Semakin hari perburuan bangsa kuyang makin sulit, warga banyak mengerti tentang bagaimana mengatasi keresahan teror kuyang, mereka mulai waspada mengantisipasinya.
Bunda Najah rindu dengan Lara, ia meminta Fadli untuk mengantarnya menengok sang menantu di desa sebelah dirumah orang tuanya. Fadli ragu, ia khawatir ibunya tak bisa mengontrol napsunya dan ingin mencelaki istri dan calon bayinya seperti malam itu. Lara kini sudah hamil tua, tidak berapa lama lagi ia segera melahirkan.
"Bund, sebaiknya urungkan niat bunda menengok Lara!" pinta Fadli.
"Fadli, aku rindu menantuku!" jawab bunda Najah.
"Tapi bunda harus bisa jaga sikap dan mengontrol hawa napsu bunda nanti!" pesan Fadli merasa kurang yakin.
"Aku pasti bisa, nak!" ucap bunda Najah meyakinkan Fadli. "Sebentar saja, gak usah lama-lama!" tambah beliau.
Fadli tak bisa menolak permintaan ibunya yang sudah hampir tiga bulan tidak bertemu dengan Lara, ia menghidupkan mesin Mobil, dan mengajak sang ibu pergi kerumah istrinya.
"Aku pengen ngadain pengajian tujuh bulanan buat Lara, tapi dirumah kita!" usul bunda Najah di Mobil.
"Tapi siapa yang menyiapkan acaranya? Dirumah gak ada siapa-siapa!" tukas Fadli.
"Kamu bujuk Lara, ajak orang tuanya dan kerabat dekatnya menghadiri pengajian. Kalo kamu khawatir dengan Lara, setelah acara selesai antar dia kerumahnya! Soal persiapan dirumah, biar aku yang atur." ucap bunda Najah menyanggupi.
"Baiklah kalo itu mau bunda!" jawab Fadli menyetujui usul ibunya.
Fadli dan bunda Najah sudah tiba dirumah Lara, kedatangan mereka disambut ramah oleh orang tuanya meski mereka tahu siapa sosok yang datang, namun disisi lain dia adalah mertua anak mereka dan besan bagi mereka.
Setelah duduk dan berbincang-bincang, bunda Najah memulai membahas pengajian. Fadli membantu ibunya membujuk Lara dan keluarganya untuk menghadiri pengajian tersebut.
"Terima kasih telah mengundang kami semua, kami pasti datang!" ucap Mama Hanum.
"Aku senang kalian gak menolak undangan ini!" jawab bunda Najah. "Nanti Fadli akan menjemput kalian."
"Iya kak, terima kasih sekali lagi." sahut Mama Hanum.
"Sepertinya kami pamit dulu!" ucap bunda Najah tak enak berlama-lama.
Fadli dan Lara berdua dikamar sedang melepas rindu, keduanya masih ingin bersama untuk beberapa waktu, tapi Mama Hanum muncul memberitahu Fadli bahwa ibunya mengajak pulang.
"Sayang, aku pulang dulu ya?! Nanti aku jemput saat pengajian! Ucap Fadli yang masih merindukan Lara.
Lara mengangguk, ia juga masih ingin bersama suaminya.
"Ayo, nak pulang! Bunda harus mengurus proses acara pengajian!" ucap bunda Najah.
"Baik bu!" Fadli menuntun Lara keruang tengah, ia sengaja mengajaknya keluar.
"Kuantarin sampai depan pintu ya!?" ucap Lara.
Fadli menggandeng Lara berjalan kedepan seraya menggenggam tangannya lembut penuh kasih. Bunda Najah berjalan terseok-seok menahan sakit kakinya efek kolestrol yang dialaminya. Mama Hanum membantunya berjalan sampai ke Mobil.
"Jaga kesehatanmu, sayang!" pesan Fadli seraya meraba perut Lara yang membesar.
Lara tersenyum senang melihat Fadli begitu sayang dengan calon bayinya. Fadli bangkit dan masuk kemobil menyusul ibunya, kemudian mereka pergi.
Bi Ratih datang menemui Mama Hanum menanyakan perihal pengajian.
"Hanum, kamu berani ngajak Lara kerumah mertuanya?" tanya Bi Ratih.
"Fadli bilang setelah acara selesai dia langsung antar kita pulang!" jawab bunda Najah.
"Berarti gak nginap?" Bi Ratih bertanya lagi.
"Iya, gak perlu! Najah sendiri yang nyaranin gitu! Mungkin dia sadar diri." ucap Mama Hanum.
"Syukurlah kalo gitu, aku gak nyaman aja kalo sampe nginap!" ucap Bi Ratih menegaskan.
"Aku juga gak ngizinin Lara nginap disana!" balas Mama Hanum.
Keduanya sepakat pergi ke pengajian bersama kerabat yang lain.
Bunda Najah dibantu Fadli mengurus proses pengajian, mulai dari belanja, beres-beres rumah dan mempekerjakan tetangga untuk memasak buat dihidangkan di pengajian nanti.
"Beli air mineral gelas beberapa karton, teh manis, pisang Mehuli untuk cuci mulut, agar-agar dan puding serta kue-kue lainnya. Menu utama, nasi putih pakai lauk Opor Ayam, nasi kucing dengan telur, tambah menu soto untuk pilihan lain!" ucap Bunda Najah pada tetangga yang siap gotong royong.
Bunda Najah mempekerjakan tetangga sejak tiga hari sebelum acara, persiapannya sangat matang. Tak lupa membersihkan bagian ruangan depan, mengubahnya sementara dari suasana gelap dan remang-remang, padahal bukan tipe bunda Najah, ia tak menyukai cahaya.
"Fadli, undang ustaz dan ustazah untuk membimbing pengajian!" ucap bunda Najah.
"Sudah kubicarakan sama mereka, bund!" jawab Fadli.
Fadil datang membawa beberapa karton air mineral buat pengajian.
"Udah balik, nak?! Masih ada yang kurang, tisu dan kantong plastik, buat ngisi berkat tetangga nanti!" ucap bunda Najah.
"Aaah nanti besok aja, bund! Aku mau main dulu" Ucap Fadil bermalas-malasan.
"Terserah kapan, tapi jangan sampai lupa!" ucap bunda Najah.
Fadil mengangguk seraya masuk kekamarnya, Fadli sibuk beres-beres membantu tetangga diluar rumah.
Hari-H pun tiba, rumah Fadli nampak indah dan berseri hari itu dengan hiasan bernuansa putih dan krem, Fadli berangkat menuju rumah Lara untuk menjemputnya bersama keluarganya. Bunda Najah terharu, ia sebenarnya ingin menjalani hidup normal bersama keluarganya layaknya manusia biasa.
Mobil Fadli tiba dirumah Lara, disana Lara dan keluarganya sudah siap menunggu kedatangan Fadli. Tanpa membuang waktu, mereka segera berangkat menuju pengajian, Fadli sengaja menyetir mobilnya perlahan, agar Lara tidak merasa takut.
"Kamu cantik banget dengan balutan terusan panjang putih ini!" ucap Fadli memuji Lara.
"Terima kasih kamu menyukainya!" balas Lara tersenyum.
"Sumpah bagai sang bidadari!" puji Fadli sekali lagi.
"Aku jadi malu!" ucap Lara tersipu.
"Aku udah gak sabar menunggu kehadiran bayi kita!" ucap Fadli dengan mata berbinar.
"Sebentar lagi dia hadir!" ucap Lara penuh suka cita.
Fadli meraba perut Lara.
"Hati-hati bawa mobilnya, sayang!" tegur Lara.
Fadli kembali fokus menyetir mobilnya menuju kediamannya. Tak lama kemudian mereka sudah tiba disana, para undangan sudah hadir. Lara dan keluarga berbaur dengan mereka.
Pengajian langsung dimulai, Lara bahagia diperlakukan istimewa oleh suami dan keluarganya, hari itu ia berusaha melupakan sisi buruk sang mertua.
Acara berjalan lancar, para tetangga yang bekerja didapur mulai menyiapkan hidangan untuk para tamu undangan, Lara tidak dibolehkan melakukan apapun selain duduk manis didepan para tamu undangan, begitupula dengan keluarganya, mereka dilarang membantu tetangga. Kedatangan mereka bak raja, mereka diperlakukan dengan istimewa.
Hidangan bermacam-macam sudah siap diatas bufet, aroma lezat tercium semerbak membuat lapar tamu undangan. Para tamu bebas memilih menu yang tersedia.
