Bunda Najah mengajak Lara untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju sungai mati ditengah hutan, makhluk-makhluk tak kasat mata masih mengikuti mereka.
Kreekkk krekkk krekkk, suara ranting terdengar saling gesek, bukan karena angin, tapi sosok yang entah bagaimana wujudnya yang sedang berada diatas pepohonan sehingga menimbulkan berbagai macam suara.
Syuuuuuuttttt kreeeeekkkkk trekkkkk.. .
"Aaaaaaaaaaa!" Lara terpekik, ia dikejutkan sesosok berbaju putih panjang bergelayutan di pohon disamping dirinya berjalan.
Lara ingin berlari, tapi kakinya terasa berat untuk melangkah. Jantungnya seperti roll coaster, napasnya tak karuan. Bunda Najah tersenyum simpul melihat menantunya yang sangat lugu dalam dunia ghaib.
"Lara, kamu harus berani, mereka itu bukan apa-apa dibanding kamu manusia, makhluk yang paling sempurna!" ucap bunda Najah.
"Tapi bunda, aku gak mau bertemu makhluk begituan!" ucap Lara takut.
"Sejatinya mereka ada di desa kita, disekitar kita namun jarang menampakkan diri. Sebenarnya makhluk-makhluk yang berwujud manusia itu adalah roh-roh orang mati penasaran yang diusir kehutan supaya gak ngegangguin warga! Bahasanya kasarnya mereka itu hantu" ucap Bunda Najah menerangkan.
*****
Namun dalam Islam, mereka itu adalah jin Qorin yang menyerupai wajah manusia, bisa juga jin jahat yang sengaja menggoda ketebalan iman manusia.
*****
Setelah berjalan beberapa jam, akhirnya mereka ditempat yang dituju, sungai mati tak berair. Bunds Najah bergegas mengeluarkan botol kecil dari saku bajunya, ia menuang isi botol tersebut.
Minyak, iya itu dia minyak kuyang, anehnya tak pernah putus meski dituang sampai habis, minyak tersebut menetes namun selalu ada dan ada, hingga tak pernah habis. Sudah berjam-jam dilakukan, minyak kuyang tersebut tetap tidak habis-habis.
"Kamu lihat sendiri?! Minyak ini gak bisa dilenyapkan, meski botol ini kulempar kedasar laut, kubakar, kupecah, minyak itu akan tetap utuh! Inilah yang dinamakan dengan keabadian, membuat pemiliknya berwibawa dan senantiasa cantik, bisa memikat pujaan hati, gak akan berpaling, korban yang terkena minyak ini pasti klepek-klepek. Apapun yang diucapkan pemilik minyak ini, akan ditururi oleh orang-orang yang mendengarnya!" ucap bunda Najah menjelaskan.
"Tapi itu dosa, bund!" jawab Lara.
"Dosa, kadang kita gak tau dosa itu dibuat secara gak sengaja, bukan dikehendaki atau dicita-citakan, itu yang terjadi padaku! Mau nyesal juga udah terlanjur begini!" ucap bunda Najah tertunduk sedih.
"Bund, sebaiknya kita pulang! Usaha bunda untuk melenyapkannya belum berhasil juga, mungkin dengan jalan bertobat, kita bisa menyingkirkannya!" Lara memberi nasihat.
"Mari kita pulang!" Bunda Najah bangkit.
Keduanya kembali menuju rumah mereka, Lara sudah tak mempedulikan godaan makhluk astral yang sesekali membuat spot jantungnya berdetak cepat.
Terdengar ayam berkokok, pertanda mereka sudah dekat dengan desa. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya mereka tiba dirumah tanpa ada yang memergoki mereka.
Sejak malam itu, kondisi bunda Najah makin buruk, kakinya benar-benar tak bisa digerakkan, Lara menyarankan agar tidak berburu mangsa lagi, mungkin dengan begitu ilmu hitam itu bisa hilang atau tidak berfungsi, tapi bunda Najah kesakitan jika tidak memangsa buruannya.
Lara melarang bunda Najah memakan temb*ni seperti biasanya, ia mencoba membuang isi belanga agar tidak ada lagi yang bisa dimakan mentah oleh mertuanya.
Tapi kondisi bunda Najah makin memburuk.
"Lara, aku semakin sekarat, apa yang harus kulakukan? Seluruh badanku terasa sakit!" bunda Najah merintih sepanjang hari.
