Fadli pulang dari tugas selama tiga bulan tidak kembali, ia melepas rindu pada istri dan ibunya, tapi ia pulang hanya beberapa hari, karena tugasnya resmi dipindahkan kekota, ini menjadi masalah baru bagi Fadli dan keluarga.
"Aku gak bisa membiarkan bunda sendirian dirumah, mungkin lebih baik aku yang bolak-balik dari kota kedesa untuk menjenguk kalian!" saran Fadli pada Lara dan Bunda Najah.
"Bagaimana kalo bunda kita ajak tinggal dikota?!" Usul Lara.
"Aku keberatan untuk tinggal dikota!" tolak bunda Najah.
"Apa bunda gak kasian sama kak Fadli hidup sendirian dikota terus menerus?!" tanya Lara yang berat harus berpisah terus-terusan dengan Fadli.
"Kamu bisa ikut Fadli, tapi aku gak mungkin kekota apalagi dengan kondisi seperti ini!" ucap Bunda Najah bersikeras menolak.
"Bunda ada benarnya, tapi aku gak bisa ngajak Lara tinggal dikota sementara bunda sendirian dalam keadaan memprihatinkan!" ucap Fadli sedih.
"Berarti, keputusan kak Fadli tadi udah yang terbaik. Kak Fadli bisa pulang sekali seminggu buat nengok kita kan?" ucap Lara pura-pura tegar padahal hatinya menangis.
"Aku usahain bisa pulang dua kali dalam seminggu, dan dimana ada waktu luang aku pasti nengok kalian." janji Fadli pada Lara
Fadli melihat mata Lara berkaca-kaca, ia bisa merasakan kerinduan Lara untuk bisa bersamanya, namun tuntutan kerja dan keadaan bunda Najah membuat jarak diantara mereka.
Lara tak akan bisa kemana-mana selama keadaan bunda Najah tak ada perubahan, sedangkan Fadil kuliah di kota yang sama dengan tempat Fadli bertugas. Fadil tak bisa diharapkan, aelain itu jarang pulang kerumah semenjak kuliah.
Hari telah beranjak malam, Fadli mengajak Lara tidur lebih awal, mereka melepas rindu setelah berbulan-bulan tak bertemu. Keduanya sejenak melupakan masalah rumah tangga yang makin kesini makin rumit dan sulit.
Sejak kehamilan Lara gagal, ia merasa trauma untuk hamil lagi, ia memilih menunda kehamilannya sampai ia benar-benar siap, Fadli menghargai keputusan istrinya.
"Aku pengen banget ngajak kamu tinggal dikota!" bisik Fadli ditelinga Lara yang berbaring disampingnya.
"Sepertinya itu hanya sebuah impianku!" ucap Lara sedih.
"Kamu gak boleh sedih, aku akan nengok kamu tiap Minggu. Suatu saat kita pasti bersama selamanya!" ucap Fadli menghibur Lara.
"Aku berharap banget itu bisa terjadi" balas Lara.
"Gak ada yang mustahil, sayang!!" Fadli membelai rambut Lara yang lembut terurai panjang.
Lara menenggelamkan wajahnya kedalam dek*pan Fadli, ia menangis mencurahkan kerinduannya yang sangat dalam.
"Kamu harus berjanji gak akan menduakanku, dikota pasti banyak wanita cantik!" Lara menumpahkan isi hatinya yang selama ini ia takutkan.
"Percayalah, gak ada yang bisa merebut hatiku darimu, sayang!" Fadli meyakinkan Lara.
"Kupegang janjimu!" ucap Lara.
"Kita lihat saja nanti, aku gak akan tergoda wanita manapun!" Fadli berusaha membuat Lara tenang dan tak berpikir macam-macam.
"Selama ini aku percaya padamu, jangan pernah khianati kepercayaanku!" pinta Lara.
"Aku akan selalu setia meski jarak memisahkan, gak ada yang bisa misahin kita!" Fadli berjanji sehidup semati bersama Lara.
Perlahan keduanya pergi melayang diudara menuju langit cinta, Fadli mengajak Lara terbang keawan ketujuh dan melupakan segala urusan dunia. Malam itu mereka lalui dengan indahnya cinta, jauh dari hiruk pikuk dan ***** bengek masalah keluarga. Lara sangat mendambakan kehidupan yang damai seperti itu.
*****
"Kayaknya aku harus pergi dari desa ini, aku gak mau terikat sama perjanjian itu! Aku tau gimana keadaan 'mereka' yang udah terjerumus, masa aku ikutan nyebur?! Gak, gak akan aku lakuin hal konyol itu, aku gak peduli ditinggal suami, tapi aku gak akan mengambil langkah bodoh." gumam Siti dalam hati.
Siti berkemas memasukkan pakaiannya kedalam tas, ia berniat meninggalkan desa suaminya, Siti memilih pulang kedesa orang tuanya.
"Mama, kita masih kerasan disini!" rengek Iwan tak mau pergi.