"Tamu undangan yang kami hormati, terima kasih untuk bersedia hadir dalam acara pengajian tujuh bulan menantu saya, silakan menikmati hidangan yang kami sediakan!" ucap bu Najah mengajak para tamu menikmati hidangan.
Para tamu mulai menghampiri bufet yang sudah disediakan, mereka mulai menikmati hidangan.
"Hueeeeek!" seorang dari tamu tiba-tiba muntah.
Ada belatung pada makanan yang ada dalam piring miliknya, selain itu rasa makanan terasa hambar meski masih panas dan hangat.
"Sudah, bu! Gak usah ribut, nanti yang punya hajatan tersinggung, bisa bikin masalah!" ucap tamu disebelahnya menasihati pelan-pelan.
"Semua hidangan basi, apakah cuma aku yang ngerasa begitu?" tanyanya.
"Aku juga ngerasa begitu!" ucap yang lain.
"Mending kita pura-pura makan, terus cepat pulang!" ucap tamu lainnya.
"Benar juga, gak baik bikin keributan disini, apalagi mempermalukan tuan rumah!"
"Ayo buruan pulang!"
Beberapa tamu merasa makanan basi dan membusuk, padahal masih fresh dan baru di masak. Mereka yang menyadari hal itu memilih untuk tidak menyantap hidangan tersebut, mereka buru-buru berpamitan dengan berbagai alasan. Hanya ada beberapa tamu yang tak menyadaribakan hal itu.
Tapi tetangga di dapur yang bergotong royong juga merasakan hal yang sama, napsu makan mereka seketika hilang.
"Pasti makhluk jahat milik bunda Najah yang lakuin ini, makanan di ubek-ubek secara tak kasat mata! Semua basi, busuk dan rasanya hambar gak enak sama sekali!" ucap tetangga.
"Hush jangan sampe didengar yang punya hajatan!" ucap tetangga yang lain ketus.
"Iya, belajar dari masalah bu Sarinah sama bunda Najah, lebih baik jangan berurusan disini!"
"Tuh lihat, semua makanan dan opor berlendir dan basi! Gak masuk akal, padahal kita yang masak!"
"Ssstttt, kalo disuruh bawa pulang, bawa aja! Ntar kasihkan ke ayam pas udah sampe dirumah!"
Mereka sepakat untuk tidak membuat onar di acara pengajian, sama seperti tamu-tamu di depan. Para tamu pulang satu persatu, disusul tetangga, mereka pulang kerumah masing-masing.
Lara dan keluarga turut merasakan apa yang dialami tamu dan tetangga, ia jadi tak enak dengan keluarganya. Lara menemui Fadli untuk cepat-cepat mengantarnya pulang.
"Sayang, lebih baik antar kami pulang!" pinta Lara.
"Kalian gak kenapa-napa kan? Kudengar tetangga bisik-bisik mempersoalkan hidangan yang basi dan berbau busuk!" ucap Fadli sedih.
"Kami merasakannya, tapi lebih baik gak usah kasih tau bunda! Mending antar kami pulang, maag Bi Ratih kambuh karena terlambat makan!" jelas Lara.
"Baiklah, mari aku antar kalian pulang!" Fadli mengajak Lara dan keluarga untuk pulang.
Lara dan keluarga pamit pada bunda Najah.
"Saleha, kasih mereka berkat beberapa kantong plastik!" ucap bunda Najah pada temannya.
"Udah aku kasihkan sama Fadli!" Ucap Bi Saleha.
Fadli dan Lara bersama keluarga sudah menuju rumah. Tamu dan tetangga juga pulang kerumah masing-masing, tinggal Bi Saleha teman dekat bunda Najah.
"Najah, kamu gak sadar tamu pada gak makan?! tanya Bi Saleha.
"Gak, emang kenapa?" tanya bunda Najah.
"Semua hidangan bau busuk dan basi! Bahkan ada tamu yang muntah di depan!" jelas Bi Saleha memberitahu.
"Ini bukan rencanaku, tapi mungkin makhluk-makhluk tak kasat mata yang sering membantuku sedang bermain-main dengan hidangan!" ucap bunda Najah.
"Gak mau tau siapa yang lakuin, tapi tetangga menyadari bahwa hidangan gak layak di makan!" ucap Bu Saleha.
"Sudah ku duga sih, tapi sudahlah, bukan keinginanku!" ucap bunda Najah tak ambil pusing.
