Bab 9. Dijebak Warga

Lara sudah kembali kerumah suaminya setelah dirinya benar-benar tidak bernajis, kali ini ia mulai lebih waspada apalagi jika ia mengandung untuk yang kedua kalinya.

Kesehatan Bunda Najah semakin menurun seiring kadar kolestrol yang dideritanya makin tinggi, susah berjalan, ngilu sampai tulang dan lain sebagainya.

"Lara, makasih udah baik banget ngerawat aku selama ini!" ucap bunda Najah diruang makan.

"Itu udah kewajibanku, bund!" jawab Lara.

"Anak-anakku sendiri gak bisa diharapkan, Fadli sibuk dengan tugas-tugasnya, sedangkan Fadil kamu tau sendiri dia bagaimana! Aku takut suatu hari nanti aku gak bisa jalan lagi, dan kamu akan ninggalin aku disini!" ucap bunda Najah khawatir.

"Bunda gak usah mikir yang aneh-aneh deh, berdoalah agar bunda sehat selamanya!" Lara berusaha menenangkan bunda Najah.

Petang sebentar lagi berganti dengan malam, waktu yang ditunggu makhluk-makhluk tak kasat mata, begitu juga bangsa kuyang dan sejenisnya. Mereka akan mulai beraktifitas di malam kelam dan pekat hingga menjelang fajar nanti.

Kondisi bunda Najah yang sangat menurun membuatnya harus rutin berburu demi kelangsungan hidupnya, kalau tidak dia akan terkapar tak berdaya tanpa mengasumsi temb*ni dan dar*h segar dari wanita melahirkan dan menstruasi.

Vampire-vampire versi lokal mulai berkeliaran di malam-malam gulita, tak peduli memangsa warga bahkan anggota keluarga sendiri pun jadi kalau sudah terdesak.

Beberapa bulan lalu bunda Najah hampir saja mencelakai menantunya, namun berhasil digagalkan Bi Ratih meski Lara jadi korban dukun beranak. Mungkin salah satu karma bagi bunda Najah, calon cucunya, darah dagingnya sendiri di ganggu oleh makhluk sebangsanya.

"Definisi karma itu berlaku!" gumam Lara mengingat kejadian yang menimpa dirinya.

Malam itu Lara harus sendiri lagi, Fadli sudah dua hari di kota untuk tugas, Lara sudah terbiasa dengan keadaanya yang begini. Begitu pula dengan aktifitas mertuanya, ia sudah tak peduli selama tidak mengganggunya.

Terdengar suara kelepak-kelepak bukan sayap tapi entah apa, namun nampak sedang memasang aba-aba untuk terbang, begitulah malam-malam yang dialami Lara. Suara-suara aneh lain juga didengarnya seperti mendengus, itulah mertuanya yang beraksi tiap malam.

******

"Aku punya ide, supaya temb*ni bayimu gak dicuri kuyang!" ucap seorang pria yang ingin mengubur temb*ni bayinya yang baru saja lahir.

"Gimana tuh?" tanya ayah dari bayi itu.

"Gini, kamu kan nanti nanemnya di depan rumah? Nah, buat jaga-jaga biar gak dicuri makhluk laknat itu, sebaiknya lakuin saran dariku!" ucap pria itu seraya berbisik ketelinga ayah bayi tadi.

Usul pria tersebut diterima oleh ayah dari sang bayi.

"Udah selesai, tinggal kasih lampu biar terang! Lagian istriku pengennya namem dibawah pohon bunga melati ini! Kalo aku lebih baik nanemnya di bawah pohon durian dibelakang rumah!" ucapnya.

"Perempuan memang suka aneh-aneh, Man! Istriku aja minta masukin gula merah, dan madu serta garam dalam kendi berisi temb*ni bayinya!" ucap Mamat pada Firman.

"Hahahahah perempuan selalu benar!" Firman tertawa.

"Hahaha!"

Keduanya tertawa sambil menyelesaikan mengubur temb*ni bayi Firman.

"Setelah itu ikat sekeliling rumahmu pakai tali ijuk, biar gak bisa dimasukin maling tak kasat mata!" celutuk Mamat.

"Itu emang udah kewajiban kayaknya, tiap-tiap keluarga yang punya bayi harus mengikat rumahnya dengan tali ijuk ini, ada-ada aja!" ucap Firman geleng-geleng kepala.

"Akhirnya selesai juga!" Mamat lega.

"Yuk ngopi di teras!" ajak Firman pada Mamat.

Kedua pria itu duduk menyeruput kopi hangat ditemani biskuit sambil bergadang. Sesosok hitam berambut panjang besembunyi dibalik pepohonan sedang mengintip kedua pria itu, menunggu mereka terlelap untuk melancarkan aksinya mencuri temb*ni yang terkubur di depan rumah.

"Udah pukul dua belas malam, ngantuk nih!" ucap Mamat menguap.

"Tambah kopinya, Mat!" Firman menuang kopi hangat kedalam cangkir milik Mamat.

Mamat menyeruput kopinya, namun kantuk tak dapat tertahankan, matanya sudah tak bisa diajak kompromi, begitu juga dengan Firman yang mulai menguap. Tak menunggu lama, keduanya mulai terlelap.

Sesosok hitam berambut panjang dengan perut terburai dibalik pohon sangat girang melihat kedua pria yang sudah terlelap tidur, ia sudah tak sabar untuk melancarkan aksinya, tapi tak disangka sudah ada sosok sebangsanya yang sedang menggali tanah tempat temb*ni dikubur.

"Sialan, berani-beraninya mendahuluiku!" ucap sosok dibalik pohon geram.

Sosok dibalik pohon itu memperhatikan saingannya yang sedang beraksi didepannya, ia sengaja bersembunyi dibalik pohon dan tidak menampakkan wujudnya. Karena saingannya adalah warga asli desa itu, sedangkan ia warga desa tetangga yang berkelana mencari mangsa.

"Aaaaakh, bangsat! Aku terluka!" pekik kuyang yang ingin mencuri temb*ni.

Kuyang itu tak berniat melanjutkan aksinya, tangannya berdarah-darah, iapun pergi dari tempat itu tanpa membawa pulang hasil buruannya.

Sementara kuyang dibalik pohon terheran-heran melihat musuhnya pulang dengan tangan hampa, ia berpikir musuhnya sudah melahap habis temb*ni ditempat dan tak membawanya pulang. Rasa penasaran sang kuyang dibalik pohon semakin tinggi, tapi bau wangi temb*ni masih tercium semerbak, berarti sang musuh tidak berhasil mengambilnya.

Kuyang dibalik pohon akan mencoba beraksi mencuri temb*ni tersebut, namun tiba-tiba sosok kuyang yang lain muncul dari perempatan jalan dan berusaha menghalanginya. Keduanya sempat saling serang. Namun kuyang desa tetangga berhasil mengalahkannya, iapun bergegas menghampiri temb*ni yang masih utuh.

Tanpa pikir panjang, kuyang desa tetangga buru-buru mengambil seonggok temb*ni yang masih segar dan berdar*h-dar*h.

"Hmmmmmm, wangi dan segar!" ucap kuyang tersebut sambil memasukkan temb*ni kedalam mulutnya dan melahapnya. "Aaaaaaaaaaaakh akh akh, mulutku aaakhhh ada silet aaaakh perih aaaakhh mulutku terluka!" Sang kuyang menjerit kesakitan.

Jeritan kuyang desa tetangga membangunkan Firman dan Mamat, keduanya berlari menghampiri kuyang yang terkapar ditanah.

"Ketangkap, akhirnya kamu takluk!" ucap Mamat girang.

"Burik, wajahnya jelek amat, Mat!" ucap Firman mengamati kuyang yang menyeramkan tak berdaya itu.

"Mana ada kuyang cantik, Man?! Hahah" Mamat terkekeh.