"Tapi ditempat nenek lebih seru, nak! Disana ada paman dan tante, pasti banyak yang sayang sama kalian!" bujuk Siti pada anak sulungnya.
"Iya ma, Rini punya teman banyak disini, Rini gak mau pergi!" Rini adik Iwan menangis.
"Mama akan beliin kalian mainan yang banyak asal kalian mau ikut sama mama!" bujuk Siti lagi.
"Kan Mama bisa beliin mainan buat disini!" ucap Rini.
"Bukan Mama yang beli mainannya, tapi nenek kalian disana dengan syarat kalian juga harus kesana!" Siti berusaha membujuk kedua anaknya.
Iwan dan Rini tergoda, mereka akhirnya senang diajak pulang ketempat orang tua ibunya di desa lain yang lumayan jauh dari sini.
"Ayah ikut kita kan ma?!" tanya Iwan.
"Ayah sibuk kerja, nanti nyusul kita kalo udah libur" jawab Siti berbohong.
Siti tak mau anak-anaknya tahu tentang retaknya rumah tangga mereka, ia terpaksa berbohong.
Teeeeet teeeet teeet, terdengar bunyi klakson Mobil di halaman depan rumah Siti.
"Maaa, Mobil jemputan udah datang!" Ucap Rini berseru seraya keluar rumah membawa ransel dan boneka beruang miliknya.
"Ayo buruan masuk ke Mobil!" Ajak Siti
"Tungguin Iwan, ma!" pinta Iwan sambil memakai sepatu.
"Ayo sayang, jangan lupa bawa mainanmu!" Siti berjalan menuju rumah tetangganya, "Bu Salma, titip kunci rumah, tolong nanti kasihkan sama ayahnya anak-anak!" pinta Siti seraya menyerahkan kunci rumah.
"Iya, nanti kukasih kuncinya sama Fuad. Kamu pulang kerumah ibumu, gak lama-lama kan?" Tanya Bu Salma.
"Gak bu, nanti juga aku balik!" ucap Siti berbohong.
"Mama, Mama, ayo masuk Mobil!" seru Rini dari dalam Mobil.
"Iya, iyaaa! Aku pergi dulu, bu Salma!" Siti berpamitan.
Siti tak mau berlama-lama, ia ingin segera meninggalkan desa itu, selain kesal pada suaminya, ia juga khawatir bertemu Bi Leha karena perjanjian tempo hari dengan bunda Najah.
Mobil melaju meninggalkan desa, Siti lega seolah terlepas dari sebuah ikatan yang membelenggunya.
Ekspektasi Bi Leha dan bu Najah tak sesuai harapan, target mereka mengundurkan diri sebelum kerjasama. Bi Leha mengetahui Siti pulang kerumah orang tuanya, ia yakin Siti pergi karena tak ingin bersekutu dengan aliran hitam.
Bi Leha bergegas pergi kerumah bunda Najah untuk memberitahunya tentang Siti.
"Najah, target kamu telah pergi, kayaknya gak bersedia gantiin posisi kamu!" ucap Bi Leha serius.
"Kita harus nyari orang lain yang benar-benar bersedia!" sahut bunda Najah tak bersemangat.
"Perlu waktu, karena target harus memikirkannya matang-matang, bukan sehari dua. Seharusnya orang dekat kamu, coba ditanya salah satu dari kerabat besar kamu!" saran Bi Leha pada Bunda Najah.
"Mana ada?! Mereka udah menjauh juga sejak tahu siapa aku! Hanya sebutannya doang punya kerabat besar, tapi setelah ayah Fadli hengkang, mereka juga seolah lenyap ditelan bumi!" ucap Bunda Najah penuh penyesalan.
"Kamu memang ceroboh, kenapa dulu berpikir terlalu sempit! Dikit-dikit kedukun!" sesal bi Leha.
"Penyesalan gak pernah datang di awal, kalo tau begini, aku juga gak bakalan mau!" ucap bunda Najah membela diri.
"Iya aku tau! Sekarang aku pergi dulu, ada pengajian di muara desa!" Bi Leha bangkit dan pergi kepengajian.
Bunda Najah iri, dirinya tak bisa lagi seperti Bi Leha, pintu taubat seakan tertutup baginya, ia hanya meratapi dirinya, menangis sepanjang hari. Begitulah nasib seorang kuyang, sulit mencari pengganti yang bersedia, akhirnya penyesalan tiada guna.
Author saranin khusus buat pembaca, jangan terlena dengan hawa napsu dunia, jangan gampang main dukun, yang ada akan punya perjanjian dengan setan dan iblis. Banyak wanita-wanita yang tersesat akibat tipu daya setan, lebih baik berpegang teguh pada Al-Qur'an dan kitab-Nya, berserah diri hanya pada Allah SWT dan keyakinan masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Kaisar Tampan
kak aku udah mampir.
bantu dukung karyaku juga ia
simpanan brondong tampan
mari saling bantu
2022-07-08
0