Malam berlalu cepat, Lara terbangun mendengar ayam berkokok, diluar masih gelap namun adzan Subuh sudah berkumandang.
"Sayang, mandi yuk!" Bisik Lara pada Fadli yang tertidur pulas tanpa dibalut sehelai benangpun, Lara menyelimuti suaminya seraya beranjak dari tempat tidur.
Fadli menarik lengan Lara, tak mengizinkannya pergi, ia membelai lembut lengan molek nan mulus itu, Lara luluh lantak, dia terduduk mengurungkan niatnya pergi kekamar mandi, ia membiarkan Fadli kembali bergerilya menjelajahi dirinya. Lara perlahan tenggelam dalam lautan cinta yang dibentangkan Fadli, keduanya kembali menyelam bersama menikmati indahnya asmara.
"Sayang... yuk... !" Lara berniat mengajak Fadli mandi, tapi Fadli mengurungnya dalam dekapan cintanya, Lara makin tenggelam kedasar laut cinta Fadli yang terdalam hingga keduanya hampir saja kesiangan untuk sholat Subuh.
Pagi telah menggantikan malam yang gelap, Lara sudah menyiapkan sarapan dimeja makan, Fadli datang menghampiri meja makan tak sabar menyantap sarapan yang sangat lezat buatan istrinya itu.
"Fadil mana?" Tanya Fadli.
"Dari kemaren gak pulang-pulang!" Jawab Lara singkat.
"Anak muda memang lupa pulang!" Gerutu Fadli.
"Kau juga sama saja!" Goda Lara.
"Tapi aku tidak pernah begini, lupa pulang!" Ucap Fadli membela diri.
"Iya, iya aku percaya!" Lara menyudahi debat kecil mereka seraya menyodorkan piring berisi nasi goreng. "Ayo, sarapan!"
Fadli menyantap nasi goreng lezat buatan Lara dengan lahap, setidaknya ia lupa kemana ibunya yang sudah beberapa hari menghilang.
"Sayang, bagaimana jika mulai sekarang aku antar kau kerumah orang tuamu, ini demi keselamatanmu dan bayi kita?!" Fadli membuka pembicaraan yang sebenarnya berat sekali baginya untuk berpisah dengan Lara meski cuma sementara.
Lara tidak menjawab, hal sama dirasakannya, tak sanggup jauh dari suaminya. Tapi ibarat buah simalakama, dimakan mati bapak, gak dimakan mati emak.
"Menurutmu bagaimana yang terbaik saja!" jawab Lara.
"Kurasa ini yang terbaik, aku pasti menjengukmu, lagi pula jarak kita tidak begitu jauh! Tapi aku tidak bisa ikut bersamamu, karena aku tak mungkin meninggalkan bunda sendiri!" Fadli dilanda kebingungan.
"Aku tidak bisa jauh darimu!" Ucap Lara dengan jujur.
"Aku juga, tapi demi anak kita dan keselamatan kalian juga! Kau tahu sendiri bagaimana saat dirasuk olah Palasik si kuyang muda orang hilir itu!? Aku takut dia kembali lagi, biasanya tidak sekali dua, naudzubillah!!!" Fadli sangat khawatir pada Lara dan calon anak mereka.
"Baiklah, walau sebenarnya aku tidak rela kita harus berjauhan!" Lara menangis tersedu.
Fadli mendekati Lara seraya merangkulnya dengan erat, Lara menangis sejadi-jadinya dalam rangkulan Fadli.
"Sudahlah, jangan menangis, nanti kau sakit!" Ucap Fadli sambil menghapus air mata Lara yang menetes di pipinya yang berwarna merah jambu itu.
"Aku khawatir kau jatuh cinta pada wanita lain disaat aku tidak berada disampingmu!" Lara menangis cemburu.
Fadli meletakkan jari telunjuknya dibibir Lara.
"Itu tidak mungkin terjadi, sayang! Percayalah, aku tak mungkin tergoda pada wanita lain! Mari, aku bantu beres-beres pakaianmu! Besok pagi kuantar keumahmu." Fadli menggandeng Lara menuju kamar untuk berkemas.
Dengan berat hati Lara menuruti nasihat suaminya, demi keselamatan dirinya dan calon bayinya ia rela berpisah sementara dengan suaminya tercinta.
...******...
"Enyahlah, keluar dari tubuh wanita ini! Jangan sakiti dia, sudah tiga hari kau menggerogoti tubuhnya, keluar kuyang laknat!" Bentak Pak Ahmad sang pawang kuyang.
"Tidak mau, aku nyaman disini, suasananya sangat sejuk dan segar!" Tolak wanita hamil dengan suara berat seperti suara wanita setengah baya.
"Keluar atau kugundul tempurung ini, agar kepalamu ikut gundul!" Ancam Pak Ahmad.
