Open case

Dua orang yang ada di ruangan menoleh begitu pintu ruangan terbuka dari luar.

Dila masuk dengan menggandeng lengan Zahma. Pak Supani dan Pak Aziz, keduanya berdiri begitu Dila dan Zahma mendekat.

Zahma menunduk takut- takut. Dia teringat mata menyala dosen Hukum Perdata.

"Silahkan duduk..".

Pak Supani mempersilahkan kedua mahasiswinya duduk. Mereka berpindah ke sofa dimana biasa pak Dekan itu menerima tamu penting. Pak Aziz pun mengikuti. Dia sendiri tidak tahu menahu mengapa sampai dipanggil ke ruang dekan. Padahal ada jadwal mengajar.

"Jadi seperti ini Pak Aziz, kita berbicara secara kekeluargaan saja, anggap di sini saya mediator, bukan atasan sampean..".

Pak Aziz yang duduk di sofa yang berhadapan dengan Dekan, menatap dekan dengan bingung.

"Tolong lebih diperjelas Pak".. Pinta Pak Aziz.

Pak Dekan melirik sekilas ke dua mahasiswinya yang duduk di sofa yang tidak menghadap dirinya ataupun Pak Aziz.

"Ini terkait Kabar yang hampir sebulan ini sudah beredar Pak, sampean pasti tahu sendiri Ada mahasiswi yang pingsan di ruang dosen".

Zahma baru berani mendongak, begitu kejadian itu diulik. Dia hanya bisa menghembuskan nafas berat. Dila meremas tangan teman dekatnya itu, menguatkan.

"Jadi Nak.. Bapak sangat khawatir dengan Kamu, sebagai orang tua yang juga mempunyai anak perempuan, Bapak perlu menyelesaikan masalah ini.. Bapak berharap kamu bisa mengatakan dengan jujur, tidak asa yang perlu ditakutkan. Kamu aman...". Pak Dekan memulai bujukannya.

"Pak Aziz, Saya mendapatkan kabar kalau sampean ada hubungannya dengan kejadian malam itu, karena memang saat itu adalah jam matakuliah sampean.. Jadi saya harap sampean bisa jujur, biar semua selesai..".

Pak Aziz membola, terkejut bukan main.

"Jadi bapak menuduh saya yang waktu itu akan melakukan pelecehan pada mahasiswi saya???". Nada suaranya naik satu oktaf.

Zahma dibuat terkejut,

pelecehan? siapa? apa Aku?

"Maksudnya apa ya? Siapa yang melecehkan siapa?". Tanya Zahma penasaran. Ini jelas bukan masalah yang dipahaminya. Dila bungkam. Dia tahu Zahma pasti sangat terkejut bahwa kabar peristiwa itu berkembang sedemikian rupa.

"Kamu aman, Ren.. Katakan yang sebenarnya.. Biar Dia mengakui". Dila melirik dosen Hukum Perdatanya, ada rasa benci melihat dosen itu. Tampangnya alim, namun bisa- bisanya berbuat hal tidak senonoh.

"Kuliah malam saat itu, saya tidak masuk karena berhalangan. Bapak bisa bertanya kepada ketua kelas yang sudah saya hubungi, atau keluarga saya.. Saya bersumpah, Demi Alloh tidak melecehkan mahasiswi sayaa".

Suara Pak Aziz terdengar memelas.

"Teman saya ketakutan sekali saat melihat Bapak, jadi kenapa bisa begitu? Pasti ada sesuatu Pak.. Saya mohon mengaku sajaaa!!".

Dila benar- benar tidak habis pikir. Dia menggelengkan kepalanya. Tidak mengerti jalan pikiran dosen itu.

Sebelum semua orang mengeluarkan otot, Zahma memotong dengan cepat.

"Saya tidak paham apa yang Bapak katakan. Dan saya tidak tahu juga kabar apa yang beredar..". Zahma menghembuskan nafas berat, ini saatnya dia bercerita kejadian menyeramkan itu.

Dia kemudian mulai bercerita, mulai dari saat dirinya menunggu temannya di gazebo depan gedung F seorang diri. Lalu hadirnya sosok mirip Pak Aziz yang memintanya membantu membawakan bahan ajar. Lalu detik menegangkan dimana Dila menelpon menanyakan posisi Zahma, dan mengatakan bahwa Pak Aziz tidak jadi mengajar. Hingga saat pak Aziz melesat bagai angin, yang membuatnya tak sadarkan diri.

