Valerie POV
"Aku harus kembali ke kantor dulu, ada meeting penting bersama klien. Aku akan kembali kesini setelah urusan pekerjaan ku selesai." ujar Julian setelah ia selesai menjelaskan dan menunjukan ruangan demi ruangan yang ada di Penthouse yang menurut ku terlalu mewah untuk ku.
"Oke," jawab ku singkat.
"Bersiaplah untuk nanti malam." ucapnya lagi sebelum dia benar-benar berlalu dari hadapan ku. Saat itu aku masih ada di belakang pintu.
Dan perkataannya tadi sudah membuat telinga ku memanas. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib ku nanti malam. Memikirkannya justru membuat aku bergidik ngeri.
Tapi bagaimanapun, aku harus melakukan itu dengan nya. Untung aku sudah menikah dengannya. Jadi tidak perlu takut dengan beban dosa saat aku melakukan hal itu.
Tapi, bagaimana orang orang melakukannya?
Dan, apa yang harus aku lakukan dan persiapkan?
Aku bukanlah orang bodoh dan tidak tau sama sekali tetang bagaimana lawan jenis melakukan hubungan intim dengan pasangannya.
Jelas secara teori aku tau dan paham. Dan aku pun sudah sering melihat adegan seperti itu dari film-film yang pernah aku tonton.
Tapi jika praktek, aku samasekali belum pernah melakukan.
Masa bodoh dengan nanti malam!
Pikirkan nanti saja.
Setelah ku antar Julian sampai ke pintu, untuk kembali ke kantor. Kini aku benar-benar sendirian di tempat yang masih asing ini.
Bahkan aku sampai bigung, harus melakukan apa jika berada di Penthouse ini sendirian.
Pasalnya, Julian sudah melarang ku untuk bekerja di Clup.
Selama aku hamil anak nya nanti, setiap bulan aku akan mendapatkan gaji darinya. Selain imbalan yang sudah dia janjikan.
Jika dulu aku sangat antusias mendapatkan imbalan darinya. Sekarang aku justru bigung mengunakan semua fasilitas dan juga uang tunjangan yang dia berikan.
Kehidupan yang berubah 1000 persen ini justru membuat ku bigung.
Jika biasanya otak ku tak berhenti berfikir untuk bisa mendapatkan uang lebih. Sekarang sebaliknya, aku sudah kelebihan uang.
Jika biasanya aku kurang tidur karena harus bagi waktu untuk bekerja dan kuliah. Sekarang aku hanya perlu fokus kuliah dan selebihnya aku bisa tidur sepanjang hari tanpa perlu berfikir berangkat bekerja.
Kata Julian, aku saat ini bekerja untuk nya. Bekerja untuk bisa memberikan dia anak.
Bagaimana rasanya orang hamil?
Bagaimana rasanya melahirkan?
Entahlah, aku sendiri tidak tau rasanya dan tidak bisa membayangkan akan seperti apa.
🍁🍁🍁🍁🍁
Julian POV
Tepat pukul 2 siang aku sudah sampai di Sahara Corp. Hari ini aku ada meeting dengan CEO Sahara Corp bersama dengan rekan bisnis yang lain si sana.
Saat aku hendak naik lift, secara tidak sengaja aku berpapasan dengan Andrea dan juga Jenna.
"Julian," suaranya yang lembut itu masih saja membuat ku terpikat.
"Andrea," sapa ku padanya. Wajahnya yang cantik, elegan dan teduh masih saja membuat ku terpesona.
"Mau ke ruang meeting?" tanyanya.
"Iya, apa kau juga akan ke sana?"
"Kalau begitu, kita kesana sama sama."
Kami pun sama sama masuk kedalam lift. "Bagaimana kabar mu?" tanya ku basa basi.
"Baik Julian, tapi akhir akhir ini aku merasa sedikit tidak enak badan. Makanya Jenna yang aku suruh untuk mengantikan aku dalam beberapa meeting penting" jelasnya, kemudian aku melirik ke arah Jenna yang nampak menyibukkan diri dengan ponsel yang ada di tangannya.
Sepertinya dia masih berfikir buruk tentang ku. Tapi aku tidak terlalu peduli.
"Bagaimana kabar anak anak mu, dan juga Reyhan?" tanya ku lagi basa basi.
Aku dah Andrea pun saling berbincang ringan selama berada di lift dan di sepanjang jalan menuju ruang meeting.
Entahlah, bisa berbincang-bincang dengannya saja sudah cukup membuat hati ku senang.
Aku masih mencintaimu Andrea, meski kini kau udah menikah kembali dengan Reyhan, mantan suami mu. Perasaan mencintai dan menyayangi Andrea belum sepenuhnya aku bisa hilangkan, dan mungkin aku tak akan bisa melupakannya.
Gara gara kamu Andrea, aku malas berhubung asmara dengan orang lain. Jika karena tidak tuntutan Mama ku dan karena faktor usia. Aku lebih memilih menduda seumur hidupku.
Rapat siang itu berlangsung tertutup selama kurang lebih dua jam. Tenyata banyak hal yang kami bahas tentang beberapa proyek yang ada di dalam dan di luar negeri yang sedang kami tangani saat ini.
Proyek yang kini sudah berjalan 80 persen di Bali pun mau tak mau harus ku tinjau. Dan dari pihak Sahara Corp di wakilkan oleh Jenna.
Setelah rapat selesai kami pun membubarkan diri masing-masing.
Dan kini masih menyisakan Andrea, Jenna dan diriku di ruang rapat. Kami masih sibuk membereskan dokumen dokumen penting yang masih berserakan di meja rapat. Dan tiba-tiba.
Bruk..........
Andrea terjatuh dari kursi nya, dan tersungkur ke lantai.
"Andrea!" seru ku. Aku langsung mengabaikan dokumen dokumen yang aku bereskan tadi, dan segera melangkah menghampiri Andrea yang sepertinya pingsan.
"Bu, Bu Andrea!" seru Jenna nampak panik.
"Hubungi suaminya Jen!" seru ku pada Jenna dan aku pun segera meraup tubuh Andrea agar supaya dia tidak tergelak di lantai.
"Si sini tidak ada sofa, kita kembali ke ruangan Bu Andrea saja," ucap Jenna dengan nada suara cemas.
"Oke, aku akan mengedongnya sampe ke ruangan kerja Andrea" jawab ku.
Jenna yang terlihat panik langsung menghubungi Reyhan.
Mengedong tubuh wanita yang aku masih cintai ini seolah-olah malah membuat ku bahagia.
Selama aku berada di dalam lift dan selama Andrea terkulai lemas dalam gedongan ku. Aku tidak henti-hentinya memandangi wajahnya.
Wajah yang selama ini membuat ku terpesona dan kagum dengan sosok nya.
Tubuhnya, wangi parfum nya dan semua yang melekat dalam diri Andrea aku menyukainya.
Sial, padahal tepat hari ini aku sudah berstatus sebagai seorang suami bagi Valerie.
Kenapa malah aku sama sekali tidak memikirkan dia. Justru sibuk mengagumi Andrea.
Sedan apa dia di Penthouse, dan apa yang dia lakukan?
Gadis itu sangat penurut dan polos ternyata. Tidak sebar bar di awal-awal aku mengenalnya.
"Tolong jangan pandangi Bu Andrea seperti itu. Dia sudah punya suami. Jangan memanfaatkan keadaan dalam kesempatan." suara Jenna yang terdengar ketus begitu jelas terdengar di telinga ku. Aku kemudian menoleh ke arah nya.
"Ada masalah Jen?" tanya ku.
"Anda sepertinya belum move on dari Bu Andrea. Aku hanya mengingatkan anda. Bu Andrea sudah bersuami."
"Aku tau Jenna, liatlah, bahkan sekarang kau sudah berani bersikap ketus pada diri ku!" ujar ku pada dirinya.
Dia lalu mengalihkan pandangannya. Tidak berani lagi menatap ku.
Setelah sampai di ruangan kerja Andrea. Aku segera meletakkan tubuh Andrea ke sebuah sofa yang ada di sana.
Dan tak lama kemudian, seorang dokter sudah datang bersamaan dengan Reyhan yang juga sudah tiba.
Dokter pun langsung mengecek keadaan Andrea yang masih pingsan.
"Tekanan darahnya rendah." kata sang dokter.
"Tadi pagi saat berangkat bekerja bersama ku, dia sempat muntah-muntah dan mengeluh pusing Dok." imbuh Reyhan memberitahu sang dokter.
"Oh, sepertinya istri anda sedang berbadan dua saat ini. Jangan lupa untuk mengeceknya dengan alat tes kehamilan. Jika hasilnya positif, selamat, anda dan istri anda akan jadi orang tua."
"O, benarkah, pantas saja belakangan ini istri saya sering mengeluh tidak enak badan." ujar Reyhan.
"Sebentar lagi istri anda akan siuman. Berikan obat ini dulu untuk sementara saat dia bangun. Ini obat pusing dengan dosis rendah." kata sang dokter memberikan obat itu pada Reyhan.
Beberapa saat kemudian, Andrea siuman. Dan Reyhan pun menceritakan apa yang terjadi pada istrinya itu.
Aku dan Jenna sudah seperti patung di sana. Menyaksikan pasangan suami-istri itu saling berpelukan. Karena ada kabar gembira yang mungkin saja akan bertambahnya anggota keluarga baru.
"Selamat Rey, Andrea, sebentar lagi rumah kalian akan semakin ramai." ucap ku pada mereka berdua.
"Terimakasih Julian, semoga dirimu juga cepat menyusul." ucap Reyhan terhadap ku, aku hanya bisa tersenyum mendengarnya.
"Untuk sementara, sepertinya aku akan bekerja dari rumah. Jika ada urusan pekerjaan yang penting kamu bisa hubungi Jenna." tukas Andrea pada ku.
"Tenang saja Andrea, banyaklah beristirahat, jangan pikirkan perkejaan. Aku akan berkoordinasi dengan Jenna masalah yang ada di lapangan." kata ku pada wanita yang makin hari makin terlihat cantik itu.
Tapi sayang, aku gagal menjadikan dia istri ku. Jika tidak, mungkin saat ini dia sudah mengandung benih ku.
Sial, lagi lagi aku tak bisa mengendalikan otak mu untuk tidak berimajinasi dengan Andrea.
Sebaiknya aku harus segera menemui Valerie, dia halal untuk aku sentuh sekarang.
Vale, siap siap ya 😬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
otakmu = otakku
2024-09-06
0
Elizabeth Yanolivia
sebar bar = se barbar
2024-09-06
0
Elizabeth Yanolivia
sedan = sedang
2024-09-06
0