"Tidak mau! Aku peringatkan, biarkan aku disini, kau jangan ikut campur pawang jahanam!" Wanita hamil itu berontak menyerang Pak Ahmad.
Beberapa wanita memegangi tangan dan kaki wanita hamil itu karena tenaganya sangat kuat, terkadang mereka terjengkal ditendang wanita hamil yang sedang dirasuki seorang kuyang senior yang sangat hebat dan sulit dikeluarkan.
"Hentikan, laknat! Jangan tendang mereka, lawan aku jika kau berani!" Tantang Pak Ahmad.
"Aku ingin mencakar wajahmu yang jelek mirip pantat panci itu!" Ucap wanita hamil yang dirasuk Palasik itu mengejek Pak Ahmad sambil mencakar-cakar wajahnya.
"Rina, hentikan nak! Kau sudah kelelahan begini terus sejak beberapa hari!" Wanita setengah baya menangis terisak meminta wanita yang bernama Rina itu agar berhenti.
"Diam, wanita tua bangka! Jangan usik tempatku disini hghghghghgh" Ucap Rina menggeram.
Apa yang dilakukan Rina sebenarnya tidak ia sadari, raganya dikendalikan kuyang hebat itu, sang ibu menangis khawatir.
"Baca surah Yasin dan ayat Kursi, masing-masing tiga kali, kemudian tiup kewajah Rina!" Ucap pak Ahmad sambil menekan ujung kuku ibu jari Rina.
"Aaaaaarghhhrghhh sakiiit, panaaaaaassss aaarghghg!!!" Rina menjerit, "Hentikan bangsat! Jangan ganggu akuuuuu!" Rina melolong keras, sampai beberapa tetangga berdatangan.
"Maka dari itu keluar dari raga Rina!" Bentak Pak Ahmad.
"Aku tidak akan menyerah, pawang bangsat! Aku akan makan hati dan jantung wanita ini sampai habis, puas?!" Ancam Rina mendengus.
Bu Mala dan tetangga mengaji berjamaah, membuat Rina terus menerus melolong kesakitan sambil memukul-mukul perutnya. Perlahan Rina lemas dan tergeletak jatuh dikasur hingga tertidur, wajahnya pusat pasi, matanya menghitam karena tidak tidur dengan benar sejak dirinya terkena Palasik. Bu Mala sang ibu oleh Rina hanya bisa pasrah, ia tak tahu lagi bagaimana mengeluarkan kuyang dari tubuh anaknya.
"Bu Mala, kurasa lebih baik siapkan kain kafan dan peralatan kematian!" Ucap Pak Ahmad pelan.
"Apakah tidak ada cara lain, Pak?!" Tanya Bu Mala memelas.
"Aku sudah mengerahkan segala cara, tapi kuyang ini benar-benar bandel, dan Rina sudah tidak berdaya, kurasa kuyang itu keluar dari raga Rina setelah melahap semua organ dalam tubuh Rina!" Jelas Pak Ahmad.
Bu Mala menangis terisak-isak, anak sulungnya yang hamil pertama harus menerima nasib begitu malang.
"Kenapa tidak aku saja, Riiin!" Bu Mala berteriak histeris sambil menangis.
"Sabar bu Mala, mungkin ini sudah takdir Rina!" Ucap tetangga.
Beberapa tetangga mencoba menenangkan Bu Mala.
"Coba ikat tali ijuk kesekeliling rumah, dan bakar daun jeruk bersama jeriangau!" Ucap Pak Ahmad.
"Percuma, hahahaaa! Aku sudah menyantap semua organ dalam tubuh anak malang ini!" Rina terbangun sambil tertawa terbahak-bahak.
"Benar-benar tega, kenapa kau masih tidak cukup makan tembuni dan menghisap dar*h segar?!" Tanya Pak Ahmad geram.
"Karena aku akan bertahan hidup beberapa bulan setelah ini hahaha!" Palasik didalam raga Rina berteriak merasa puas.
"Kenapa kau tidak mati saja, kuyang laknat!!" Bentak Pak Ahmad.
"Kau saja yang mati! Jangan macam-macam, atau nanti aku akan memangsa keluargamu!" Ancam Rina dengan mata melotot.
Pak Ahmad menyerah, sang kuyang tak bisa ditaklukkan, berbeda dengan kuyang kebanyakan, yang hanya diancam dengan digundul, maka akan keluar dari raga orang yang dirasukinya. Konon dengan menggundul tempurung, maka rambut kuyang ikut tergundul.
Hari mulai beranjak malam, suasana dirumah Rina sangat mencekam, sesekali Rina menjerit kesakitan, sesekali menjambak-jambak rambutnya dan memukul perutnya, kemudian terkulai tak berdaya dan hening.
"Palasik ini orang mana, Pak?" Tanya Bu Mala.
