Kejadian hari itu benar-benar membuat hidup Lara guncang, menantu mana yang tak sedih mengetahui ibu mertuanya seorang 'kuyang', manusia dengan ilmu hitam pemangsa temb*ni, peminum dar*h menstruasi dan dar*h wanita melahirkan, selain itu juga bisa memakan organ dalam tub*h wanita hamil atau menstruasi.
Lara merasa jijik, muak tapi bagaimanapun juga beliau adalah ibu mertuanya, calon nenek oleh bayi yang dikandungnya sekarang, Lara merasa ingin berteriak, lari dari kenyataan. Terkadang Lara ingin memutuskan untuk bercerai dengan Fadli, tapi nuraninya berbisik, "setiap ada masalah pasti ada jalan keluarnya". Akhirnya Lara terbiasa dengan malam-malam yang menyeramkan, suara-suara desisan lidah orang memakan temb*ni dengan lahap, bau amis dan anyir seisi rumah.
Lara sudah meminta Fadli untuk mencari cara agar ibunya melenyapkan ilmu hitam itu, namun Fadli menjelaskan bahwa tak mungkin terjadi, selain dengan menurunkan ilmu hitam itu pada anak atau menantu perempuannya. Sedangkan bunda Najah tidak memiliki anak perempuan, hanya memiliki dua anak laki-laki, Fadli dan Fadil.
"Bunda sudah berusaha menyingkirkannya, bunda pernah melarung ilmu hitam itu kelaut, tapi malamnya datang lagi, beliau juga mencoba menguburnya, lagi-lagi kembali. Ilmu hitam itu berupa seperti minyak kental yang tak terputus meski dicecer, tersimpan dalam botol kecil, yang dinamakan dengan minyak kuyang!" Fadli menjelaskan.
"Aku masih tak menyangka orang sebaik bunda melakukan hal itu, untuk apa?!" Lara penasaran.
"Bunda memang orang baik dan berwibawa, tapi beliau kalah dengan hawa nafsunya sendiri, dulu bunda dan ayah hidup bahagia sebelum datangnya orang ketiga yang menyebabkan bunda terjerumus kejalan yang salah ini".
"Kenapa sampai salah jalan?" Lara makin penasaran.
"Ayah mengabaikan bunda sejak berkenalan dengan wanita itu, hingga meminta izin pada bunda untuk menikahinya. Namun setelah menikah, Ayah makin jarang pulang kerumah, membuat bunda sakit hati dan khilaf." Fadli menunduk, raut wajahnya berubah sedih ingat kehancuran rumah tangga ayah dan ibunya.
"Seandainya dulu kau melarang bunda untuk pergi kedukun itu!" Lara menimpali sambil membelai belukuk tangan Fadli.
"Bunda putus asa saat itu, beliau naik gunung turun gunung, ke penjuru desa dan pelosok-pelosok, beliau sudah kemana-mana mencari pengasihan untuk membuat ayah kembali kerumah ini, namun nihil. Bahkan bunda tak tahu kalau bunda memiliki ilmu hitam sejenis kuyang ini, dan bunda sendiri tidak tahu dirinya seorang manusia jadi-jadian. Siang sebagai manusia, malam sebagai kuyang!" Jelas Fadli kecewa.
"Hah bagaimana beliau bisa tidak tahu?" tanya Lara penasaran.
"Entah minyak kuyang itu didapat dari dukun mana yang didatangi bunda dipedalaman gunung sana, tapi salah satu dukun itulah yang memberi minyak kuyang tersebut pada bunda. Bunda pernah bilang dengan mengoleskan minyak itu dikedua belah alis, maka ayah akan terpesona kembali pada bunda!" Fadli hafal betul dengan kebiasaan sang ibu.
"Apakah ayah terpikat kembali setelah bunda jadi kuyang?" tanya Lara makin penasaran.
"Ya, pasti! Ayah sempat kembali kerumah berbulan-bulan. Bunda bahagia kala itu, karena ayah lupa dengan istri mudanya. Tapi setelahnya terjadi tragedi besar yang membuat ayah tak mau pulang selamanya, bahkan tak mau untuk bertemu bunda walau sekedar menanyakan kabar!" Fadli kembali bersedih. Lara mendekatinya sambil merebahkan kepalanya dibahu lelaki tampan itu, sejenak ia melupakan suaminya anak dari seorang kuyang.
"Apa yang membuat ayah sangat begitu membenci bunda?" Tanya Lara dengan kalimat lembut agar Fadli tidak bersedih mengungkit masa lalunya.
"Malam itu bunda bertualang seperti malam-malam biasa, beliau saat itu tak tahu siapa dirinya sebenarnya, setiap menjelang malam bunda mengoleskan minyak kuyang dikedua belah alisnya, saat itu juga bunda terbang mencari mangsa, wujud beliau hanya berupa kepala dan seluruh isi perutnya yang terurai, badan sampai leher beliau ditinggalkan dibelakang pintu... " Fadli terhenti, tak sanggup menceritakannya pada Lara, takut membuat Lara jijik dan takut.
"Tidak apa-apa, ceritakan saja! Agar aku tahu bagaimana kalau misalnya nanti aku memergoki bunda yang sedang melakukan aktifitasnya, aku cuma tahu dan mendengar bunda pergi malam-malam, pulang sebelum sholat subuh, itupun seperti benda berat jatuh dari atas atap, tak lebih dari itu." Lara meyakinkan Fadli bahwa dirinya tidak takut.
"Menurut kata orang kampung, waktu itu bunda menyambangi rumah orang yang sedang melahirkan diujung desa sana, beliau udah sering melakukan hal begitu, dan orang kampung juga sudah curiga pada bunda. Tapi bunda tak tahu dirinya dipantau orang sekampung, nah malam itu beliau mencuri temb*ni orang melahirkan tersebut, tapi beliau dikerjain oleh warga. Temb*ni itu dikubur dibelakang rumah dibawah pohon besar, tapi bunda belum sampai kesitu, ditengah jalan dikerjain warga. Warga sengaja mengikat serutan kayu bekas orang membuat peti mati, konon serutan buat peti mati itu bisa berwujud seperti temb*ni bayi, serutan peti mati tersebut diikat dan diseret dengan sepeda. Penglihatan Bunda sudah berubah, serutan itu dikira temb*ni. Akhirnya bunda loncat-loncat mengejar temb*ni, yang sebenarnya serutan kayu peti mati. Warga memyeret tembuni dan membawa sepeda menuju pabrik penggiling padi, disana ada tumpukan dedak, menurut mereka dedak adalah kelemahan kuyang, dan kuyang tak bisa beraksi ditempat penuh dedak itu, warga berhasil ngerjain bunda. Bunda yang cuma berwujud kepala dan perut terurai berteriak-teriak karena diancam warga akan digundul dan ditelanjangi. Akhirnya bunda menyebut siapa namanya dan memberitahu warga dimana tempat tinggal bunda". Fadli menjelaskan panjang lebar peristiwa mengerikan itu pada Lara.
"Tidak pernah mendengar cerita begitu meski aku tak pernah meninggalkan kampung!" Tukas Lara heran.
"Ada kesepakatan diantara kami dan warga saat itu!" Timpal Fadli.
"Kesepakatan apa?" Lara kembali bertanya.
"Tetua kampung membijaksanai hal itu setelah tahu alasan bunda jadi kuyang karena putus asa ditinggal ayah beristri lagi. Malam itu juga tetua kampung dan warga beramai-ramai mengantarkan bunda pulang kerumah, mereka membangunkan kami semua. Aku ikut ayah keluar menemui warga, Fadil saat itu masih berumur 5 tahun, dan aku sudah kelas enam sekolah dasar. Masih kurang mengerti tentang hal seperti itu, tapi sudah tahu arti hantu dan kuyang, seketika aku terkejut melihat kepala yang tergeletak lemah dibawa warga diatas kain jarik, kepala bersama isi perut yang terurai sangat mengerikan bagi anak seusiaku kala itu. Ayah nyuruhku balik kedalam kamar, aku pura-pura menurut, padahal aku penasaran, kemudian mengumpet dibalik pintu menyimak pembicaraan warga dan ayah." Fadli mengingat masa kecilnya yang suram.
"Pantas saja kau tak bisa menasihati bunda saat itu, soalnya kau masih bocah". Akhirnya Lara mengerti mengapa suaminya tidak bisa melarang ibunya mengambil jalan yang sesat.
"Karena ayah salah satu warga yang disegani dan terhormat serta baik, lagi pula karena kekayaan ayah yang melimpah yang sebagian hasilnya buat kesejahteraan warga kampung, maka dari itu tetua kampung berjanji tidak akan mengungkit perihal tentang bunda. Selain itu, tetua kampung mengingatkan warga untuk cukup tahu saja dan dilarang keras mengghibah bunda. Kalau tidak, yang melanggar dihukum untuk meninggalkan kampung." Jelas Fadli pada Lara.
"Wah, begitu segannya warga pada kalian?!" Ucap Lara takjub namun penuh dengan penyesalan.
"Memang, keluargaku sangat disegani. Tapi gara-gara ulah bunda akhirnya semua jadi begini!" Sesal Fadli.
"Tak boleh menyalahkan bunda sepenuhnya, kau bilang semua terjadi juga gara-gara ayah?!"
"Iya, seandainya bunda bersabar, tapi sayangnya bunda ingin cara instan yang akhirnya tersesat begini". Fadli masih menyesali tindakan ibunya meski bukan salah sepenuhnya.
"Aku sangat prihatin, sayang!" Lara mengelus rambut Fadli dengan lembut, mencoba merubah suasana agar tidak terlalu tegang.
"Kau tahu apa yang terjadi malam itu pada ayah dan bunda?" Fadli menatap kosong, Lara masih membelai rambutnya penuh kasih sayang. "Ayah menyatukan kepala bunda dengan badannya yang berdiri dibelakang pintu dapur! Seketika bunda menggelepar dan oleng setelah kepala dan badan beliau menyatu. Bunda tidak menyadari apa yang dilakukan bunda malam itu, begitu juga dengan perjanjian antara ayah dan warga kampung! Tapi ayah marah-marah pada bunda, mencemooh bunda sebagai wanita memalukan keluarga dan banyak lagi kata-kata menyakitkan yang bikin bunda syok saat itu." Fadli menjelaskan secara detail.
"Kenapa bisa begitu? Bukannya bunda melakukannya dengan sadar?" Lara menatap Fadli heran dan bertanya-tanya.
"Tidak, bunda bersumpah tak tahu apa yang dilakukannya! Bahkan waktu ayah membentaknya malam itu bunda terheran-heran, karena mengira ayah marah tanpa sebab. Soalnya malam itu juga ayah pergi sampai sekarang tanpa menjelaskan apa alasannya pada bunda!" Fadli benar-benar terpukul.
"Bagaimana bunda tahu dirinya seorang kuyang?" Lara tak ingin suaminya bersedih atau tersinggung, dia rebahan diasuhan Fadli.
"Aku ingin menjelaskan pada bunda tentang siapa dirinya sebenarnya, tapi takut tidak didengar olehnya, karena saat itu aku masih bocah. Salah-salah aku dimarahi oleh bunda! Tapi ada Bi Saleha, teman dekat bunda datang kerumah siang setelah kejadian! Bi Saleha mengobrol banyak dengan bunda tentang kejadian tadi malam, aku dan Fadil main robot-robotan diruangan yang sama, Fadil belum mengerti, tapi aku juga pura-pura tidak mengerti, padahal penasaran ingin tahu reaksi bunda saat tahu dirinya adalah kuyang!" Fadil bercerita sambil menatap Lara yang berbaring dipangkuannya.
...*****...
"Jeng, ada apa dengan akalmu? Sudah hilang? Kenapa kau mau jadi kuyang?" Ucap Bi Saleha kecewa pada bunda.
"Jangan sembarangan! Apa maksud perkataanmu, Leha? tanya bunda Najah.
"Tadi malam kau lupa diarak warga sehabis mencuri temb*ni bayinya si Inah?" Bi Leha menjelaskan sambil terheran-heran melihat bunda yang tak tahu menahu.
"Astaga, kamu makin aneh, Leha?! Apa sebenarnya maksud dari perkataanmu itu? Coba tatap mataku dalam-dalam, apakah kamu melihat dimataku aku ini seorang kuyang?" ucap Bunda Najah makin tak mengerti.
"Aduuuh, jadi begini... tadi malam kau dikerjain warga saat mencuri tembuni bayinya Inah. Kau adalah seorang kuyang, Najah!!! Kau itu kuyang!! Warga sudah lama curiga padamu, karena kau sering mencuri tembuni bayi warga yang melahirkan!" Bi Saleha menangis tersedu-sedu menceritakan kejadian tadi malam.
Bunda Najah mengingat-ngingat, namun tak bisa. Tapi dia seperti membenarkan ucapan Bi Saleha bahwa dirinya adalah seorang kuyang, karena beliau sadar sudah puluhan mungkin ratusan dukun sudah didatangi buat mencari ilmu pengasihan.
"Aku tak sadar, Leha! Sumpah aku baru tahu, kenapa kau tidak menceritakan kecurigaan warga dari dulu?" tanya bunda Najah kecewa.
"Bukan begitu, aku takut kau tersinggung kalau aku menuduhmu tanpa alasan, soalnya belum ada bukti yang nyata untuk menuduhmu sebagai kuyang. Tapi warga sering memergoki sosok kuyang tiap malam menjelang subuh hinggap diatas atap rumahmu dan menghilang!" Lagi-lagi bi Saleha menangis menjelaskan apa yang ia ketahui.
"Seseram itukah diriku, Leha?!" tanya Bunda Najah bergetar, sambil memegangi kedua tangan Bi Saleha.
Kedua sahabat itu saling menangis berpelukan, akhirnya bunda Najah mengetahui siapa dirinya dari keterangan Bi Saleha. Mulai saat itu bunda jarang keluar rumah atau ikut acara-acara yang diadakan warga didesa. Bunda Najah lebih sering dirumah, namun tak bisa dipungkiri, tiap malam berpetualang mencari mangsa. Tapi masih beruntung warga tidak mempermasalahkan kekurangan Bunda Najah. Meski begitu bunda Najah sering ingin menyingkirkan ilmu hitam yang dimilikinya, namun berakhir gagal. Karena sepengingat bunda Najah, dukun yang memberi minyak kuyang padanya telah meninggal. Sedangkan untuk melenyapkan minyak kuyang itu harus pada dukun pertama yang memberikannya, atau dengan cara menurunkan ilmu hitam tersebut pada anak atau menantu perempuan. Sangat mengerikan!!!
...*****...
Tahun berganti tahun, tak terasa kejadian malam itu sudah berlalu lebih dari delapan belas tahun. Putra sulung Bunda Najah tak kunjung dapat pedamping hidupnya, mungkin warga desa enggan berjodoh dengan pria anak dari seorang kuyang. Hingga tak disangka, pria tampan bernama Fadli itu menikah dengan wanita cantik yang sekarang mengandung bayinya, Lara.
Cerita Fadli meluluhkan hati Lara, awalnya ia bertekad minta cerai, tapi akhirnya tak tega. Karena Lara tahu Fadli tidak bersalah, bahkan bunda Najah pun tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas kejadian yang tak diinginkan ini. Tapi ada sedikit kegelisahan dilubuk hati Lara yang dalam, sebenarnya ia tak menginginkan hal ini terjadi. Lara berusaha melupakan masalah keluarga dalam rumah tangganya.
Fadli membelai rambut Lara sesekali meraba leher dan pipinya dengan penuh cinta, hingga membangkitkan gairah asmara di hati Lara. Perlahan Fadli melepaskan baju tipis yang membalut tubuh istrinya, sembari mengusap perut Lara penuh kasih dan mengecupnya.
"Jangan nakal pada mama, nak ya!?" Pesan Fadli pada calon bayinya, tangan Fadli mulai menjelajahi tubuh mungil istrinya. Lara pun membalas belaian kasih suaminya, keduanya larut dalam bahtera cinta, suasana makin memanas yang membuat mereka lupa dengan masalah hidup mereka yang rumit.
Gubraaakkkkk, benda berat jatuh dari atas atap, pasti itu bunda Najah yang pulang dari pengembaraan beliau mencari mangsa empuk. Tapi kejadian itu sudah tak asing lagi bagi Lara, apalagi Fadli, karena sudah terbiasa. Sepasang suami istri itu sedang mengarungi bahtera cinta dilaut asmara, mereka tak peduli apa yang terjadi.
Sementara itu, bunda Najah sedang sibuk menyantap tembuni segar masih berdarah yang baru saja beliau dapatkan ditempat orang melahirkan.
"Hmmm sedap sekali, dengan tembuni ini aku bisa hidup sehat selama dua tiga minggu!" bunda Najah menjilati dar*h segar tembuni yang tersisa dijari-jarinya.
Begitulah aktifitas seorang kuyang, yang kadang dilakukannya tiap malam. Menurut Lara, bunda Najah ini ibarat kuyang senior, ilmu beliau sudah sangat tinggi, bisa membuat mangsa atau musuhnya kesurupan. Berbahaya, tapi selama ini tidak pernah mengganggu Lara dan kehamilannya, mungkin karena Lara adalah menantunya.
Namun jangan senang dulu, pemirsa! Lara akan menerima berbagai cobaan dan tantangan yang sulit untuk dijalani dan diterima akal sehat. Mengerikan dan menakutkan!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
mochamad ribut
up up ⚡🔨
2022-07-27
0
mochamad ribut
up
2022-07-27
0
mochamad ribut
up up
2022-07-26
1