Dengan suasana hati yang tidak bagus, Zahma memasuki ruang kelas di gedung G. Dila sudah duduk beberapa saat sebelum Zahma memasuki ruangan.
Zahma mendengar bisik- bisik dari teman cewe di kelasnya, Yang dia tahu pasti sedang menggosipinya. Dia tidak peduli. Hanya menambah bad mood saja jika dilayani.
Lagipula kenapa teman cewe di kelasnya berubah menjadi makhluk menyebalkan sih?
Bukannya simpati karena temannya mendapat musibah teror, eh ini malah menjadi bahan gosipan.
Benar- benar manusia tiada akhlak!!!
Batin Zahma kesal.
"Zahma tadi dosen Hukum Acara Perdata nyariin kamu...".
Mba indah yang duduk di barisan ketiga, mencolek pundak Zahma dan memberitahukan hal tersebut. Belum sempat Zahma menyahut, suara ledekan teman cowo muncul.
"Ihiiiirrr... dicariin pak Doseennn...".
Suara gerombolan cowo yang rupanya punya telinga setajam tukang gosip segera menggema di ruangan.
Zahma mendengus kesal dan segera menoleh. Menatap tajam ke arah gerombolan cowo di kelasnya. Yang rupanya terdiri dari si ketua kelas, dan dua orang cowo yang pernah menjadi korban keganasan Zahma, siapa lagi jika bukan Anaj dan Alif, ditambah lagi dengan tiga orang lainnya.
Sementara itu, tawa gerombolan cowo segera hilang, karena delikan tajam dari Zahma. Mereka bergidik membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi. Angin kencang, ruangan mendingin dan rintihan kesakitan.
Hampir saja Zahma tersulut, dan sisi lainnya akan keluar. Namun gadis itu berusaha menguasai dirinya sendiri, dan tidak ingin kejadian dia mencekik terulang kembali. Walaupun Dia sendiri tidak sadar saat terjadinya hal itu.
Zahma memejamkan matanya sebentar, kemudian mengambil nafas dan menghembuskan perlahan. Setelahnya, Dia kembali ke posisi semula, duduk menghadap depan dengan tenang.
Semua yang tadi merasa tegang, menghembuskan nafas lega. Termasuk Dila. Dia menepuk nepuk pelan pundak temannya agar tenang.
Setelah suasana hatinya tenang, Zahma mengubah posisi duduknya menghadap mba indah.
"Makasih ya mba.. Informasinya..". Ujar Zahma kepada mba Indah, yang duduk di belakangnya.
"Iyaa sama- sama"
"Tadi si Bapak lewat depanku, terus tanya lihat kamu nggak.. Terus Beliau bilang minta tolong bilangin pesan nya ke kamu.." Imbuh mba Indah.
"Ohh iyaa iya.."
Zahma mengangguk. Tanpa menanyakan apa isi pesan Si Dosen, Zahma sudah mengubah posisi duduknya menghadap depan kembali.
"Nggak tanya pesannya apa?". Dila berbisik. Zahma menggeleng. Tidak mau tahu, dia masih kesal dengan kenyataan yang dia ketahui tadi pagi.
Dosen yang mengajar di jam ketiga memasuki ruangan, membuat seisi kelas duduk dengan tenang.
***
Zahma masih duduk di dalam kelas, setelah dosen mengakhiri pembelajaran. Dia menunggu teman- temannya keluar dari kelas. Males juga berdesakan keluar dari pintu, seperti tidak ada kesempatan lain saja.
"Yok keluar, dah kosong nih..". Maroh mengajak tiga orang temannya keluar kelas.
"Bentar lah, Roh.. Males banget jalan nih kaki ku..". Ujar Zahma sambil menunjuk kakinya yang sengaja dia luruskan, dan dia taruh di kursi yang ada di depannya.
"Ya udah kalo gitu Aku duluan yaa.. Ada acara di Pondok nanti sore ini, Mau siap- siap..".
Maroh berdiri, dan pamit mendahului.
"Duluan yaaa...".
Ketiga temannya mengacungkan jempol.
"Hati- hati, Rooh..".
Dari empat orang ini, Maroh yang paling berbeda. Dia tidak tinggal di asrama, tetapi di pondok pesantren. Ada beberapa teman sekelas yang juga tinggal di pondok pesantren. Ketiganya waktu itu pernah akan masuk ke pesantren, namun karena mendapatkan tawaran untuk masuk ke asrama, jadilah mereka bertiga tidak jadi masuk pesantren.
"Aku juga duluan ya, mendung juga, punya jemuran.." Neli menyusul keluar ruangan.
Tinggallah Zahma dan Dila berdua di dalam kelas.
"Nggak punya jemuran Dil?". Zahma bertanya, takut temannya itu ada urusan tetapi harus menungguinya.
"Duluan nggak papa kalo misal ada ninggalin jemuran..".
"Ada, tapi Aku udah nitip di ambilin sama Niken".
Dila menunjukkan pesannya pada Zahma. Zahma mengangguk, setelah melirik sekilas pesan yang ditunjukkan Dila.
"Nggak mau nemuin Pak Aziz?". Dila bertanya hati- hati.
"Nggak.. Aku mau bolos pelajaran Dia malam sabtu besok.. Males lihat mukanya.. Kamu inget nggak pas Aku dipanggil Dekan? Ekspresi Dia kayak orang bodo, eh ternyata cuman sandiwara aja.. Ngeselin banget nggak sih?" Ungkap Zahma dengan letupan rasa kesal di dadanya.
"Lalu gelang itu bagaimana?". Tanya Dila lagi. Dia sangat ingin temannya terbebas dari segala bentuk kesialan akibat memakai benda gaib itu.
"Biarin aja.. Mau sampe kapan dia betah di tanganku..". Ucap gadis itu sambil melirik ke si gelang. Benda silver itu dijedugkan ke besi kerangka kursi oleh Zahma, kemudian gadis itu tersenyum puas.
'Mampus nggak kamu? Pusing kan benturan sama besi?'. Batinnya.
Dila menggeleng melihat tingkah absurb temannya. Dia bisa apa jika yang bersangkutan saja seperti itu.
Dia sendiri tidak habis pikir dengan Dosennya, Pak Aziz. Apa yang telah dilakukan oleh Zahma, sampai- sampai membuat gadis itu berurusan dengan makhluk bernama setan?
Apa Zahma pernah meludah sembarangan? Tidak menjaga kebersihan? Atau pernah menyumpahi makhluk tak kasat mata itu? Atau menyinggung perasaan Pak Aziz barangkali?
Dila menggeleng, selama ini, sebagian besar waktu yang dihabiskan Zahma di kampus adalah bersamanya. Dia tidak pernah melihat Zahma melakukan hal terlarang. Jadi tidak ada alasan masuk akal yang bisa diterima.
***
Gerombolan mahasiswa memasuki kelas yang masih digunakan Zahma dan Dila untuk bersantai. Mau tak mau keduanya harus meninggalkan ruangan kelas. Jam juga sudah menunjukkan pukul 13.30, yang artinya keduanya sudah cukup lama di dalam ruangan setelah waktu pembelajaran habis.
Zahma memasang headset, dan menyumpal telinganya. Setelah Dia tadi menjedugkan si silver ke besi, Suara itu langsung muncul. Padahal sebelumnya sempat menghilang.
"Ada suara lagi?". Tanya Dila pada teman yang sedang berjalan bersamanya. Zahma mengangguk. Dia segera menyetel lagu dengan volume lumayan kencang.
Mereka menuruni tangga gedung G. Dila berjalan mendahului Zahma.
Beberapa anak tangga sudah di langkahi. Zahma mendengus begitu matanya melihat Orang yang akan dihindarinya berada di depannya, dan sedang menaiki anak tangga.
Menanggalkan sopan santunnya, Zahma berjalan tanpa melirik si Dosen. Biasanya jika Dia berpapasan dengan dosen, siapapun itu, Dia selalu tersenyum dan mengangguk dengan sopan.
Dila menyapa Dosennya, dan si dosen mengangguk.
"Besok saya bantu mencoba melepaskan gelang itu..". Begitu mereka berada di anak tangga yang sama, Pak Aziz berkata.
Zahma yang tidak mendengar kalimat tersebut, akibat volume musik yang melampaui batas, tetap saja berjalan menuruni anak tangga.
Pak Aziz hanya menggeleng, karena tidak mendapatkan respon. Dia kembali melanjutkan menaiki anak tangga, menuju ruangan yang rupanya tadi digunakan kelas Zahma pada jam sebelumnya.
"Tadi si Bapak ngomong sama kamu?". Tanya Dila begitu mereka sudah berjalan sejajar. Sebelumnya dia menepuk lengan Zahma, agar temannya melepas sound yang menyumpal telinganya.
"Nggak.. Emangnya Dia ngomong?". Tanya Zahma heran.
"Ntah, Tadi Aku agak dengar beliau ngomong soal gelang.. Ku pikir itu ngomong sama kamu..".
"Mungkin ngobrol sama mahasiswanya yang tadi di belakangnya"
"Iya mungkin...".
Keduanya sudah sampai di gerbang kampus, dan memutuskan untuk pulang menggunakan angkot. Karena titik air sudah mulai berjatuhan.
Siang hari yang seharusnya panas berubah menjadi dingin..
.
.
Bersambung💋
Selalu tinggalin jejak ya setelah membaca.. Kalau perlu kasih komen banyak- banyak. Biar Aku seneng. Bikin orang seneng kan dapat pahala😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Amellya Adjjah
pak Aziz ini misterius sekali
2022-06-27
1
Desilia Chisfia Lina
semoga pak azis beneran mau nolongin zahwa
2022-06-27
1
Adfazha
Mana kdgrn pak Aziz ngmg klo asyekk dgr musik kncg 🤣jgn sampe ksmptn mu hlg zahma tuk lepasin tuh gelang syaiton
2022-06-27
1