"Lebih baik lain kali tak perlu bikin acara beginian, daripada kamu jadi gak enak!" bi Saleha menimpali.
Bunda Najah mengangguk, berjanji tak akan melakukan hal yang sama.
Sebagian tetangga menggunjing kejadian di acara pengajian, kabar itu menyebar keseluruh pelosok desa, mereka tak heran, karena bunda Najah bukan manusia sembarangan, tapi manusia jadi-jadian
Tetangga yang terlanjur menyantap hidangan di pengajian mendadak sakit, tak berhenti muntah-muntah, mungkin tersugesti oleh pembicaraan warga yang beredar di desa.
Beberapa dari mereka ada yang sampai di rawat di rumah sakit, karena kehilangan napsu makan berhari-hari sepulangnya dari pengajian. Bahkan diantara meraka ada yang muntah belatung.
Setelah itu warga jera makan apapun dari rumah bunda Najah, apalagi mereka tau beliau suka mengawetkan temb*ni bayi didalam belanga dirumahnya.
"Aku pernah kerja dirumah bunda Najah, waktu beliau masih muda, aku sedang memperbaiki atap rumah, tiba-tiba aku melihat beliau sedang membersihkan ikan, dan memakan mentah perut-perut ikan yang dibersihkannya!" ucap seorang pria di kedai sambil minum teh.
"Ada juga yang liat leher beliau berkalungkan ular!" ucap yang lainnya menimpali.
"Manusia normal akan melihat ular itu sebagai selendang panjang di lehernya! Padahal itu ular, teman setia beliau!" jelasnya.
"Dan di leher beliau itu ada goresan melingkar, tempat minyak kuyang di oles di leher, agar bisa berpisah dari badannya saat mau beraksi!"
"Nah aku pernah liat beliau gak pake selendang dileher, goresan melingkar itu sangat nampak, persis kayak orang gant*ng diri. Warnanya agak kebiru-biruan, tapi ternyata itu tempat melepas kepalanya dari badan!"
"Hey seram banget! Kok menantunya sanggup serumah dengan makhluk seperti itu!"
"Mungkin dia juga tertekan, mana ada yang tau?!"
"Benar, makanya dia pulang kerumah orang tuanya!"
"Kabarnya sang menantu sering mendengar suara-suara aneh setiap malam!"
"Pasti itu saat mertuanya pergi dan pulang mencari mangsa!"
"Dan rumah nya berbau amis!"
"Emang udah ciri khas rumah kuyang!"
"Lebih baik hati-hati, beliau itu tegaan! Waktu bermasalah sama bu Sarinah kemarin sampe dibuat separah itu! Tapi gak ada bukti jelas, makanya gak bisa di proses secara hukum!"
"Iya, selain itu ilmunya sangat tinggi, tapi dengar-dengar beliau pernah jatuh baru-baru ini, malah gak bisa pulang, untung diantar oleh pemuda-pemuda desa tetangga."
"Tapi kita gak tega kalo sampe bikin beliau begitu, yang ada beliau dendam, dan anak istri kita yang jadi mangsa suatu saat nanti!
"Makanya aku lebih memilih acuh tak acuh daripada sok tahu dan ngurusin urusan beliau, tapi tetap waspada!"
"Dulu pas aku hamil, kan pagi-pagi aku udah bangun merebus air, terus bikin pisang goreng. Nah, beliau datang waktu masih pagi dan gelap. Beliau ngelus-ngelus perutku, besoknya aku sakit perut dan keguguran. Aku curiga beliau yang ganggu janina, tapi aku hanya diam karena gak mau bermasalah!" ucap tukang warung menceritakan pengalamannya dahulu.
"Sebenarnya sangat meresahkan, tapi lahan-lahan di desa ini semua milik beliau, warga gak bisa bertindak karena mencari sesuap nasi di atas lahan-lahan milik beliau!"
"Ada sisi baik dan buruknya, sayang sekali beliau melakukan hal bodoh seperti itu, seandainya dulu gak perlu balajar ilmu kuyang ini, pasti hidup beliau akan tentram dan sejahtera."
Warga tak henti-hentinya membicarakan bunda Najah, sepertinya selalu ada hal yang bisa untuk dijadikan bahasan kala mereka mengobrol diwarung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
mochamad ribut
up up
2022-07-29
0
mochamad ribut
up
2022-07-29
0