"Desa sebelah, tidak biasanya kesini, mungkin didesa mereka tidak ada mangsa!" Jawab Pak Ahmad.
"Bapak tahu siapa orangnya?" Bu Mala kembali bertanya.
"Kurang tahu, tapi pernah mendengar tentang kuyang ini, dia bisa berjalan silang, dengan rambut terurai kedepan, senjatanya ilalang yang kita lihat seperti sembilu tajam, kalau dia menusuk kita, kita bisa mati. Tapi orangnya sangat disegani warga!" Ucap Pak Ahmad panjang lebar.
"Mengerikan sekali, apakah dia akan kembali mengganggu kami dan wanita-wanita lain didesa ini?" Bu Mala khawatir, begitu pula tetangga yang ada disitu.
"Kemungkinan bisa saja terjadi. Jika dia merasa didesa ini mangsanya banyak, dia akan kembali lagi!" Timpal Pak Ahmad.
"Naudzubillah pak, sangat meresahkan!" Keluh salah seorang warga.
Tetangga menjadi heboh dengan adanya teror kuyang dari desa tetangga yang sangat sakti itu. Malam semakin larut, Bu Mala dan beberapa tetangga masih berbincang-bincang mengenai teror kuyang, Rina belum bangun yang tertidur sejak petang tadi. Bu Mala menatap sendu kearah putri sulungnya yang terbaring lemah tak berdaya. Dan tiba-tiba.. .
"Maaaaaa, sakittttttt! Aaah ah aduuuuuh!" Rina sadar dan berteriak keras seraya berusaha bangkit, namun setelahnya jatuh terkulai lemah tak berdaya.
"Rin, Rin, Rinaaa, nak bangun nak! Kau sudah sadar nak? Bangun Rin, bangun!" Bu Mala mengguncang-guncang bahu Rina yang sudah tak bergerak lagi.
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un!" Ucap Pak Ahmad lirih.
Rina pergi untuk selamanya setelah berjuang tiga hari melawan Palasik yang menyusup dalam raganya, isak tangis Bu Mala dan kerabat terdengar pilu.
...*****...
"Sayang, kau tak usah memasak malam ini! Kita makan diluar saja, yuk? Mumpung malam belum terlalu larut!" Ajak Fadli pada Lara.
"Tapi bunda tidak ada dirumah!?" Tanya Lara tidak enak bersenang-senang sementara mertuanya entah dimana berada.
"Aku sangat sedih dengan nasib bunda, tapi apakah kita harus mengorbankan kebahagiaan kita dengan bersedih terus menerus?" Fadli membujuk Lara agar tidak mengkhawatirkan ibunya.
"Baiklah, aku bersiap dulu, ya?!" Lara mengganti pakaiannya dengan terusan panjang dan memakai kerudung persegi tiga.
"Aku kedepan, ya!? Susul aku kemobil!" Fadli pamit keluar.
"Iya, sayang!" Lara masih bersiap-siap.
Tak lama kemudian, Lara sudah menyusul Fadli kemobil, keduanya pergi ke pasar malam, karena warung-warung diluaran sudah banyak yang tutup, mereka makan malam disebuah warung makan sederhana.
"Eh, bang Fadli dan kak Lara!?" Fadil muncul disitu.
"Dil, kemana saja? Kenapa tidak pulang-pulang?!" Bentak Fadli tegas.
"Malas pulang, bang! Aku menginap dirumah Rahman! Lagi pula dekat dengan sekolahku!" Jawab Fadil membela diri.
"Tidak baik terus menerus begitu, kakak iparmu sendirian berhari-hari! Dia sakit, dia pingsan, kau kemana saja?!" Fadli kecewa pada Fadil.
"Kukira Bunda sudah pulang!" Tukas Fadil tak mau disalahkan.
Ketiganya saling pandang saat membicarakan Bunda Najah, tak ada yang menyambungi, suasana menjadi hening, hanya suara sendok dan garpu yang terdengar saat itu. Beberapa saat kemudian.. .
"Dil, pulang dengan kami, yuk?!" Ajak Fadli sambil membayar makanan yang mereka pesan.
"Tidak bisa bang, siapa yang membawa motorku pulang? Besok aku kembali, malam ini masih ingin menginap dirumah Rahman!" ucap Fadil menawar.
"Dasar bocah, kelayaban tiap malam, baik-baik dirumah orang, ya!?" Nasihat Fadli pada Fadil.
"Siap bos!" Fadil menurut.
"Awas, jangan macam-macam! Bu, aku bayar semua pesanan, jangan menagih pada anak-anak muda itu!" Ucap Fadli membayar semua makanan seraya beranjak pulang menggandeng Lara menuju mobil.
...******...
"Aku lelah sekali, sayang!" Ucap Lara tersengal-sengal.
