Masker yang Riri kenakan basah oleh air matanya.
Air mata Riri turun semakin deras ketika Andi membawakan lagu kesayangan mereka "Say You Love Me dari MYMP". Bahkan sebelum Andi mulai bernyanyi, Riri hapal betul intro lagu tersebut. Andi menghentikan petikan gitarnya dan berkata "lagu berikutnya adalah lagu kesayangan, saya persembahkan untuk wanita paling cantik yang pernah saya kenal, dimana pun kamu berada i miss you so much" Andi memulai kembali intro lagu tersebut.
Semua kenangan indah kami berdua berkelabat didepan mataku. Saat bertemu dia pertama kali, jalan berdua sampai saat kami akhirnya berpisah karena keadaan. Bahkan kenangan bersama orangtua dan Kak Damar pun tiba-tiba muncul semua tanpa diminta. Aku menangis tak terkendali.
Aku sama sekali tidak siap dengan ini semua. Hatiku sakit luar biasa, ingin rasanya aku berteriak menumpahkan kesedihan yang sudah lama kupendam. Aku merasa tidak kuat dan lelah, aku ingin pulang saat itu juga. "Aku belum sanggup bertemu denganmu Andi, maafkan aku" Aku bergumam sambil terburu-buru menuju ke Restauran untuk mengambil tas dan berniat untuk pulang.
Sebelum naik ke kantor, aku menghapus sisa-sisa air mataku dengan cepat. Aku bersyukur ternyata diatas sedang sepi. Ketika tas telah berada di tangan, aku menuruni anak tangga untuk menyelinap keluar dari Restauran dari gang kecil disebelah. Ternyata ada sebuah tangan menangkap lenganku di kegelapan
"Bu Riri sudah mau pulang" Suara berat Sugi mengagetkanku. Aku membalikkan badanku kearahnya
"Ehm" Aku berdehem menyembunyikan perasaanku yang sedang kacau. "Iya Pak, sudah malam. Maaf saya tidak pamit sebelumnya" Suaraku terdengar sedikit parau
"Are you ok?! Tanyanya lagi
"No, i'm not" gumamku dalam hati "saya baik-baik saja pak" Kataku pelan
Sugi menarikku pelan ke tempat yang lebih terang "saya antar yah? "
Aku menggeleng
Dia menghela napasnya "tunggu disini sebentar" Katanya dan masuk kembali ke Restauran.
Aku yang sudah lelah merasa tidak sabar dan memutuskan menyusulnya ke dalam untuk mengatakan akan pulang sekarang, sendiri. Pak Sugi terlihat berjalan mendekati Pak Doni yang nampak sibuk.
Tanpa Riri sadari Andi melihatnya masuk ke Restauran. Ia juga melihat gantungan kunci yang tergantung pada tas Riri. Perasaannya yakin wanita itu Mentari. Gantungan kunci berbahan logam dengan inisial A itu ia buat custom. Ia ingat sekali setelah memberikannya pada Mentari, itu juga adalah Hari terakhir ia bertemu dengannya. Ia menjadi sangat yakin wanita bermasker dan bertopi itu Mentari.
Perasaannya bercampur aduk, antara senang dan sekaligus sedih. Setelah lagu yang ia nyanyikan berakhir, ia memutuskan untuk rehat sejenak. Kemudian turun dari panggung dan buru-buru mendekati Riri.
"Mungil! " Sebuah suara memanggil nama panggilan masa kanak-kanakku dari belakang.
"Ya Tuhan, itu suara Andi" Aku memutar tubuhku, kulihat Andi berada tak jauh dari tempatku berdiri.
Tangannya meraih lenganku dan menarikku lembut keluar dari Restauran, mencari tempat yang sunyi di pantai. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Otakku menolak untuk diajak bekerja sama, dan kakiku sepertinya melangkah begitu saja mengikuti arahannya.
Tangannya menarik tali masker ku perlahan, membuka topiku dengan lembut adanya tanpa perlawanan dari ku.
"Ini benar-benar kamu mungil! Ya Tuhan!" Andi menutup mulutnya. Dia berjalan mondar-mandir dihadapan ku, tangannya memegangi kepalanya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Aku tidak sanggup mengatakan apa-apa, air mataku kembali mengalir deras didepannya.
Andi kemudian memelukku erat "kemana saja kamu Sayang? Kenapa tidak pernah mengabariku sedikitpun"
Dia meregangkan pelukannya dan menatapku. Tangannya mendongakkan kepalaku, dia menghapus air mataku perlahan. Gerakannya itu membuat tangisku makin menjadi
"Andi... " Ucapku dengan suara bergetar
"Biarkan aku melihatmu wajahmu mungil" Katanya sambil memandangiku lekat-lekat.
Mata kami bertemu, kulihat air mata Andi menetes "delapan tahun aku menantikan saat seperti ini mungil, aku rindu. Kemana saja kamu?!! Andi berteriak tertahan menahan emosinya, tangannya meremas kuat lenganku.
Aku mengangguk "Aku juga rindu Andi, kenapa kamu tidak pernah mencariku?!" Akhirnya aku bisa membuka suara di sela-sela isak tangisku.
"Sudah aku lakukan, tapi aku sama sekali tidak bisa menemukanmu"
"Aku menitipkan pesanku pada Arina berulang kali Andi. Aku takut ponselmu masih ditahan oleh pamanku" Aku berusaha menenangkan diriku yang masih terisak
Saat nama Arina kusebut, ia melepaskan tangannya dengan cepat. Wajahnya berubah kaget dan penuh rasa bersalah. Aku baru sadari ada sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Mataku nanar menatap jemarinya. Napasku terasa sesak, aku merasa tak percaya
"Andi, ... Katakan ini tidak seperti yang aku pikirkan kan? ... " Hatiku terasa remuk seperti di tusuk ribuan jarum, sakittt sekali. Aku menunggu jawaban darinya dengan tangis putus asa.
Andi menutup wajahnya dan menunduk "Maafkan aku Mungil, aku... Aku... Aku sudah menikah" Katanya terbata-bata
Mendengar itu semua membuat aku seperti kehilangan kesadaran sekian detik. Semua terasa hampa, aku tidak bisa mendengar apapun yang ada di sekelilingku. Duniaku terasa runtuh secara perlahan di hadapan ku.
"Apa... apa istrimu Arina? " Tanyaku disisa-sisa kesadaranku
Andi kulihat menganggukkan kepalanya. Aku melihat gerakan itu secara lambat. Andi mendekatiku, aku menahannya dengan tangan kananku "jangan kemari, aku mohon diam ditempatmu" kataku
"Mungil, maafkan aku. Aku tak berniat melakukan ini semua. Ini kesalahan Mungil!!! Aku bersalah...." tangis Andi pecah dihadapan Riri ia bersimpuh
"Aku mohon maafkan aku, beri aku waktu sebentar untuk menjelaskan ini semua"
Riri menggeleng, sakit didadanya semakin terasa perih
"Aku tidak butuh penjelasanmu, semua hal diantara kita benar-benar sudah berakhir Andi" aku menghapus air mataku, dengan tangan gemetar aku melepaskan gantungan kunci itu dan melemparkannya kearah Andi
"Mungil...." ujar Andi wajahnya terlihat putus asa
"Mulai detik ini, tidak ada hubungan apa-apa lagi antara kita Andi. Kita hanya dua orang asing yang kebetulan pernah bersimpangan, jalani hidupmu dengan baik" kataku lalu pergi meninggalkan Andi yang berteriak lantang memanggil namaku.
"Mentariiii!!!!"
Dengan Langkah gontai aku berusaha menyusuri bibir pantai yang gelap dan sunyi ini. Aku hanya ingin pulang dan berbaring di kamar kosku.
Langkahku terhenti saat hujan gerimis tiba-tiba turun perlahan membasahi kepalaku. Kepalaku mendongak keatas, tangisku kembali pecah "ANJ*NG!!!! Aku berteriak sambil memegang dadaku yang sakit. "KENAPA HIDUPKU SEPERTI INI TUHAN!!! AKU LELAH!!!! Pandanganku tiba-tiba menjadi gelap seketika, dan aku rubuh hilang kesadaran.
Sugi yang mengikuti Riri diam-diam berlari kearah Riri saat ia melihatnya berteriak dibawah gerimis. Ia sampai tepat ketika Riri Rubuh dan menangkap tubuhnya yang lunglai "Bu Riri" panggilnya
"Pak Doni siapkan mobil didepan!!!" teriak Sugi pada pak Doni di belakangnya.
Pak Doni berlari kencang mengikuti perintah Sugi
Kemudian Sugi mengangkat dan menggendong Riri yang terkulai lemas melalui satu gang sempit menuju jalan besar di depan.
Sampai di jalan besar, Pak Doni beserta mobil telah menunggunya dengan gelisah. "Saya sudah menghubungi dokter Dewa. Semoga bu Riri dalam keadaan baik-baik saja" Ujar Pak Doni khawatir, sambil membantu Sugi membaringkan Riri di jok belakang. Kemudian Sugi ikut masuk dari pintu lainnya dan mengangkat kepala Riri untuk di letakkan di pangkuannya.
Pak Doni dengan cepat masuk dan duduk dibelakang stir. Dengan kelihaiannya mengemudi nampaknya mereka terhindar dari kemacetan di malam minggu.
"Siapa yang in charge di Restauran?" Sugi bertanya disela-sela rasa khawatirnya
"Sena pak, Supervisor yang baru. Nampaknya dia cukup kompeten. Nanti saya juga akan kembali secepatnya, setelah mengantar pak Sugi" jawab Pak Doni sambil berkonsentrasi menyetir
"Ok!" ujar Sugi, matanya memandang wajah Riri dengan penuh rasa khawatir. Berulang kali ia berbisik memanggil nama Riri, mengelus rambut dan pipinya berharap ia akan sadar secepatnya. Namun Riri bergeming, tak bergerak sedikitpun. Dengan perlahan Sugi membuka satu kancing bagian atas kemeja Riri dan mengendurkan kancing celana panjangnya agar tidak menggangu jalannya pernapasan Riri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
hafid nadhif
lanjut lagi kak
2022-10-08
1