"Tapi siang hari mereka sangat cantik, Mat!" bantah Firman.

"Itu pemikat, Man! Kalo gak pake ilmu kuyang, mereka akan terlihat biasa-biasa aja seperti wanita kebanyakan!" jelas Mamat sangat berpengalaman.

"Alah, kamu pasti tertarik kalo ada kuyang cantik yang mendekatimu!" ledek Firman.

"Liat-liat sikon juga, kali! Man, mau kita apakan kuyang jelek ini?" tanya Mamat.

"Bakar saja?! Biar gak meresahkan warga, beberapa bulan lalu mereka membunuh warga dengan merasuki raganya, sekarang waktunya kita basmi salah satu diantara mereka!" tegas Firman.

"Ampun, bang! Jangan lakukan itu, aku masih pengen hidup!" ucap sang kuyang minta belas kasihan.

"Kalau warga tau, pasti juga akan bertindak hal serupa! Tapi takut kuyang yang lain balas dendam pada warga kita, Man! Pulangin aja makhluk laknat ini, seenggaknya dia gak bisa beraksi untuk beberapa waktu!" saran Mamat pada Firman.

"Baiklah, kali ini kita ampuni, tapi lain kali kita habisin dia kalo masih meresahkan!" ucap Firman ketus.

"Tolong antar aku pulang, bang!" kuyang memelas karena malam akan segera berganti dengan siang.

"Nyusahin aja!" bentak Mamat.

Mau tak mau keduanya harus mengantarkan sang kuyang pulang kerumahnya, karena ilmunya tak berfungsi akibat terluka makan temb*ni berisi pisau silet. Trik Mamat untuk mengelabui kuyang akhirnya berhasil, dua orang kuyang gagal mencuri temb*ni bayi Firman malam itu.

"Pantas saja kuyang tadi gak jadi nyuri, ternyata dia tahu ada pisau silet disitu." gumam kuyang desa tetangga dalam hati.

Mamat dan Firman boncengan sepeda berdua, mereka mengantar kuyang pulang kerumahnya, setelah itu kembali ke desa mereka. Kuyang yang terluka itu menangis sesenggukan di teras rumahnya menahan mulutnya yang perih akibat pisau silet yang dimakannya bersama temb*ni.

Rintihan sang kuyang terdengar sampai kejalan, orang-orang yang lewat ke masjid mendengarnya sayup-sayup. Mereka ketakutan mendengar rintihan seram tersebut, tapi tak heran lagi di rumah itu memang sering terjadi hal-hal yang tak masuk akal. Kuyang malang tersebut adalah bunda Najah yang untuk kesekian kalinya mengalami kesialan dalam berburu.

Akhir-akhir ini aksi bunda Najah sudah tak seberhasil seperti sedia kala, mungkin karena warga mulai pandai mengelabui bangsanya, tidak seperti dulu aksinya selalu berhasil.

*******

"Bund, udah mendingan lukanya?" tanya Lara sambil membawa air hangat untuk membersihkan luka dibibir sang mertua yang mulai infeksi.

"Ma..sih, malah m..makin membengkak dan ber..nanah!" ucap bunda Najah terbata-bata.

"Sini aku bersihkan, sebaiknya bunda gak usah banyak bicara dulu, nanti lukanya melebar kalo bibir bunda terlalu banyak bergerak!" Lara prihatin dengan keadaan sang mertua.

Bunda Najah menurut, ia berpikir nasibnya akan tak jauh beda dengan Sarinah, musuh bebuyutannya dulu, hidupnya sudah diambang pintu. Apalagi jika mengingat perburuannya tak semulus jaman dulu, ia mulai khawatir dengan kelangsungan hidupnya.

Setelah kejadian pisau silet, bunda Najah lebih sering mengurung diri dirumah, tak pernah keluar meski hanya di teras, selain mulutnya yang membengkak, kakinya juga sulit untuk berjalan karena kolestrol. Segala obat sudah tak sanggup menyembuhkannya, bahkan hasil buruannya tak mampu memberi kekuatan ekstra seperti biasa.

"Lara, aku pengen ngajakmu kesuatu tempat! Mau gak ikut aku?" tanya bunda Najah.

"Mulut bunda udah gak sakit?" tanya Lara.

"Lukanya udah mengering, maka dari itu aku ingin pergi kesana!" ucap Bunda Najah.

"Kemana bund? Tempatnya jauh gak?" Lara ragu untuk ikut.

"Aku cuma pengen kamu bantu aku melenyapkan ilmu hitam ini!" ucap bunda Najah tak terduga.

"Bukannya bunda udah sering berusaha melenyapkannya?!" tanya Lara.

"Tapi gak salahnya di coba lagi!" jelas bunda Najah optimis.

"Kapan bunda mau pergi kesana?" tanya Lara.

"Besok malam, tepat malam Jum'at, kamu gak usah takut, gak aka terjadi apa-apa kok!" bunda Najah meyakinkan Lara.

Karena kasihan, Lara tak bisa menolak ajakan ibu mertuanya, selain itu ia berharap ilmu hitam tersebut bisa dilenyapkan secara permanen.

Malam yang dijanjikan telah tiba, Bunda Najah dan Lara mulai beranjak pergi menuju suatu tempat, lembah yang gelap dihutan dibelakang rumah, jauh disana terdapat sungai mati yang kering tak berair lagi, bunda Najah mengajak Lara kesana tanpa sarana transportasi, hanya dengan jalan kaki.

"Sebelum tengah malam kita harus sampai disana, agar gak ada warga yang memergoki kita!" ucap bunda Najah.

"Disana bunda mau ngelakuin apa?" tanya Lara.

"Nanti kau bisa lihat sendiri!" ucap bunda Najah.

Kedatangan mereka disambut oleh makhluk-makhluk tak kasat mata, beberapa diantara makhluk beda dimensi itu mengikuti mereka, Lara dapat merasakan keberadaan mereka meski tak bisa melihat dengan seksama.

Suara-suara aneh berbisik dibalik pepohonan terdengar menyeramkan berbaur dengan bunyi jangkrik dan binatang kecil lainnya, Lara ketakutan tak pernah seumur hidupnya berada ditengah rimba dimalam gelap gulita.

"Bund, Lara takut! Ada makhluk-makhluk aneh!" ucap Lara.

"Jangan menoleh kekiri kanan, jalan lurus aja!" perintah bunda Najah.

Suara terkekeh terdengar menyeringai di balik pohon, suasana mencekam hanya diterangi cahaya bulan yang tak seberapa.

Beberapa saat kemudian, Lara dan bunda Najah tiba disebuah pasar malam, banyak orang berbelanja disana, suasana malam masih terasa terlebih karena diterangi cahaya lampu yang agak kekuningan. Lara tak mengenali satupun orang yang ada di pasar malam itu, Bunda Najah mengajaknya mampir disebuah lapak yang menjual berbagai makanan serba masak siap saji.

"Nak, ayo duduk, kita makan dulu! Kamu mau pesen apa?" ajak bunda Lara.

"Mmm apa aja deh, bund!" ucap Lara bingung.

"Baiklah, kamu doyan mie Ayam, aku pesenin menu itu!" Ucap bunda seraya memesan makanan pada pedagang dengan wajah datar dan dingin.

Lara curiga dengan orang-orang yang ada dipasar malam itu, secara logika mana ada pasar malam di tengah hutan, tapi ia sering mendengar warga membawa hasil berkebun dan beternak untuk dijual kepasar malam, mungkinkah ini pasar malam yang di maksud warga.

Makanan yang dipesan bunda Najah sudah siap, bunda Najah melahapnya dengan nikmat, beliau memesan soto daging sapi, tak pernah Lara melihat sang mertua makan senikmat itu. Selera Lara jadi tergugah ingin menikmati mie Ayam yang sudah dipesan sang mertua untuknya.

