Fadli tak pulang, hingga akhirnya Fadli terbiasa berbohong, kehamilannya sudah berjalan 9 bulan, sebentar lagi ia melahirkan, kali ini tak ada teror kuyang baik dari bunda Najah, atau kuyang warga desa, maupun desa tetangga. Janinnya aman namun hati dan perasaannya yang tidak aman.
Akhir pekan telah tiba, Lara tak sebahagia dulu menanti hari Sabtu, kini hari itu baginya tak bedanya dengan hari-hari biasa, kekasihnya sudah tak ada lagi, meskipun datang namun itu bukan untuknya.
Setelah sebulan tidak berkunjung, Fadli pun datang. Ia masuk kerumah seperti biasanya, karena ia tak mengetahui bahwa Lara telah mendengar kabar pernikahannya.
"Sayang, maafin aku gak bisa datang sebulanan, tugas kantor banyak banget, sampai aku gak bisa ambil istirahat" bohong Fadli pada Lara.
"Gak apa-apa, yang penting kamu baik-baik dan sehat aja disana!" ucap Lara tersenyum semu.
"Kenapa kamu murung? Biasanya ceria! Apakah kamu sakit?" tanya Fadli sembari meraba dahi Lara memastikan apakah istrinya baik-baik saja.
"Aku sehat-sehat aja!" jawab Lara pendek.
"Kalo kamu sakit, ntar aku bawa ke rumah sakit! Atau jangan-jangan kamu akan lahiran?!" Ucap Fadli antara bingung dan bahagia.
"Masih dua minggu lagi! Predeksi dokter, akhir bulan nanti aku lahiran!" Jelas Lara namun tak bersemangat yang dapat dirasakan oleh Fadli.
"Kamu keliatannya capek, atau gak enak badan? Matamu sayu gak bergairah gitu, ayo rebahan! Gak usah masak hari ini, nanti beli diluar!" Fadli menyarankan agar Lara tak banyak bekerja.
"Iya, aku memang gak masak hari ini!" ucap Lara datar.
"Bi Leha mana? Pulang?" Tanya Fadli.
"Ya emang gak seharusnya beliau disini, cuma karena kasian aja sama aku dan bunda, jadi beliau bersedia nginap! Berhubung kamu datang, beliau pulang nengok cucunya!" jelas Lara.
"Hmmm aku banyak berhutang budi sama Bi Leha, dia baik sekali!" Gumam Fadli tak menyadari apa yang terjadi pada Bi Leha sejak beliau tahu dirinya beristri.
"Ya udah, aku kekamar mandi dulu nyuci baju bunda, banyak banget belum sempat cuci!" Lara pamit tak seperti biasanya duduk menemani Fadli.
"Nanti aja, sayang! Aku kangen sama kamu, duduk temani aku deh!" pinta Fadli seolah paling setia.
"Gak bisa, baju bunda udah lama numpuk!" Lara menolak dan pergi kekamar mandi tanpa menoleh kearah Fadli.
Fadli memandanginya sampai masuk kekamar mandi, ia merasakan ada sesuatu yang aneh pada Lara, tapi karena apa?! Fadli tidak bisa menebak, "Apakah Lara tau aku menikah? Tidak mungkin, dia tau dari mana?" tanya Fadli dalam hati.
Fadli pergi menemui bunda Najah dikamarnya, sosok renta sang ibu sangat memprihatinkan, kaku bagai sebatang kayu mati tak berguna. Fadli hanya menatap sendu kearah ibunya yang kini tak berdaya lagi. "Arghrghrgrhgrh arghrghrgrhgrh arghrghrgrhgrh" bunda Najah menggeram.
"Bunda mau ngomong apa? Gak usah khawatirin Fadli, bunda yang tenang disini ya!" ucap Fadli pada sang ibu.
Fadli melihat kutu-kutu busuk merayap disambut bunda Najah, banyak sekali seperti bersarang disana, belum lagi belatung dikaki beliau, satu persatu keluar dari bawah ************ sang ibu, belatung itu keluar dari alat vitalnya. Entah itu azab atau efek ilmu hitam. Fadli tak habis pikir melihat keadaan ibunya.
Kebencian pada ayahnya datang lagi oleh keadaan bunda Najah yang mengerikan dan menjijikkan. "Ayah, seandainya kamu gak selingkuhin bunda, semua ini gak akan terjadi" batin Fadli dalam hati, tapi ia baru menyadari bahwa dirinya melakukan hal yang sama pada Lara. Bagaimana jika Lara tahu suatu saat nanti?!
Fadli bingung, ia membenci ayahnya, tapi dirinya sendiri melakukan apa yang telah dilakukan ayahnya terhadap ibunya. Jika ia tak bisa memaafkan ayahnya, berarti ia juga tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Fadli dalam dilema.
Malam Minggu dilalui Fadli tak seindah biasanya, ia merasa Lara sangat hambar padanya sejak awal kedatangannya sore tadi. "Mungkin Lara tahu aku beristri, hingga dia hambar padaku, tapi dia tahu dari siapa? Apakah Fadil datang kemarin menceritakan tentang pernikahanku?" muncul pertanyaan bertubi-tubi memenuhi benak Fadli. "Jika iya, emang sepantasnya Lara bertindak seperti itu padaku!" Fadli mulai kalut.
"Arghrghrgrhgrh arghrghrgrhgrh arghrghrgrhgrh" Geraman bunda Najah membuyarkan lamunan Fadli.
Kutu-kutu busuk berhamburan diwajah beliau, dengan susah payah Fadli membersihkannya, ia baru tahu begini rasanya Lara setiap hari mengurus ibunya yang kotor dan menjijikkan itu. Rasa bersalah yang teramat besar timbul dalam hatinya, menyesal telah menduakan istri yang begitu mencintainya, namun nasi telah menjadi bubur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sarita
laki ga punya otak
2024-02-29
0