Minggu pagi nampak sangat cerah, Lara sibuk me jemuran cucian tadi malam yang baru dijemurnya sekarang karena tak mungkin malam-malam dia harus menjemurnya, Bi Leha datang tergopoh-gopoh memasuki pekarangan rumah bunda Najah.
"Bi Leha ada apa?!" Sapa Lara sambil bertanya.
"Mana Fadli? Mana suamimu!" tanya Bi Leha ketus sambil terus masuk kedalam rumah.
Fadli yang duduk diruang tengah terkejut melihat kedatangan Bi Leha yang marah-marah mencarinya.
"Fadli, rupanya kamu gak punya otak?! Istrimu siang malam mengurus kuyang sedangkan kamu menikah disana, bersenang-senang dengan istri baru! Gak liat istrimu yang mengorbankan kebahagiaannya? Bahkan jarang ketemu orang tua kandungnya sendiri demi mengurus kuyang itu!" Ucap Bi Leha marah-marah.
Lara seketika menangis diluar sana mendengar amarah Bi Leha yang berapi-api, ia tak tega mertuanya di caci maki gara-gara perbuatan anaknya. Fadli terdiam mematung tak bisa berkata-kata sepatah katapun, dugaannya benar Lara tahu tentang pernikahannya.
"Pulang sana, pulang! Gak usah datang kemari, percuma! Kamu udah bagi cintamu dengan orang lain. Pulang!" Bi Leha makin marah karena Fadli diam membisu.
Lara menghampiri Bi Leha untuk menenangkannya, namun amarah beliau makin memuncak, ia tak mau Lara disakiti, karena ia tahu bagaimana perjuangannya mengurus Bunda Najah, dan tak ingin nasib Lara berakhir seperti mertuanya.
"Ayo pulang, jangan datang-datang lagi! Aku tau aku bukan siapa-siapa! Tapi Najah sahabatku sejak kecil, aku berhak memarahimu sebagai perwakilan darinya. Kamu tega benar membuat anak orang menangis, wanita mana yang bersedia merawat mertua sakit yang menjijikkan?! Jika kamu pengen adil, suruh istri mudamu mengurus ibumu, biar dia tau gimana susahnya menjadi Lara! Ayo pulang, jangan diam saja!" Bi Leha makin marah hampir saja melabrak Fadli tapi dilerai Lara.
"Pergi!" Lara menyuruh Fadli pergi agar tidak diamuk Bi Leha, Fadli menatapnya ragu untuk pergi "Pergi! Cepat pergi!" sekali lagi Lara meminta Fadli pergi.
Akhirnya Fadli menuruti kata Lara, ia pergi meninggalkan rumah, beberapa warga mengintip di depan, penasaran apa yang terjadi pada keluarga bunda Najah. Sementara Bi Leha masih mengomel meski Fadli sudah tak menampakkan batang hidungnya.
"Bi, sabar Bi! Fadli udah pergi!" ucap Lara memberitahu seraya menyodorkan segelas air putih.
Bi Leha mereguk air minum sekaligus, ia berusaha menenangkan dirinya.
"Aku gak bisa sesabar dirimu, lelaki seperti itu perlu dikasih pelajaran! Gak tau diri!" Maki Bi Leha.
Meski Fadli menduakannya, tapi Lara tak terima ada orang yang memakinya, ia merasa terluka dengan makian Bi Leha, tapi ia tahu bahwa Bi Leha sedang berjuang membelanya.
"Ouuuch ouch ouch!" Lara menjerit histeris memegangi perutnya.
"Lara ada apa, nak? Kamu sakit perut?" Bi Leha panik.
"Bi, air deras keluar dari kemalu*nku!" Ucap Lara meringis sambil memegang perut.
"Air ketuban pecah?! Bukannya dua minggu lagi baru melahirkan?!" Tanya Bi Leha makin panik.
"Gak tau, Bi! Perutku sakit banget, antar aku ke rumah sakit deh! Aaaaaah ouch ouch ouch!" Lara menjerit makin keras.
"Tunggu disini, jangan kemana-mana! Aku nyari orang yang bisa nganter kamu ke rumah sakit!" Bi Leha bergegas pergi mencari bantuan warga.
Lara berjuang menahan rasa sakitnya, ia merasa janinnya segera lahir. Beberapa warga datang menggotongnya kedalam Mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Bi Leha sengaja tak ikut kerumah sakit, karena tak ada satupun warga yang berani menjaga bunda Najah. Tapi Bi Leha berpesan pada warga untuk menjemput Mama Hanum dan membawanya pada Lara ke rumah sakit bersalin yang berada di kecamatan berbeda.
Beberapa jam telah berlalu, Lara melahirkan secara bayi perempuan dengan cara caesar, karena Fadli tak berada saat Lara melahirkan, akhirnya ayah Lara sendiri yang mengazankan bayi Lara dan Fadli.
Setelah obat bius berhenti bereaksi, Lara sadar, ia langsung mencari bayinya, tapi perawat memberitahunya bahwa bayinya sedang di rawat di ruang Nicu.
"Bayi ibu diruang Nicu, karena mengalami kesulitan bernafas, tapi nanti setelah dua puluh empat jam baru boleh keluar!" ucap perawat pada Lara yang masih lemah. "Sebaiknya ibu istirahat dulu, nanti kalo udah bisa jalan, ibu bisa melihatnya disana!" terang perawat menjelaskan.
Beberapa perawat mendorong brankar Lara menuju ruang rawat inap, Mama Hanum disusul Bi Ratih mengikuti perawat-perawat itu.
"Kenapa bayi Lara harus dirawat di Nicu, Hanum?" tanya Bi Ratih yang baru saja datang.
"Lara melahirkan sebelum sembilan bulan, masuh dua minggu lagi, hampir kayak lahiran pertama, untung bayinya selamat meski harus dirawat di Nicu, tapi gak ada masalah serius, hanya kesulitan bernafas, besok udah bisa keluar bersama Lara kok!" mata Mama Hanum berbinar-binar, bahagia menyambut cucu pertamanya lahir dengan selamat.
"Oh syukurlah kalo gak kenapa-napa!" timpal Bi Ratih.
Mama Hanum dan Bi Ratih berhenti didepan kamar rawat inap tempat Lara dirawat, para perawat mengantar Lara sampai kedalam dan membaringkannya diranjang. Setelah beberapa saat, perawat-perawat itu mempersilakan Mama Hanum dan Bi Ratih untuk menengok Lara. Dua kakak beradik itu kemudian masuk kekamar rawat inap, Mama Hanum membelai rambut Lara, ia iba dengan putrinya yang dikhianati suaminya sendiri.
"Lara, sebaiknya setelah boleh pulang nanti kamu dan bayimu tinggal dirumah Mama aja, biar Mama mudah merawatmu sampai benar-benar pulih, baru kamu kembali kerumah mertuamu!" ujar Mama Hanum.
"Kita lihat keadaan nanti, Ma! Gimana, udah ketemu sama bayi Lara?" tanya Lara mengalihkan pembicaraan.
"Iya udah, aku nengok dari kaca diruang Nicu, bayi kamu didalam incubator, lucu banget, kecil mungil dan cantik!" ucap Mama Hanum senang.
"Lara, suami kamu gak dikasih kabar?" tanya Bi Ratih kurang simpatik pada Fadli.
"Dia kembali kekota sebelum aku sakit perut, dia nanya kapan aku lahiran, aku bilang dua minggu lagi sesuai predeksi dokter, tapi gak disangka aku lahiran sekarang!" ucap Lara tersenyum.
"Oh, berarti dia pulang Sabtu depan?" Bi Ratih kembali bertanya.
"Iya, tapi kalo ada yang ngabarin, mungkin dia pulang!" Imbuh Lara.
"Nanti kalo Ivan kebetulan kekota, aku suruh ngabarin Fadli!" ucap Bi Ratih.
"Gak usah, Bi! Nanti dia juga tau!" Lara melarang Bi Ratih untuk bertindak, ia khawatir nanti Ivan berantem dengan Fadli.
"Baiklah kalo gitu, sekarang kamu banyak-banyak istirahat dulu!" kata Bi Ratih seraya membenarkan selimut Lara yang tersingkap.
Lara masih kelelahan sehabis operasi caesar, ia memejamkan matanya untuk tidur dan istirahat sejenak.
Malam telah menggantikan siang, suasana ramai dirumah sakit tak pernah berhenti siang malam. Mama Hanum dan Bi Ratih mulai mengantuk, keduanya sepakat tidur bergantian untuk menjaga Lara. Berhubung kamar rawat inap kosong, Bi Ratih memutuskan untuk tak pulang malam itu.
Lara terjaga di malam hari, ia perlahan bangun tak sabar ingin berjumpa dengan bayinya yang baru lahir, ia melihat ibunya tertidur dilantai beralaskan tikar anyam, disebelah beliau duduk Bi Ratih sedang mengaji dengan suara pelan. Lara sengaja pura-pura tidur, ia tak ingin mengganggu ibunya jika ia dan Bi Ratih berbincang-bincang.
Lara larut dalam pikirannya, ia memikirkan bagaimana nasib anaknya jika ia memutuskan bercerai, ia tak mau anaknya jadi korban keegoisan orang tuanya. Tapi Lara berniat tak mau untuk berkumpul kembali selama Fadli masih beristri.
"Kamu udah bangun?" Sapa Hanum yang tiba-tiba ada disamping Lara.
"Eh Mama?! Ini aku baru bangun, Ma!" Jawab Lara berbohong.
"Perawat ngasih makan malam itu diatas meja, apa kamu pengen makan yang lain? Biar Mama cari diwarung terdekat!" Mama Hanum menawarkan diri.
"Kalo ada bubur ayam aku mau, Ma! Tapi kalo gak ada, makanan apa aja!" Ucap Lara.
"Baiklah, tunggu bentar ya!? Mama keluar nyari makan!" Mama Hanum pamit pergi belanja.
"Aku Mie Ayam aja, Hanum!" kata Bi Ratih.
"Baik!" Mama Hanum pergi sendirian.
"Bi Ratih belum tidur?" tanya Lara.
"Abis makan malam nanti langsung tidur, gantian sama ibumu, ntar dia jagain kamu!" jawab Bi Ratih.
"Makasih banyak, Bi! Bibi selalu ada disaat Mama sedang membutuhkan!" pungkas Lara terharu.
"Udah kewajiban sodara membantu sodaranya, aku ingin kalian juga rukun seperti kami meski kamu dan Ivan cuma sepupu!" ungkap Bi Ratih berharap pada Lara.
"Jangan khawatir Bi, kami akan selalu rukun!" jawab Lara.
Tak lama kemudian Mama Hanum datang membawa makanan, mereka bertiga makan dengan lahap karena seharian kelelahan menjaga Lara.
Sementara disana, setelah empat hari Lara di rumah sakit, Fadli mendapat kabar bahwa ia melahirkan, Fadli bergegas pulang ingin melihat anak dan istrinya. Sedangkan dirumah sakit, dokter sudah mengizinkan Lara pulang.
Mama Hanum memboyong Lara dan bayinya kerumah mereka, ia tak mengizinkan Lara kembali kerumah mertuanya sekarang, khawatir dengan keadaannya dan keadaan sang bayi. Lara menuruti permintaan ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments