Fadli kerumah sakit, namun tidak menemukan Lara dan keluarganya, dokter memberitahunya bahwa pasien yang bernama Lara Fadli Sulaiman sudah pulang. Fadli bergegas pergi dan segera menuju rumahnya sendiri, ia mengira Lara berada dirumahnya. Hal yang sama teulang, Fadli lagi-lagi tak menemukan Lara, yang ada hanya Bi Leha.
"Bi Leha, udah nengok Lara dan bayi?!" Sapa Fadli.
"Belum, gak ada yang jagain ibumu!" balas Bi Leha dengan wajah ditekuk.
"Yuk ikut aku nengok Lara!" ajak Fadli berusaha menghangatkan suasana.
"Nanti aja, ibumu gak mungkin ditinggal sendirian!" Bi Leha menolak ajakan Fadli.
"Aku akan minta tolong sama warga buat jagain bunda sebentar!" ucap Fadli seraya pergi mencari warga yang bersedia menjaga ibunya.
Fadli pergi keluar dan beberapa saat kemudian datang bersama seorang wanita, salah satu tetangga yang bersedia menjaga bunda Najah selama Bi Leha ikut dengan Fadli untuk menjenguk Lara.
Tak ingin buang-buang waktu, Fadli dan Bi Leha bergegas pergi kerumah orang tua Lara.
Tak lama berselang, Fadli dan Bi Leha tiba dirumah orang tua Lara, mereka disambut hangat oleh keluarga Lara tanpa mengingat perbuatan Fadli yang tega menduakan Lara, walau bagaimanapun juga dia adalah ayah dari bayi Lara.
Fadli menggendong dan menciumi bayinya penuh dengan kasih sayang, "Ah seandainya ayahmu bukan milik orang lain, betapa bahagianya aku memiliki keluarga kecil yang sempurna!" gumam Lara dalam hati.
"Maafkan aku sayang! Terima kasih udah memberiku malaikat kecil ini!" ucap Fadli mengecup kening Lara.
Lara tersentuh, namun kebenciannya pada Fadli kini jauh lebih besar dari cintanya, ia tak bergeming meski Fadli memperlakukannya penuh cinta, baginya itu hanya bayangan semu masa lalu. Lara tersenyum kecut.
"Nanti kamu pulang kan?" tanya Fadli khawatir Lara tak berbalik padanya.
"Menurutmu gimana? Kayaknya aku harus menggugat perceraian kita!" ucap Lara tegas.
"Aku masih cinta padamu, gak akan mungkin aku menceraikanmu!" ujar Fadli merayu.
"Alah, gombal! Lantas kalo masih cinta kenapa wanita itu sampai berhasil menaklukkanmu?" tanya Lara berapi-api.
"Aku kesepian disana, berhari-hari gak ketemu kamu! Daripada aku terjerumus kejalan salah, lebih baik aku menikahinya!" ucap Fadli beralasan.
"Alasanmu begitu klasik, kamu gak ingin terjerumus kejalan yang salah, tapi kamu udah membuatku melangkah kejalan yang salah!" ucap Lara ketus.
"Jangan Lara, jangan sampai kamu berbuat macam-macam!" pinta Fadli, ia faham apa maksud Lara yang setengah mengancamnya, ia berharap Lara tidak akan bertindak seperti bunda Najah kala di madu dulu.
"Berani berbuat, berani tanggung resiko!" Kata Lara datar.
"Aku benar-benar minta maaf, sayang! Sumpah aku nyesal banget, apakah kamu ingin aku menceraikan wanita itu?" Fadli meminta saran pada Lara.
Namun Lara tak bergeming, ia tak peduli dengan Fadli yang menghiba padanya, diluar sana keluarganya dan beberaoa tetangga sedang duduk berkumpul.
"Fadli, kita pulang yuk!" Ajak Bi Leha tiba-tiba.
"Sekarang, Bi?!" tanya Fadli, enggan pulang.
"Kasian Najah, belum tentu warga bisa menjaganya!" ucap Bi Leha seraya menggendong bayi Lara.
"Aku masih ingin disini dulu!" pinta Fadli.
"Baiklah, kalo gitu, aku pulang sendiri aja! Oh iya Lara, siapa nama bayimu?" tanya Bi Leha pada Lara.
"Nada!" ucap Lara singkat tanpa meminta pendapat pada Fadli.
"Wah nama yang bagus!" ucap Fadli menimpali tak menolak nama itu meski Lara tidak meminta saran padanya.
"Namanya bagus, cantik seperti ibunya!" ucap Bi Leha seraya menimang-nimang Nada.
Lara tak mau tahu, ia memutuskan menamai anaknya dengan nama Nada, ia merasa berhak menamainya tanpa minta pendapat suaminya, karena saat itu ia sedang marah. Fadli memakluminya, ia tak ingin menantang keinginan Lara.