"Bismillah... !" Lara berdoa sebelum menyantap mie Ayam miliknya.

Seketika mie Ayam tersebut berubah menjadi cacing-cacing tanah yang menggeliat didalam mangkok terbuat dari tempurung kelapa, Lara menahan dirinya untuk tetap tenang, ia melirik kearah mertuanya yang masih menikmati soto daging sapi, tapi kenyataannya beliau makan temb*ni. Lara hampir muntah, selain itu pasar malam yang tadinya sangat ramai berubah jadi pemakaman tua, ia mendapati dirinya dan sang mertua duduk diatas sebuah makam tua tidak bernisan.

"Ternyata pasar ghaib, pantas saja orang-orang nampak pucat dan dingin!" gumam Lara dalam hati.

"Ayo Lara, makan!" ajak sang mertua tak menyadari Lara sedang ketakutan.

"Aku gak lapar, bund!" ucap Lara berbohong. "Percuma kuberitahu bunda tentang kebenarannya, lagian beliau juga makhluk sejenis mereka!" bisik Lara dalam hati.

"Enak banget, nak! Bunda pengen nambah!" ucap bunda Najah.

"Baik bund, bunda makan aja, Lara tungguin!" ucap Lara. "Apakah bunda gak nyadar duduk diatas makam!?" Tanya Lara dalam hati.

"Jangan takut, Lara! Pemakaman ini udah lama, gak ada yang baru mati disini!" tegas bunda Najah yang mengetahui kebingungan menantunya.

"Bunda mengetahui semuanya?" Tanya Lara gemetar.

"Iya nak, ini hal biasa bagiku! Ini pasar paling ramai bagi bangsa dimensi lain!" jelas bunda Najah pada Lara.

Lara pelanga pelongo dan ketakutan, pikirannya macam-macam terhadap sang mertua, "Apakah bunda akan mencelakaiku dengan mengajakku kemari?!" tanya Lara dalam hati.

Beribu pertanyaan muncul dalam benak Lara, ingin dirinya menjaub dari tempat itu, tapi tak mungkin pulang sendirian melewati rimba dan lembah yang gelap gulita.