Selesai bercerita, Zahma merasa beban di dadanya terangkat. Kisah seram itu sudah berhasil dia bagikan.

3 orang yang mendengarkan cerita Zahma merasakan bulu kuduknya meremang.

Jadi seperti itu kisah sebenarnya? Batin mereka.

"Mak.. maksud kamu? Ada sosok yang menjadi Saya??". Pak Aziz tergagap. Bagaimana bisa setan berubah wujud menjadi dirinya??? Dia menggeleng tidak mau percaya. Tetapi jika dia tidak percaya, apakah dia mau jika dianggap melecehkan seorang mahasiswi?

Tentu saja tidaakkk!!!. Itu jauh lebih menyeramkan.

Pak Supani melepaskan kacamatanya, kemudian menekan pangkal hidungnya. Merasa Tidak mengerti bahwa kejadian mistis benar terjadi di Fakultas Hukum yang dia pimpin.

"Apa ada yang berbeda setelah kamu pingsan? Maksudnya fisik kamu.."

Pak Supani, sebagai seorang yang berpikir realistis, Dia tidak mempercayai begitu saja.

Pak Aziz menatap pimpinannya dengan tatapan tidak mengerti. Dia tahu kemana arah pertanyaan itu.

"Saya shock, saya demam selama seminggu Pak...". Ungkap Irene jujur.

"Ada bagian tubuh kamu yang terasa sakit?".

"Tidak Pak..".

Pak Aziz menghembuskan nafas lega. Dia memang tidak pernah melakukannya, tetapi jika orang lain menuduh, dan semua mengarah ke arahnya, dia bisa apaa???

"Waktu kamu teriak di kelas, kenapa Zah?". Dila bertanya, sebab kecurigaannya pada Pak Dosen, karena wajah ketakutan Zahma saat melihat Pak Aziz.

"Beliau aneh malam itu, kamu tahu sendiri kan? Aku kaget juga pas Bapak sudah di sebelahku, dan...."

"Dan???...". Ketiga orang yang mendengarkan bertanya dengan kompak.

"Mata Pak Aziz menyala merah, Saya takutttt....". Zahma menunduk, tidak berani menatap ke dosennya lagi.

"Mata saya merah???"

Zahma mengangguk.

Pak Dekan menarik nafas, kemudian menghembuskannya, menenangkan diri.

"Baiklah.. Saya percaya dengan kamu, Zahma.. Terimakasih sudah mau bercerita. Bapak sebenarnya tidak begitu percaya dengan sesuatu yang mistis. Namun Bapak Bersyukur bahwa kejadian tidak mengenakkan seperti yang ada di berita itu tidak benar.. Alhamdulillah".

Setelah semua selesai, Dilapun sudah meminta maaf karena menuduh Dosennya berbuat tidak senonoh, dan Zahma pun meminta maaf karena membuat semua berpikir yang macam- macam. Akhirnya Dua mahasiswi itu keluar dari ruang dekan membawa kelegaan.

Zahma lega karena dia sudah berhasil berbagi, sedangkan Dila lega karena hal buruk itu tidak terjadi pada temannya.

"Jadi cerita anak Fakultas pendidikan itu bener ya, Zah?". Tanya Dila saat mereka sedang berjalan menuruni tangga.

"Iya begitu lah".

"Aku shock pas kamu telpon Aku, karena saat itu Pak Aziz ada dihadapanku Dil.. Kamu bisa bayangin gimana takutnya Aku?? speechless.. Takut.." Zahma mencoba mendeskripsikan kondisinya saat itu.

***

"Saya harap kejadian seperti ini tidak perlu terulang, jika tidak bisa hadir, tidak usah mengirim sesuatu untuk menggantikan.." Ucap pria paruh baya yang berkaca mata, mengingatkan.

"Saya tidak mengirim dia, Dia sering bertingkah..". Ucap lelaki matang di hadapan pria paruh baya.

"Tugas anda untuk membimbing supaya dia tidak bertingkah.. Saya harap anda mengerti Pak".

Lelaki matang hanya bisa mengangguk pasrah. Yaa.. Dia memang mengacaukan segalanya!!!

.

.

Bersambung💋

Terpopuler

Comments

Amellya Adjjah

Amellya Adjjah

typo ya kak Author,, sebut "Irene" 😁

2022-06-18

1

Desilia Chisfia Lina

Desilia Chisfia Lina

eh apa maksutnya jangan mengirimkan dan dia suka aneh2

2022-06-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!