"Mari aku gendong kedalam!" Ucap Fadli.
"Ah jangan!" Lara menolak, namun dengan gesit Fadli sudah meraih badan Lara yang mungil dan menggendongnya menuju kamar.
Lara tudak berkata-kata, ia menatap wajah lelaki itu dengan cinta, Fadli membalas tatapan Lara tak kalah mesra.
"Malam ini, aku ingin seperti ini tiap malam, sayang!" Lara memasang wajah manja dan mesra.
"Aku akan membuat malam ini paling berkesan!" Bisik Fadli lembut membuat bulu roma Lara berdiri.
"Hanya malam ini saja?" Lara cemberut.
"Dan malam-malam berikutnya!" ucap Fadli sambil melayangkan ciuman mesranya pada pipi Lara yang merah merona.
Lara terdiam, badannya yang mungil tenggelam dalam kasur empuk ranjang mereka, ia pasrah tidak bisa bergerak karena dikuasai Fadli sepenuhnya, Fadli mulai berkelana kemana-mana mengembara dilembah asmara yang diberikan oleh Lara sepenuhnya dengan suka cita. Keduanya bersama-sama meniti irama nada cinta yang dihasilkan nafas mereka, nada cinta itu mengalun makin meninggi. Hampir semalaman mereka berpetualang menjelajahi lembah asmara tersebut. Keduanya benar-benar lupa dengan kehidupan fana yang sangat pelik.
Fadli tersengal-sengal, ia menarik selimut dikakinya sambil menutup tubuhnya dan Lara yang sudah dari tadi terkapar tak berdaya. Fadli membantu Lara menutupi tubuhnya dengan penuh kasih.
"Tidurlah dengan tenang, besok kau harus pulang!" ucap Fadli sambil mengelus hidung Lara.
"Biarkan aku tidur sambil mendengar detakan jantungmu!" Kepala Lara menyusup kedada bidang Fadli dan membenamkannya disana.
Fadli merangkulnya erat seolah tak ingin melepasnya, Lara tertidur pulas dalam dekapan sang suami.
...******...
"Kejaaaaar!" Teriak warga.
"Kemana? Itu, itu dia kesana kearah pohon beringin!" Seru warga yang lain.
"Kita kehilangan jejak, kuyang itu melesat gesit seperti kilat! Padahal aku sudah melepas pakaianku untuk telanjang!" ucap warga.
"Dia sudah pergi secepat kilat, Mang!" Jawab yang lain.
"Iya, kita kalah cepat! Kalau saja tadi dia melihat aku telanjang, pasti kuyang itu akan jatuh!" Umpat warga kesal.
"Kuyang itu lebih berpengalaman dari kita! Kata Pak Ahmad, kuyang itu berani menyakiti musuhnya dengan sembilu, heeey!" ucap warga memberitahu sambil bergidik.
"Sebaiknya kita pulang saja, yuk!? Kita jebak dia kalau berani kembali lagi!" Ancamnya pada kuyang desa tetangga.
"Sudahlah, kita pulang saja! Kita harus benar-benar siapin rencana, agar kuyang itu jera!" Ucap warga menimpali.
Mereka berbalik pulang dari pengejaran, kuyang tersebut kegirangan karena warga yang mengepungnya menyerah kalah.
Menjelang adzan Subuh, Bunda Najah telah tiba dirumah dalam keadaan segar bugar setelah tiga hari tidak pulang. Dialah kuyang yang baru saja dikejar warga setelah memangsa organ dalam tub*h Rina sampai tak bernyawa lagi.
Bunda Najah merasa lega, karena penyakit yang ia derita berkurang sakit untuk beberapa waktu, dirinya tidak menyadari menantunya sendiri juga korban Palasik dari kuyang lain. Itulah yang dimaksud karma oleh Bi Inah, sepupu Bunda Najah. Tapi mau tidak mau, Bunda Najah akan tetap melakukannya demi kelangsungan hidupnya.
"Untung saja pawang bangsat itu gagal mengalahkan aku! Enak saja mengganggu urusan orang, tidak bisa melihat orang lain berhasil!" Bunda Najah menyelutuk geram mengingat Pak Ahmad, sang pawang kuyang.
Dikamar sebelah, Lara dan Fadli tidak menyadari kedatangan bunda Najah, keduanya terlelap tidur setelah semalaman bertarung dimedan cinta.
Bunda Najah tidak melihat Fadil dirumah, hanya ada mobil Fadli yang terparkir digarasi. Tapi Bunda Najah tak asing lagi dengan Fadil yang sudah menjadi kebiasaan hampir tiap malam bahkan tiap hari jarang pulang kerumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
mochamad ribut
up up up lagi
2022-07-28
1
mochamad ribut
up up up
2022-07-28
1
mochamad ribut
up up up ⚡🔨
2022-07-28
0