Episodes
1 Bab 1. Kuyang
2 Bab 2. Kepergok Warga
3 Bab 3. Palasik
4 Bab 4. Pawang Kuyang
5 Bab 5. Anting Berlian
6 Bab 6. Kuyang Terjatuh
7 Bab 7. Pengajian Tujuh Bulan
8 Bab 8. Dukun Beranak Kuyang
9 Bab 9. Dijebak Warga
10 Bab 10. Kejayaan Runtuh
11 Bab 11. Mencari Pewaris
12 Bab 12. Gagal
13 Bab 13. Makin Parah
14 Bab 14. Hilang
15 Bab 15. Di Cor
16 Bab 16. Kutu Busuk
17 Bab 17. Hati Yang Mendua
18 Bab 18. Duka Lara
19 Bab 19. Melahirkan
20 Bab 20. Pelipur Lara
21 Bab 21. Pesugihan
22 Bab 22. Diikuti Jin Pesugihan
23 Bab 23. Tumbal Putri Sulung
24 Bab 24. Tumbal Kedua
25 Bab 25. Teror Jin Pesugihan
26 Bab 26. Solusi
27 Bab 27. Guna-Guna
28 Bab 28. Fadli Di Guna-Guna
29 Bab 29. Ritual Yang Manjur
30 Bab 30. Menikah Dengan Jin
31 Bab 31. Penyebab Fadli Marah
32 Bab 32. Siapa?
33 Bab 33. Khodam Bewujud Ular Besar
34 Bab 34. Mandi Ruat Dan Kabar Buruk
35 Bab 35. Bunuh Diri
36 Bab 36. Gangguan Makhluk Kiriman
37 Bab 37. Kerumah Orang Pintar
38 Bab 38. Parang Maya
39 Bab 39. Pengaruh Santet
40 Bab 40. Muntah Darah
41 Bab 41. Ular Besar Meresahkan
42 Bab 42. Berbohong
43 Bab 43. Shinta Dicurigai
44 Bab 44. Menjambak Rambut
45 Bab 45. Bertengkar
46 Bab 46. Makhluk Penunggu Rumah
47 Bab 47. Melepas Rindu
48 Bab 48. Teror Dukun Santet
49 Bab 49. Titik Terang
50 Bab 50. Pak Hamdan Dan Fadila
51 Bab 51. Pabrik Penggiling Padi
52 Bab 52. Dianggap Sakit Jiwa
53 Bab 53. Bukan Orang Tua Kandung
54 Bab 54. Tragedi Berdarah Keluarga Ningrat
55 Bab 55. Kirim Balik Teluh?
56 Bab 56. Ayah Dan Anak Bertemu
57 Bab 57. Terkunci Dikamar Mandi
58 Bab 58. Harimau Putih
59 Bab 59. Calon Paranormal
60 Bab 60. Atap Rumah
61 Bab 61. Arwah Penasaran
62 Bab 62. Ajal Lara Makin Dekat
63 Bab 63. Haruskah Mewarisi Ilmu Kuyang?
64 Bab 64. Sepucuk Surat
65 Bab 65. Macan Kumbang
66 Bab 66. Santapan Macan Kumbang
67 Bab 67. Shinta Dan Lara
68 Bab 68. Tak Ada Harapan Sembuh
69 Bab 69. Dilarang Bi Leha
70 Bab 70. Fadli Berhenti Penasaran
71 Bab 71. Harapan Sembuh
72 Bab 72. Dimensi Lain
73 Bab 73. Membingungkan
74 Bab 74. Basa Basi Makan Siang
75 Bab 75. Pulang
76 Bab 76. Naik Ke Gunung
77 Bab 77. Perjalanan Ke Pedalaman
78 Bab 78. Kuyang Sandah
79 Bab 79. Bola Api Dan Cahaya Terang Benderang.
80 Bab 80. Siapa Bayi Perempuan Itu?
81 Bab 81. Dua Hari Saja
82 Bab 82. Naga Putih Dan Putri Junjung Buih
83 Bab 83. Gunung Kembar Dan Lembah Kedamaian
84 Bab 84. Kematian Bunda Najah
85 Bab 85. Siapa Pewaris Ilmu Kuyang?
86 Bab 86. Teka-Teki Pewaris Ilmu Kuyang
87 Bab 87. Lara Dan Shinta Bertemu
88 Bab 88. Bertemu Setan Dan Jin
89 Bab 89. Meminta Maaf
90 Bab 90. Mengusir Roh Penasaran
91 Bab 91. Pocong Bunda Najah
92 Bab 92. Mengambil Hutang
93 Bab 93. Pocong Meresahkan
94 Bab 94. Hutang Piutang
95 Bab 95. Pilih Nama
96 Bab 96. Kuyang Baru
97 Bab 97. Namanya Fadi
Episodes

Updated 97 Episodes

1
Bab 1. Kuyang
2
Bab 2. Kepergok Warga
3
Bab 3. Palasik
4
Bab 4. Pawang Kuyang
5
Bab 5. Anting Berlian
6
Bab 6. Kuyang Terjatuh
7
Bab 7. Pengajian Tujuh Bulan
8
Bab 8. Dukun Beranak Kuyang
9
Bab 9. Dijebak Warga
10
Bab 10. Kejayaan Runtuh
11
Bab 11. Mencari Pewaris
12
Bab 12. Gagal
13
Bab 13. Makin Parah
14
Bab 14. Hilang
15
Bab 15. Di Cor
16
Bab 16. Kutu Busuk
17
Bab 17. Hati Yang Mendua
18
Bab 18. Duka Lara
19
Bab 19. Melahirkan
20
Bab 20. Pelipur Lara
21
Bab 21. Pesugihan
22
Bab 22. Diikuti Jin Pesugihan
23
Bab 23. Tumbal Putri Sulung
24
Bab 24. Tumbal Kedua
25
Bab 25. Teror Jin Pesugihan
26
Bab 26. Solusi
27
Bab 27. Guna-Guna
28
Bab 28. Fadli Di Guna-Guna
29
Bab 29. Ritual Yang Manjur
30
Bab 30. Menikah Dengan Jin
31
Bab 31. Penyebab Fadli Marah
32
Bab 32. Siapa?
33
Bab 33. Khodam Bewujud Ular Besar
34
Bab 34. Mandi Ruat Dan Kabar Buruk
35
Bab 35. Bunuh Diri
36
Bab 36. Gangguan Makhluk Kiriman
37
Bab 37. Kerumah Orang Pintar
38
Bab 38. Parang Maya
39
Bab 39. Pengaruh Santet
40
Bab 40. Muntah Darah
41
Bab 41. Ular Besar Meresahkan
42
Bab 42. Berbohong
43
Bab 43. Shinta Dicurigai
44
Bab 44. Menjambak Rambut
45
Bab 45. Bertengkar
46
Bab 46. Makhluk Penunggu Rumah
47
Bab 47. Melepas Rindu
48
Bab 48. Teror Dukun Santet
49
Bab 49. Titik Terang
50
Bab 50. Pak Hamdan Dan Fadila
51
Bab 51. Pabrik Penggiling Padi
52
Bab 52. Dianggap Sakit Jiwa
53
Bab 53. Bukan Orang Tua Kandung
54
Bab 54. Tragedi Berdarah Keluarga Ningrat
55
Bab 55. Kirim Balik Teluh?
56
Bab 56. Ayah Dan Anak Bertemu
57
Bab 57. Terkunci Dikamar Mandi
58
Bab 58. Harimau Putih
59
Bab 59. Calon Paranormal
60
Bab 60. Atap Rumah
61
Bab 61. Arwah Penasaran
62
Bab 62. Ajal Lara Makin Dekat
63
Bab 63. Haruskah Mewarisi Ilmu Kuyang?
64
Bab 64. Sepucuk Surat
65
Bab 65. Macan Kumbang
66
Bab 66. Santapan Macan Kumbang
67
Bab 67. Shinta Dan Lara
68
Bab 68. Tak Ada Harapan Sembuh
69
Bab 69. Dilarang Bi Leha
70
Bab 70. Fadli Berhenti Penasaran
71
Bab 71. Harapan Sembuh
72
Bab 72. Dimensi Lain
73
Bab 73. Membingungkan
74
Bab 74. Basa Basi Makan Siang
75
Bab 75. Pulang
76
Bab 76. Naik Ke Gunung
77
Bab 77. Perjalanan Ke Pedalaman
78
Bab 78. Kuyang Sandah
79
Bab 79. Bola Api Dan Cahaya Terang Benderang.
80
Bab 80. Siapa Bayi Perempuan Itu?
81
Bab 81. Dua Hari Saja
82
Bab 82. Naga Putih Dan Putri Junjung Buih
83
Bab 83. Gunung Kembar Dan Lembah Kedamaian
84
Bab 84. Kematian Bunda Najah
85
Bab 85. Siapa Pewaris Ilmu Kuyang?
86
Bab 86. Teka-Teki Pewaris Ilmu Kuyang
87
Bab 87. Lara Dan Shinta Bertemu
88
Bab 88. Bertemu Setan Dan Jin
89
Bab 89. Meminta Maaf
90
Bab 90. Mengusir Roh Penasaran
91
Bab 91. Pocong Bunda Najah
92
Bab 92. Mengambil Hutang
93
Bab 93. Pocong Meresahkan
94
Bab 94. Hutang Piutang
95
Bab 95. Pilih Nama
96
Bab 96. Kuyang Baru
97
Bab 97. Namanya Fadi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!