Kara tidak mau tahu dan tidak mau peduli dengan apa yang terjadi antara Azka dan Arsha. Jelas itu bukan urusannya dan jika dia mencari tahu, itu melanggar perjanjian sebelum menikah dengan Azka.
“Tenang saja, itu bukan urusan aku kok,” kata Kara. Dia sudah selesai makan dan membersihkan bekas makannya.
“Bisa temani aku makan?” tanya Arsha saat Kara akan meninggalkannya.
“Oke.” Kara kembali duduk di hadapan adik iparnya dan menemani laki-laki itu makan malam. “Kak Arsha bisa main gitar ya?”
Arsha mengangguk dan mempercepat kunyahan makanan di mulutnya. “Nanti habis mandi, aku tunggu di balkon depan, tahu ‘kan?” tanya Arsha.
“Oke, kayaknya Mama juga sibuk, jadi mending aku sama Kak Arsha aja. Aku suka nyanyi loh, Kak,” jawab Kara.
Arsha mengusap kepala Kara dengan lembut, lalu melanjutkan makannya. Setelah menemani Arsha makan, Kara kembali ke kamarnya sambil menunggu Arsha selesai mandi. Dia juga menyiapkan teh dan camilan untuk menemani acara kecil-kecilan itu.
Saat masih menunggu, tiba-tiba terdengar suara ketukan di kamar Kara. Gadis itu lalu membuka pintu kamarnya karena mengira yang datang adalah Arsha.
Namun, ternyata Azka yang datang ke kamarnya.
“Ada apa?” tanya Kara tanpa ekspresi.
Azka melirik dua cangkir teh yang ada di meja Kara. “Enggak ada apa-apa. Cuma mau ngecek saja, apa kamu belajar atau tidak. Ternyata enggak,” jawab Azka.
“Aku lagi malas.” Kara melirik keluar dan melihat Arsha keluar dari kamarnya. Laki-laki itu memberi kode pada Kara bahwa dia akan ke tempat mereka janjian. Kara membalasnya dengan anggukan diiringi senyuman hangat.
Lalu, gadis itu mengambil nampan berisi dua gelas teh dan camilan dan hendak keluar kamarnya. “Aku ada urusan, Kakak masih mau di sini?” tanya Kara yang sengaja mengusir Azka.
“Oh, begitu. Jangan lupa ya, Mel, aku ini suami sekaligus wali pengganti ayah kamu,” kata Azka. Dia berjalan meninggalkan kamar Kara dan kembali ke kamarnya sendiri.
Sementara itu, Kara mengabaikan kata-kata Azka dan tetap menemui Arsha di balkon utama yang menghadap langsung ke pintu gerbang rumah mereka.
“Aku bawakan teh, Kak.” Kara meletakkan teh dan camilan di meja. Lalu dia ikut duduk di kursi lain sebelah Arsha.
“Thank you, Ra.” Arsha mengambil gelas miliknya dan mulai menikmati teh buatan kakak iparnya.
Arsha memandangi wajah Kara. Sebenarnya, ada rasa kasihan yang dia rasakan pada kakak iparnya itu, apalagi dia sangat tahu Azka tidak pernah mencintai Kara.
“Kamu bahagia enggak sih, Ra, jadi istrinya Kak Azka?” tanya Arsha sambil menyetel gitarnya.
“Ya, bagaimana ya ngomongnya. Kak Azka itu ‘kan pilihan Ayah, dan aku yakin Ayah sudah memilihkan yang terbaik buatku. Jadi, bahagia atau tidak, biar waktu saja yang menjawabnya,” jawab Kara. Dia tidak mau berterus terang pada Arsha bahwa dia dan Azka melakukan perjanjian.
“Kalau kamu tidak bahagia sama dia, aku bisa kok bahagiakan kamu, Ra.”
Kara tercengang mendengar ucapan Arsha itu. Seorang adik ipar kenapa bisa berpikiran seperti itu? Apa dia tidak memikirkan perasaan kakaknya? Padahal, Kara hanya menganggap Arsha layaknya saudara.
“Aku cuma bercanda, Ra. Jangan terlalu serius,” imbuh Arsha sambil tertawa.
Kara pun ikut tertawa. “Kamu bikin aku syok tau nggak,” kata Kara yang kini memukul bahu Arsha.
Tanpa mereka tahu, Azka diam-diam mendengarkan apa yang sedang Kara dan Arsha bicarakan.
Kira-kira kenapa ya, Azka sama Arsha nggak akur?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Lina aja
sepertinya mereka pernah menyukai wanita yg sama
2024-04-19
1
Qaisaa Nazarudin
Waahhh Kara lebih dekat dengan Arsha dari pada dgn Azka..
2024-04-07
0
Yucaw
Arsha..semua bisa berubah kok..apa Azka pernah patah hati terlalu dlm ya..
2023-11-14
2