"Aku pulang dulu, ya! Lara kapan kamu balik nak?!" tanya Bi Leha.
"Kalo udah benar-benar sembuh, Bi! Nada kemaren harus masuk ruang Nicu karena ada permasalahan pada pernafasannya, jadi aku gak berani buru-buru balik, kalo disini ada Mama yang membantuku merawat si kecil!" jawab Lara panjang lebar.
"Baiklah kalo itu demi kesehatan kalian, bibi pulang dulu ya?! Sehat-sehat kalian, makan yang teratur, jangan lupa minum vitamin!" Bi Leha berpesan.
Bi Leha keluar seraya minta antar Ivan pulang karena Fadli masih ingin bersama Lara. Fadli mengantar Bi Leha sampai kepekarangan.
"Jangan sia-siakan istrimu!" ucap Bi Leha tegas.
Fadli mengangguk, ia memikirkan bagaimana bersikap pada kedua istrinya, ia mencintai kedua-duanya, Lara memberinya keturunan, sedangkan Shinta tengah hamil muda. Fadli dalam dilema yang tak berkesudahan.
Fadli kembali masuk kekamar Lara, ia menemaninya sambil membantunya mengingatkan saatnya makan atau minum obat, tapi Lara tak bahagia, karena hatinya masih hancur berkeping-keping, dampaknya ia melahirkan belum saatnya, bersyukur dirinya dan sang bayi dalam keadaan selamat dan sehat.
"Jangan lama-lama marahnya dong!" ucap Fadli menggoyang-goyangkan bahu Lara.
"Kamu tega, bang! Gak nyangka, kukira setia, ternyata semua laki-laki gak beda!" ucap Lara, pipinya mulai basah.
Fadli menghapus air mata yang berjatuhan dikedua belah pipi Lara.
"Jangan nangis, aku jadi gak enak kalo kamu nangis!" Fadli memohon.
"Kamu yang menginginkan begini!" jawab Lara tak bergeming.
Keharmonisan rumah tangga mereka kini tinggal kenangan, Fadli sendiri yang telah merusaknya, mengikis harapan Lara ingin tinggal bersama suatu saat nanti.
Hari mulai gelap, Fadli memutuskan untuk menginap malam itu, meski Lara tak peduli dengannya, tapi ia mencoba mencairkan suasana yang begitu dingin.
Tapi kenyataan tak sesuai harapan Fadli, Lara bahkan tak mau tidur seranjang dengannya, ia terlanjur membencinya. Malam itu dilalui Fadli sangat panjang, ia tidak tidur semalaman hanya untuk memandangi dua orang yang dicintainya, Fadli tak lepas memandang mereka hingga menjelang subuh, sampai dirinya terlena.
"Nak, bangun! Katanya mau berangkat tugas hari ini?!" Mama Hanum membangunkan Fadli yang baru saja tertidur.
Fadli mengucek matanya, ia bangun dan bergegas kekamar mandi karena waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi, sedangkan ia harus masuk tugas jam sembilan siang nanti.
Fadli pamit pergi tanpa sarapan karena buru-buru, Lara sebenarnya menaruh iba padanya, tapi hatinya masih marah, ia pura-pura cuek pada Fadli padahal dilubuk hatinya yang paling dalam masih tersisa rasa cintanya.
"Ayahmu udah pergi, nak! Kamu yang pintar, ya! Jangan jadi anak nakal, kamu harus penurut pada orang tua!" Lara mengobrol dengan bayinya untuk melepas kegundahan hatinya.
Kelahiran Nada mampu menggantikan kesedihan Lara yang hampir sirna oleh emosi. Nada menjadi pelipur hati Lara, malaikat kecil pelipur lara.
"Sini nenek mandiin dulu, cucu nenek yang cantik!" Mama Hanum mengambil Nada dan memandikannya.
Kondisi Lara mulai membaik dan sudah bisa berjalan normal, ia tak ingin berlama-lama berbaring dikasur.
"Pake popok dulu, ya!? Nanti kalo udah gede baru pake gaun yang indah, biar seperti tuan putri yang cantik!" Mama Hanum nampak bahagia dengan cucu pertamanya.
Lara tersenyum melihat ibunya berbincang-bincang dengan Nada yang masih belum bisa buka mata.
"Gemes bangetttt, mwawawahhh!" Mama Hanum begitu menyayangi Nada.
Hari-hari Lara dilalui dengan canda tawa bersama bayinya yang masih merah, ia sedikit melupakan kegalauan yang sedang melanda hidupnya.
Nada si pelipur lara bagi hati Lara yang sedang hancur berkeping-keping... .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments