Dengan perasaan marah, Zahma mencoba melepaskan lagi benda sialan yang ada di pergelangan tangannya.
"Shh...". Gadis itu merasakan perih di kulit tangannya, karena memaksa benda itu melepaskan diri.
Setetes air mata meluncur, menandakan betapa putus asa nya dia saat ini.
Saat ini dia berada di kamar mandi komplek belakang. Sengaja dia berada di tempat ini, agar teman satu komplek kamarnya tidak melihat apa yang dia lakukan. Lagi pula mereka semua tidak dapat melihat benda ini.
Zahma jongkok di kamar mandi, dan menundukkan kepalanya. Air mata sudah mengalir dengan deras.
Suara gemericik air dari keran menyamarkan suara tangisan gadis itu, serta suara bisikan yang mengganggu pendengarannya.
Gadis itu mendongak karena terlintas sebuah ide di otaknya. Dia menghapus air matanya dengan kasar, kemudian bangkit berdiri.
"Dia bisa melihat benda ini.. Pasti tau cara melepasnya. Tidak mungkin tidak..". Ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Besok Aku akan menemui dia..". putus gadis itu.
***
Senin jam tujuh pagi....
Zahma sudah bersiap berangkat ke kampus, Dia sudah memakai sepatu dan membawa tas cangklong di punggungnya.
Zahma melangkahkan kakinya meninggalkan asrama. Dia berangkat seorang diri. Tadi pagi, Dia sudah mengatakan pada Dila, bahwa dia akan berangkat duluan, karena ada acara. Tentu saja dia tidak mengatakan akan menemui seseorang.
Zahma berjalan melewati gang, yang biasa dilewatinya setiap hari bersama Dila. Berbeda jika kuliah malam, mereka akan memilih berjalan lewat jalan raya, yang ramai dan terang.
30 menit berlalu, dan gadis itu sudah sampai di kampus, dan segera menuju ke ruang dosen Fakultas Hukum.
Dia membuka pintu utama ruang dosen. Sudah ada beberapa dosen yang menempati bilik kerja mereka.
Zahma menyapa dosen- dosen itu dengan sopan.
Zahma melirik bilik seorang yang tengah di tujunya. Dia mendekat dan melihat seseorang duduk di kursi kerjanya. Sambil menatap serius ke laptop di atas meja.
"Permisi Pak...". Ucap Zahma dengan sopan. Dosen di depannya mendongak, dan sedikit terkejut. Namun tidak lama dia segera tersenyum ramah.
"Silahkan duduk..".
Zahma duduk di kursi yang tersedia, dan berhadapan dengan Pak Aziz.
"Jadi ada keperluan apa, Mba?". Pak Aziz mulai bertanya. Dia tidak mengundang mahasiswinya ini ke ruangan.
Zahma ragu untuk berbicara, karena di luar bilik ini banyak dosen, yang bisa saja mendengar apa yang dia katakan.
Rupanya Pak Aziz menyadarinya,
"Katakan saja.."
Zahma mengangguk.
"Bapak waktu itu bilang bisa melihat benda ini?". Zahma menunjukkan tangan kirinya, dan Pak Aziz mengangguk.
"Dan sepertinya bapak tidak asing dengan benda ini..".
Zahma menjeda kalimatnya, Dia menatap si dosen,
"Pasti bapak tahu cara melepasnya kan? Bapak bohong kalo bilang tidak tahu caranya..!".
"Saya mohon pak.. Lepaskan benda ini jika Bapak bisa ! Kemarin saya hampir mati karena benda ini...".
Gadis itu menangkup dua tangannya di depan dada, memohon kepada si Dosen, dengan wajah memelas.
Pak Aziz menghembuskan nafas berat. Dia mengenal benda itu, karena benda itu adalah penghuni kotak biru miliknya.
Pak Aziz mengeluarkan kotak biru yang ditaruh di laci meja kerjanya. Kemudian menyodorkan benda itu pada mahasiswi di depannya, setelah sebelumnya menggeser laptop miliknya agar tidak menghalangi.
Zahma tidak mengerti maksud dosennya. Kenapa benda ini disodorkan kepadanya.
"Sebelumnya, benda itu ada di kotak biru ini..". Kata Pak Aziz, tanpa ekspresi apapun.
"Milik siapa kotak itu Pak? Dan mengapa Bapak bisa tahu?". Tanya Zahma penasaran.
"Kotak itu milik saya..". Jawab Pak Aziz pada akhirnya. Dia menatap mahasiswa di depannya yang terkejut. Zahma menutup mulutnya, tidak menyangka benda itu adalah milik Pak Aziz.
Dengan perasaan marah, Zahma berteriak ke arah si Dosen.
"Jadi Bapak yang selama ini meneror saya?! Kejam sekali Pak ! Apa salah saya?? Saya pikir itu hanya setan iseng yang menyerupai Bapak ! Ternyata memang anda sendiri sumbernyaaa!!!!".
Dengan kecewa, Zahma keluar dari bilik, dan pergi.
Terjawab sudah. Dosen itu yang menerornya.
Tapi apa salahku? Batin gadis itu, masih tidak mengerti.
Pak Aziz berdiri, Dia tidak bisa berkata apa- apa. Ini di luar kendalinya. Dia memang bisa berkomunikasi dengan MEREKA, terutama sosok yang sering menyerupai dirinya. Namun, bukan berarti dia bisa mengendalikan agar sesuai keinginannya.
Jika mereka tak terkendali, kejadiannya akan seperti kemarin, mengancam nyawa.
Beberapa dosen mendekati bilik Pak Aziz dan menanyakan ada apa. Pak Aziz tidak mengungkapkan apapun, hanya mengatakan ada kesalahpahaman saja. Setelahnya mereka bubar, namun dengan tanda tanya besar yang ada di kepala.
Gadis barusan adalah mahasiswi yang pingsan di ruang dosen waktu itu. Dan semuanya paham.
Ada hubungan apa? Begitu batin mereka jika bisa diterjemahkan.
Zahma berbelok menuju toilet yang berada di gedung F, yang letaknya tak jauh dari tempat yang dia datangi.
Dia memasuki toilet yang kosong, dan menangis tersedu di sana. Seorang diri.
Dia mengayunkan tangan kirinya ke tembok toilet dengan keras. Berulangkali. Berharap benda itu akan meleyot. Namun sekencang apapun, yang terjadi malah tangannya yang ngilu, dan kembali perih karena lecet.
"Dosen sialaan.. Setan sialaaannnn!!!!!". Teriak Zahma dengan kesal.
Tok tok tok...
Suara ketukan di pintu toilet membuat gadis yang baru saja mengumpat itu berjengit kaget.
"Siapa?". Tanyanya, memastikan apakah itu manusia atau setan.
"Zahma itu kamu?".
Suara yang familiar itu membuat Zahma menghembuskan nafas lega. Dia membuka pintu toilet, dan melihat Dila sudah berdiri di depan pintu toilet.
"Kamu berangkat gasik Dil?". Tanya Zahma heran.
(Gasik itu bahasa jawa, terjemahannya berangkat gasik berarti berangkat lebih awal).
"Iya, Aku liat kamu pas lewat depan F, tapi kayaknya kamu nggak denger, jadi Aku ikutin deh..". Ucap Dila.
Zahma mengangguk mengerti. Dia memang tadi sempat mendengar namanya dipanggil. Namun dia pikir itu suara yang biasanya berbisik kepadanya. Jadi dia abaikan.
Lagipula, Dia sedang tidak berada pada kondisi baik- baik saja.
Zahma menyalakan keran di wastafel dan meraup air yang mengalir, kemudian membasuh wajahnya yang terasa lengket karena air matanya mulai mengering, dan membuat tidak nyaman.
"Acara apa kok sampe bikin kamu nangis?". Dila yang masih menunggu temannya membasuh wajah, sembari menyandar di tembok, mengeluarkan keingintahuannya. Dia tadi sempat mendengar Zahma mengumpat.
Sementara itu yang ditanyai, hanya bisa mendesah dengan kesal.
"Pak Aziz yang selama ini neror Aku. Dia yang punya gelang ini...".
Dila mendekati temannya yang masih belum beranjak dari depan keran wastafel.
"Serius? Salah apa kamu sama dia?!". Dila turut emosi. Apalagi jika mengingat bahaya yang mengancam Zahma malam sabtu kemarin, saat pulang kuliah.
"Dia sudah ngelepas benda itu kan?!". Tanya Dila lagi. Tentu saja dia bertanya, karena benda itu tidak dapat dilihat.
Zahma menggeleng.
"Aku tadi marah, jadi langsung keluar begitu tau dia yang punya gelang sialan ini..". Ucap Zahma jujur.
"Kenapa tidak memaksa dia melepaskan benda ini? Harusnya kamu paksa dulu, jangan langsung pergi Zah...". Dila sedikit menyalahkan temannya itu, kenapa harus gegabah pergi.
Zahma mendengus, Dia tidak bisa berpikir jernih saat mengetahui bahwa sumber gangguan adalah orang yang tidak diduganya.
Dia jadi berpikir, Apakah kejadian waktu itu, saat dia pingsan dan demam satu minggu, Pak Aziz adalah biang keroknya?
Tetapi mengapa saat bersama dengan Dekan waktu itu, Dia seolah terkejut dan tampak bodoh?
Benar- benar dosen yang pandai sandiwara!! Kesal Zahma, sambil mendengus.
"Ayo kita temui dia lagi Zah.. Aku temani.." Ajak Dila.
"Aku masih belum bisa terima Dil..".
Zahma menggeleng.
"Mau sampe kapan? Biar masalahmu cepat selesai..". Kata Dila tidak sabaran.
Zahma hanya menggeleng. Dia bahkan memutuskan tidak akan masuk kelas Pak Aziz setelah kejadian hari ini.
.
.
Bersambung💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Adfazha
Pak Aziz dilema nihh gegana bgg mw bantuin Zahma yg terlanjur slh phm
2022-06-26
1
Desilia Chisfia Lina
semakin misterius nih cerita
2022-06-26
1