Semenjak Lara pulang, rumah bunda Najah tak terawat, bau amis, dan tak sedap sangat menusuk, hanya sesekali Fadli menyapu saat dia tidak bertugas. Fadil tak bisa diharapkan, rumah hanya seperti sarang burung baginya, pulang sebentar, selebihnya berkelanan diluaran.
Rumah besar bergaya tahun 90an itu nampak gelap dan menyeramkan, ditambah bonsai-bonsai yang merimbun diteras, membuat vibes mengerikan makin terasa. Selain itu, beberapa sering melihat penampakan seorang wanita berambut panjang berwarna putih, duduk di teras atau berada di sekitar halaman.
"Sebulan sudah aku gak mencari mangsa, badanku berasa sakit dan lemah, aku harus mencari buruanku malam ini!" ucap bunda Najah dalam hati.
Malam masih lama, entah kenapa siang terasa sangat panjang hari itu. Bunda Najah kehausan, haus yang tak biasa, tenggorokannya kering bagai dicekik. Ia sudah lama tidak berburu, sehingga merasakan haus yang sangat dahsyat, sementara di desanya tidak nampak ada yang melahirkan. Kalau cuma menghisap dar*h wanita menstruasi, itu tak berpengaruh baginya, karena ia membutuhkan asupan ekstra dan harus menghisap dar*h wanita hamil, organ dalam tub*h mereka, atau ari-ari bayi baru lahir.
"Hmmmppppttttt bau wangi ini dimanakah kira-kira? Aromanya sangat menyengat, pasti gak jauh dari desa ini! Malam ini aku harus mendapatkannya!" ucap bunda Najah sambil menelan ludahnya tak sabar ingin mencicipi santapan empuk itu.
Hari mulai berganti dengan malam, gerimis turun membasahi perkampungan yang asri tersebut. Suasana mulai dingin, orang-orang lebih memilih duduk di warung-warung sambil menyeruput teh hangat dan penganan ringan yang tersedia disana, aroma pisang goreng sangat nikmat tercium oleh Mama Hanum, ia beranjak pergi kewarung untuk membelinya.
"Lara, Mama ke warung dulu ya nak!?" ucap Mama Hanum seraya menutup pintu.
"Jangan lama-lama ya ma!" jawab Lara.
Usia kandungannya sudah menginjak bulan ke tujuh, dua bulan lagi ia akan melahirkan, ia memilih untuk melahirkan di rumah orang tuanya sendiri.
Angin berhembus dingin ke dalam kamar Lara, ternyata jendela kamarnya lupa di tutup, jendela biasa tanpa pembatas besi maupun kaca. Lara tak mempedulikannya, ia pikir hari masih belum terlalu malam.
"Nanti aja nutup jendelanya, belum terlalu malam juga, udara di luar sangat sejuk!" ucap Lara dalam hati.
Syuuuuuurrrr, angin berhembus kencang, jendela kamar terbuka tertutup, Lara terkejut, ia merasa ada yang tidak beres di luar yang sudah kelam pekat. Disamping kamarnya banyak pohon-pohon pisang yang berdaun lebat, makin membuat suasana hitam pekat.
Krikkkk krikkk kriiiikkkkk, suara belalang melengking nyaring, belalang Palasit bukan belalang biasa, tubuh Lara bergetar, merinding, ia merasa hawa tak enak ada di dekatnya, badannya kaku tak bisa bergerak, tak sengaja matanya menatap ke arah jendela, ia melihat dua belah tangan berpegangan mencengkram pinggir jendela ingin masuk ke dalam rumah. Suara tangan itu makin mengerikan, kukunya yang panjang seolah mencakar-cakar tembok papan rumah Lara, makin lama suara cakaran itu makin keras.
"Hmmmm, haruuuum, haruuum banget baunya!" ucap makhluk diluar jendela penuh napsu.
Lara gemetar, ingin berteriak namun mulutnya terasa bungkam.
"Mungkin saatnya aku bersemayam ditubuh wanita ini!" gumam makhluk diluar sana.
"Kamu siapa? Jangan ganggu aku, aku gak punya urusan sama kamu!" Lara menjerit ketakutan.
"Aku terpaksa, gak ada pilihan lain!" ucap makhluk diluar.
Lara yakin itu Palasit, tapi ia belum tahu siapa pemiliknya, ia tak sanggup berteriak oleh karena bungkam. Matanya terus mengawasi jendela, tirai penutup jendela yang cuma setengah dari jendela tersebut bergerak-gerak. Lara merasa dirinya sedang di intai makhluk diluar itu.
"Ma.. maaa... maaaa!" Lara mencoba berteriak memanggil Mama Hanum, namun tak kuasa, seolah tak ada daya.
Disaat dirinya sedang tegang, tirai jendela terbuka dan menyeruak sebuah kepala makhluk dengan wujud menyeramkan, giginya bertaring, matanya besar-besar berlumuran nan*h dan dar*h seolah akan lepas dari cangkangnya, rambutnya hitam panjang nampak kusut, dari leher sampai bawah terlihat isi per*t makhluk itu. Makhluk itu tanpa badan dan kaki, kuyang iya kuyang.
"Maaaaa ada k..k...kuyaaang maaaa!" Lara berhasi berteriak, sepupu ibunya berlari dari rumah sebelah menuju kamar Lara.
Derap langkah Bi Ratih terdengar menuju kamar Lara, ia bergegas menghampiri keponakannya yang sedang dalam bahaya. Kuyang yang tadi mengincar Lara menghilang seketika saat Bi Ratih datang.
"Lara, kamu gak apa-apa nak?" tanya Bi Ratih cemas sambil mengelus-ngelus rambut dan wajah Lara.
"Bi..Bi.. biii kepalanya... !" ucap Lara terbata-bata hampir saja tak sadarkan diri.
"Udah Lara, jangan takut, bibi ada disini! Nanti Mama kamu datang!" Bi Ratih menenangkan Lara yang masih syok.
Mata Lara tak berkedip, ia masih menatap kearah jendela dengan wajah ketakutan, Lara syok berat, karena ia tak pernah melihat sosok seperti itu sebelumnya meski hampir setengah tahun tinggal bersama ibu mertua seorang kuyang.
"Kemana Hanum, lama banget gak datang-datang!?" Bi Ratih gelisah menunggu Hanum datang.
Lara gemetar ketakutan, matanya terbelalak masih syok. Pintu depan dibuka, Mama Hanum berlari masuk kekamar mendengar tetangga heboh diluar karena Lara menjerit.
"Lara, Lara.. kamu gak kenapa-napa nak?" Mama Hanum panik melihat Lara yang masih syok.
"Jaga Lara, aku ambilin air minum ke dapur!" ucap Bi Ratih saudara tertua Mama Hanum.
"Baiklah! Nak, istighfar nak, nyebut nak!!!" ucap Mama Hanum.
"Maa, Mamaaa... !!" Lara menangis ketakutan.
"Udah sayang, Mama gak akan ninggalin kamu sendirian!" Mama Hanum memeluk Lara yang ketakutan.
Bi Ratih masuk dapur mengambil air putih untuk Lara. Ckckckck sssshhhh ckckckck, terdengar suara aneh di bawah lantai dapur, rumah mereka terbuat dari kayu yang bertopang pada tongkat-tongkat kayu jati atau ulin, sehingga setiap rumah memiliki bawah rumah dan di dapur terdapat limbah rumah tangga, comberan. Suara aneh itu terdengar di comberan, Bi Ratih terkejut bukan main melihat sosok hitam, kepala dan rambut kusut beserta isi perutnya sedang menikmati kot*ran comberan.
"Pergi, jangan ganggu orang-orang dirumah ini! Pergiiii!" Bi Ratih bergegas mengambil bawang dan melemparnya tepat kearah lantai bawah dapur.
Suara makhluk dibawah lantai dapur terdengar mendengus nampak marah, ia bergegas melesat dan menghilang ditengah gelapnya malam. Bi Ratih buru-buru kekamar Lara.
"Hanum, sebaiknya ikat rumahmu dengan tali ijuk, bakar daun jeruk dan jeriangau tiap malam agar kuyang itu tidak berani mengganggu, dan jangan lupa menaruh buku Yasin, bawang merah tunggal dan teman-temannya dibawah bantal Lara!" saran bi Ratih pada Mama Hanum.
"Aku cuma naruh buku Yasin dekat bantal Lara!" Mama Hanum merasa aman, jadi mengabaikan adat dan kebiasaan warga.
"Jangan lalai, ini sangat berbahaya, bulan kemaren udah kejadian di desa sebelah, palasit bersemayam dalam raga si ibu hamil sampai meninggal! Ini gak bisa dianggap remeh!" ucap Bi Ratih mengingatkan.
"Iya aku baru ingat, kamu jaga Lara, aku kewarung dulu beli bawang, sepertinya didapur gak ada bawang tunggal! Sekalian nyari jeriangau dan daun jeruk dihalaman Bi Ratna!" ucap Mama Hanum pamit.
"Panggil beberapa tetangga buat nemenin kami, aku gak berani sendirian jaga Lara. Kuyang itu sewaktu-waktu datang seperti barusan dibawah lantai dapur!" ucap Bi Ratih bergidik ngeri.
"Iya kak, aku panggil Maya dan Fatimah kemari!" Mama Hanum pergi diiringi anggukan Bi Ratih.
Ayah kandung Lara sedang tidak ada dirumah waktu itu, beliau pergi ke pengajian di desa tetangga, baru pulang jam sepuluh atau sebelas malam, parahnya susah berkabar, karena zaman dulu belum ada ponsel.
Maya dan Fatimah datang kerumah Lara menemani mereka, Lara dibawa keruang tengah, agar lebih aman daripada di kamarnya. Tetangga yang lain berdatangan menenangkan Lara sambil baca-baca Yasin jaga-jaga agar kuyang tidak berani datang.
"Maya, kamu jaga Lara ya!? Aku mau nyalain api unggun untuk bakar daun jeruk dan jeriangau dihalaman depan dan belakang!"
"Iya Bi Ratih, aku dan Fatimah gak akan kemana-mana!" ucap Maya.
"Sekalian ikat sekeliling rumah dengan tali ijuk!" ucap tetangga.
"Iya nanti, lagi dibeli sama Hanum!" jawab Bi Ratih.
"Buruan, bi! Sebelum kuyang itu bisa masuk kerumah!" tetangga merasa khawatir karena kuyang bisa saja langsung masuk kedalam raga Lara seperti kebanyakan.
"Iya iya, aku bikin api unggun dulu!" ucap Bi Ratih tergesa-gesa.
Mama Hanum kembali dengan belanjaan perlengkapan untuk mengusir kuyang tersebut, Bi Ratih buru-buru mengambil tali ijuk dan bergegas keluar rumah untuk mengikat sekeliling rumah.
"Rahmat, tolong jagain api unggun ya! Jangan sampai padam, nanti kusiapin kopi, rokok dan makanan ringan buat teman jaga api!" ucap Bi Ratih pada pemuda bernama Rahmat yang duduk di bangku bambu didepan rumah.
"Siap Bi, nanti aku panggil teman-teman, kami bergadang disini sampai pagi!" ucap Rahmat senang dapat tugas dan makanan gratis.
"Bagus banget kalo kamu bersedia jaga-jaga disini dengan teman-temanmu!" ucap Bi Ratih tersenyum senang.
Bi Ratih bersama Rahmat membakar kayu-kayu dan jeriangau serta daun jeruk, bau menyengat dari tumbuhan tersebut membuat kuyang takut, kuyang yang mengincar Lara dari tadi bersembunyi dibalik pohon-pohon pisang, ia ketakutan mencium bau itu dan pergi menjauh.
*****
"Kurang ajar, warga sebelah tau banget kelemahan kami!" ucap Bunda Najah kesal.
Ternyata bu Najah yang mengintai Lara, keadaan membuatnya terpaksa ingin memangsa menantu dan calon cucunya sendiri.
"Bagaimanapun, dia darah dagingku, tapi keadaanku gak bisa diajak bersahabat!" ucap sosok kepala tanpa badan itu melayang-layang diudara.
Kuyang tersebut menjauh dari desa tempat tinggal Lara, ia berkeliling ke desa-desa lain mencari mangsa.
"Bang, ada kuyang bang!" teriak seorang pemuda di sebuah poskamling.
"Mana mana mana?!" Sahut pemuda lain.
"Itu barusan melesat laju banger, perutnya nyala bang!" jawab pemuda itu.
"Kalo dia muncul lagi, kamu kudu telanjang, biar kuyang itu jatuh!" ucap temannya.
"Berani ngasih aku berapa?!" tantang pemuda itu.
"Satu slop rokok" jawab temannya asal.
"Aku jabanin, tapi seriuskan? Lumayan satu slop rokok!" ucap pemuda itu terkekeh.
"Ayo buktikan!" jawab temannya.
Bunyi menderu seperti angin berhembus kencang terdengar di sekitar poskamling, kuyang itu tidak jauh dari situ, ia mengincar sebuah rumah tua dengan penghuninya yang sakit keras, namun rumah itu didatangi banyak tetangga, karena si sakit makin parah. Kuyang selain memangsa dar*h menstruasi atau orang melahirkan dan mengganggu wanita hamil, dia juga senang menempati raga orang sakit parah atau menahun.
"Kamu dengar bunyi berderu itu kan?!" tanya pemuda di poskamling.
"Iya tuh dekat banget bunyinya!" ucap pemuda lain.
"Udah lanjut main catur dulu, bang! Nanti berburu kuyang laknat itu!" seru pemuda lain.
"Tapi ini seru banget, Gus! Kalo aku menang, aku dapet satu slop rokok! Kan kita bisa pesta rokok!" ucapnya menimpali.
"Ya udah, kamu mau gimana?" tanyanya lagi.
"Aku lepas ****** ***** yak! Biar pas kuyang lewat aku tinggal lepas jeansku!" jawab pemuda itu konyol.
"Hahaha kamu ini apa-apaan, Wan? Jorok banget" ucap Agus tertawa terbahak-bahak.
"Gak papa sekali-sekali jorok demi satu slop rokok!" balas Iwan ikut tertawa disusul pemuda lain.
Iwan benar-benar melakukan hal konyol itu, ia pergi kebelakang poskamling untuk melepas ****** ********, kemudian memakai jeans nya kembali, setelah itu dia melepas kaosnya dan menaruhnya dibahunya. Iwan kembali ketongkrongan bergabung dengan pemuda-pemuda lain.
Malam makin larut, orang-orang yang membesuk si sakit satu persatu mulai pulang kerumah masing-masing. Tiba-tiba terdengar suara seperti kepakan sayap diatas pohon durian dekat rumah si sakit, kuyang siap beraksi.
"Wan, suara aneh itu muncul lagi!" bisik Agus pada Wawan.
"Kamu dan yang lain jaga-jaga dibelakangku, aku akan melepas jeans ini saat kuyang itu lengah! Dan kalian siap-siap hamburin dedak dibawah kuyang itu, biar dia jatuh gak bisa melawan!"
"Tapi Wan, kayaknya kuyang ini sakti banget! Tuh dia muter-muter diatas atap rumah Nenek Rukayah!" ucap Adit.
"Ini tantangan buat kita!" ucap Iwan.
"Ayo Wan, kamu harus berani, satu slop rokok menantimu!" ucap Rudi yang menantang Iwan untuk menaklukkan kuyang.
"Akan aku buktikan, Rud!" balas Iwan dengan berani.
Iwan maju membawa perut ikan yang diambilnya ditempat sampah untuk menggugah penciuman kuyang yang sedang fokus kearah rumah nenek Rukayah. Benar saja, kuyang itu terbang merendah membuntuti Iwan yang menjinjing plastik berisi perut-perut ikan.
Terdengar bunyi berisik kuyang dengan tawanya cekikikan persis mbak kunti mengikuti Iwan, teman-teman Iwan mengintip mereka dari belakang. Iwan berusaha menjebak si kuyang, namun sang kuyang sadar dirinya sedang dipermainkan anak muda itu, ia meludah ke arah Iwan, ludahnya jatuh tepat di bahu Iwan, seketika tercium bau busuk yang sangat menyengat. Iwan hampir saja muntah dibuatnya.
"Kuyang laknat! Hadapi aku kalo berani!" Tantang Iwan.
"Hihihihiiii hihihiiiihiii!" Kuyang itu cekikikan seperti kuda meringkik.
"Dia malah ketawa!" ucap Iwan kesal.
"Sssshhhhhh sssshhhhh!" Kuyang itu mendesis menahan napsunya ingin memakan perut-perut ayam yang dibawa Iwan.
Kuyang terbang berputar-putar mengitari Iwan, isi perut kuyang yang menyala terburai menjulur-julur dan berbau busuk. Iwan hendak muntah mencium aroma tak sedap itu, ia mencari waktu yang tepat untuk melepas jeans miliknya, ia menunggu sang kuyang mendekati plastik berisi perut-perut ikan yang dibawanya.
Kuyang itu benar-benar tak bisa menahan napsunya untuk melahap perut-perut ikan tersebut, ia tak peduli apapun yang akan di lakukan pemuda itu padanya.
Seeeeeeeeettt sang kuyang menggigit kantong plastik yang dibawa Iwan, dan Iwan buru-buru melepas jeansnya sambil menari-nari dihadapan si kuyang, sontak saja sang kuyang terkejut, ia kehilangan kendali dan terjatuh ke tanah, bertepatan dengan jatuhnya kuyang itu, teman-teman Iwan datang melempari dedak kearah kuyang, hingga sang kuyang benar-benar tidak bisa bergerak.
"Yeeeey berhasil, aku menaaang! Satu slop rokok akan jadi milikku!" ucap Iwan bersorak senang.
Adzan Subuh berkumandang di Surau yang tak jauh dari tempat mereka, kuyang itu merintih kesakitan.
"Antarkan aku pulang!" ucap sikuyang lemah.
"Tapi harus janji gak ganggu warga desa ini?!" bentak Rudi.
"Baiklah, aku janji, tapi jangan sebarkan aibku!" ucap kuyang memelas.
"Tobat nek, tobat! Udah tua harusnya berhenti lakuin maksiat!" ejek Agus kesal.
"Tolong antarkan aku pulang sebelum siang!" kuyang itu merintih, matanya keluar masuk menahan sakit.
Keempat pemuda itu tidak tega, sekalian tak sanggup mencium bau busuk dan amis si kuyang, mereka bereempat memutuskan untuk mengantar kuyang pulang kerumahnya. Kuyang tak bisa terbang karena kesaktiannya tak befungsi setelah jatuh tadi, ia pasrah ditangan keempat anak muda itu.
Beruntung empa anak muda tersebut berbaik hati mengantarnya pulang, seorang dari mereka membawa kepala kuyang tersebut dialasi daun pisang.
"Cukup antarkan aku didepan teras rumahku saja!" ucap Kuyang berpesan.
Sebelum hari mulai terang, keempat pemuda dari desa sebelah sudah mengantarkan sang kuyang didepan rumahnya.
Kuyang tersebut adalah bunda Najah yang gagal beraksi tadi malam, betapa naasnya nasib beliau malam itu. Gagal memangsa Lara dan si sakit nenek Rukayah. bunda Najah menghampiri badannya yang disimpan dibalik pintu kamar, kepala dan isi perutnya bersatu kembali dengan badan yang dari tadi malam berdiri kaku di balik pintu.
Hari mulai siang, bunda Najah nampak lemas dan tak berdaya, ia uring-uringan dikamarnya.
"Stok temb*ni milikku sepertinya masih ada dalam belanga!" gumam bunda Najah lirih, ia berjalan tertatih-tatih menuju ruang dapur mencari belanga yang dimaksud.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
mochamad ribut
lanjut terus
2022-07-29
0
mochamad ribut
lanjut terus⚡🔨 lagi
2022-07-29
0
mochamad ribut
lanjut terus lagi
2022-07-29
0