Lara merubah pola makan sang mertua, yang tadinya kanibal, sekarang menjadi vegetarian. Dirumah hanya mereka berdua, Fadli harus pergi keluar provinsi untuk study banding, sedangkan Fadil kuliah di kota lain, jarang pulang, terkadang hanya tiga bulan sekali.
"Aaaaihhh aaaaah, sakit banget seluruh badanku!" teriak bunda Najah.
"Tahan bund, bunda pasti bisa!" ucap Lara menyemangati.
"Kurasa ajalku segera tiba!" ucap beliau pasrah.
Tiap hari dilalui Lara dengan erangan dan jeritan bunda Najah, kadang Lara tak tega, tapi iapun tak mau melihat mertuanya memakan kotor*n dan yang jorok-jorok.
Aroma wangi orang akan melahirkan tercium oleh Bunda Najah, naluri berburunya muncul lagi.
"Malam ini aku harus berburu, gak peduli dilarang sama Lara!" gumam bunda Najah dalam hati.
Bunda Najah mencoba menggerakkan kakinya, namun berat sekali, kakinya sudah tak bisa berjalan secara permanen.
Ketika malam tiba, ia hanya bisa diam dan merintih meratapi nasibnya yang tak bisa bergerak kemana-mana.
Suara tangisan orok saat bidan memotong ari-arinya terdengar jelas ditelinga bunda Najah, meski dari kejauhan, namun pendengarannya masih jelas. Semua itu membuatnya tersiksa, seharusnya ia memangsa makanan segar itu.
"Aku harus bisa beraksi, tolong aku Laraaaa!" rintih bunda Najah.
Begitulah berulang-ulang siang malam diucapkan bunda Najah, Lara sudah terbiasa dengan kalimat itu, ia berusaha tak menghiraukan, karena percuma, kondisi bunda Najah sudah tak memungkinkan untuk beraksi.
"Aku rela melihat bunda begini, daripada tiap malam berkeliaran diluar!" ucap Lara.
"Tapi ini nyiksa banget!" rintih bunda Najah.
"Banyak-banyak istighfar, bund! Pasti bisa melalui masa-masa seperti ini dan kembali jadi manusia normal!" harap Lara meski itu terasa mustahil.
"Itu gak akan merubah nasibku, aku udah menjadi pendosa, percuma bertobat! Dan keadaanku gak akan berubah, tetap seperti ini sampai aku mati." ucap bunda Najah memberitahu.
"Kurasa dengan istighfar bisa melunturkan dosa-dosa yang bunda lakukan?!" timpal Lara penuh pengharapan.
"Entahlah, bayangin aja misal aku tobat, tapi ilmu kuyang milikku tetap ada, berarti aku masih seorang siluman, makhluk jadi-jadian, aku gak yakin tobatku diterima!" sesal bunda Najah.
"Gak ada salahnya meminta permohonan untuk dibukain pintu taubat, bund! Allah pasti tahu apa yang ada dalam hati dan niat kita!" Lara bersikeras membujuk bunda Najah untuk bertobat.
"Akan kucoba!" ucap bunda Najah pelan.
Lara merasa iba melihat kondisi mertuanya yang semakin hari semakin memburuk, badan beliau yang awalnya berisi, kini mulai kurus. Bahkan makan pun sudah tak berselera.
Satu-satunya cara untuk membuat bunda Najah sembuh adalah membiarkannya berburu mangsa, tapi kondisi beliau sudah tak bisa dipaksakan lagi. Mungkin itu balasan atas perbuatan beliau tempo hari ketika mencelakai Bu Sarinah, meski beliau juga seorang kuyang, namun karma tetap berlaku.
"Tolong kabarin Saleha, aku pengen ketemu!" pinta bunda Najah pada Lara.
"Aku akan nemui Bi Leha, bund!" ucap Lara.
Lara menuruti kemauan sang mertua, ia pergi kerumah Bi Leha untuk menyampaikan pesan ibu mertuanya.
Hari itu juga Bi Leha berjanji akan menemui sahabatnya.
"Najah, ada apa kamu manggil aku kemari?" Bi Leha datang menghampiri Bunda Najah.
"Aku minta tolong kamu cariin orang yang bersedia mewarisi ilmuku ini, aku yakin kamu gak akan mau mewarisnya, tapi aku tahu kamu pasti mau membantuku mencari orang yang bersedia menolongku!" ucap Bunda Najah menghiba pada Bi Leha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments