Kara masih memikirkan matang-matang perjanjian yang Azka tawarkan. Jika dia menikah dengan Azka, maka dia bisa membuat ayahnya bahagia dan mungkin ayahnya akan hidup lebih lama. Akan tetapi, menikah dengan Azka yang sama sekali tidak dikenal pasti menimbulkan banyak masalah nantinya.
Azka melihat sekeliling, hari sudah semakin gelap dan nyamuk-nyamuk mulai bermunculan. Sementara Kara sudah terlalu lama berpikir. Azka yang kesal akhirnya berkata, “Kamu kelamaan berpikir, Mel. Jangan sampai kamu malah menyesal nantinya!”
Kara mengerutkan kening dengan bibir yang mengerucut. Kata-kata Azka terdengar sangat menyebalkan bagi Kara. Akhirnya, setelah berpikir panjang dan menimbang-nimbang, Kara setuju untuk menikah dengan Azka.
“Ya sudah, tapi ini cuma sampai aku lulus saja ya, Om. Awas kalau bohong!” ancam Kara. Dia tidak memiliki waktu untuk berpikir dengan matang. Padahal, pernikahan bukanlah sesuatu yang main-main.
“Oke. Deal. Kita bilang sama Papa dan ayahmu kalau kita setuju menikah.” Azka mengulurkan tangan untuk membuat kesepakatan aneh itu.
“Deal.”
Kedua manusia yang baru hari pertama bertemu dan berkenalan itu, akhirnya membuat kesepakatan untuk menikah. Mereka kembali ke ruang perawatan tempat ayah Kara dirawat. Kara yang berjalan lebih dulu di depan Azka, memang terlihat seperti adik atau keponakan Azka.
Postur Kara yang tidak terlalu tinggi, dengan pipi tembam membuat gadis itu terlihat seperti anak-anak yang baru masuk SMA. Sedangkan Azka yang jangkung, bertubuh proporsional terlihat seperti seorang paman yang sedang menemani keponakannya.
Azka terus memperhatikan dari belakang gadis yang dianggapnya masih bocah itu. Gadis yang memakai bando ala-ala Korea itu berjalan sambil memainkan tasnya. Tiba-tiba senyum tipis terbit di wajah laki-laki tampan itu. Azka sedang membayangkan kerepotannya mengurus gadis kecil di depannya. Sepertinya, papanya memang sengaja memilih Karamel untuk dijodohkan dengannya.
Kara dan Azka akhirnya sampai di ruangan Bagas. Ada Tio yang terlihat sedih dengan menggenggam tangan sahabatnya, juga Bagas yang merasakan sakit di dadanya. Air mata mengalir keluar dari kelopak mata pria tua itu. Akankah waktunya sudah dekat?
“Ayah.” Kara berlari mendekat kemudian memeluk Bagas. Tangisnya tiba-tiba pecah mengingat satu-satunya yang ia miliki sedang tidak berdaya di pembaringannya. Rasa takut kehilangan kembali mengahntuinya.
“Ayah pasti sangat sakit ya. Ayah harus sembuh. Kara mau nurut sama Ayah. Kara mau kok menikah sama Om Azka seperti permintaan Ayah, tapi Ayah harus sembuh.”
Kara semakin tersedu, dia sangat takut kehilangan ayahnya. Meski dia sangat bandel dan selalu membuat ayahnya pusing, tapi Kara sangat menyayangi ayahnya itu.
“Kara, maafkan ayah.” Suara Bagas terdengar semakin lemah.
“Azka. Kamu sudah bicara sama Karamel? Bagaimana? Dia setuju?” tanya Tio yang terlihat tidak sabar.
Wajah tegang Tio membuat Azka khawatir dengan keadaan Bagas. Dia mengangguk cepat dengan pandangan yang tak lepas dari Kara dan ayahnya. “Iya, Pa. Kara sudah setuju, tapi kita butuh waktu untuk mempersiapkan pernikahan ini, ‘kan? Jangan bilang papa mau kita menikah sekarang!”
Tatapan mata Azka kini beralih pada ayahnya sendiri. Azka berdebar, inikah waktu yang tepat untuk menikahi Kara, sebelum terlambat.
“Bagaimana lagi, Ka. Kamu lohat keadaan Om Bagas seperti itu. Papa yang akan urus semuanya. Kamu temani Kara di sini. Papa akan telepon seseorang.” Tio mengeluarkan ponselnya lalu dia keluar dari ruangan.
Azka kian merasa tegang. Melihat seseorang yang tidak berdaya di depannya, juga seorang gadis yang akan menjadi istrinya sedang menangisi keadaan ayahnya, membuat Azka harus cepat mengambil keputusan. Menikah saat ini juga atau menyesalinya nanti.
“Om Bagas, izinkan Azka menikahi Karamel sekarang.”
Kembang kopinya jangan lupa 🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Lina aja
lanjut thor kita nyimak
2024-04-17
0
Yucaw
Masih berharap pak bagas bkl di beri tambahan usia..tp kayaknya tipis bgt harapannya😥
2023-11-13
1
Ney Maniez
😲😲
2023-01-05
0