"Bu Riri, saya dengar Anda katanya menolak membantu Suci, benar?!!!" Tanya pak Hartono langsung padaku. Suaranya menggelegar.
Semua orang di kantor menoleh kearah kami. Aku kemudian berdiri masih berusaha untuk tenang menjawab pak Hartono "Bukan menolak pak, tapi saya hanya mau sesuai prosedur saja. Seperti yang Bapak tahu saya bekerja dibawah Departemen yang dipimpin oleh pak Daniel"
"Halah!!! Yang lebih tinggi jabatannya itu saya apa Daniel. Kalau kamu dapat perintah dari Suci artinya juga dapat perintah dari saya secara tidak langsung, mengerti kamu!!"
"Kalau begitu apa bisa saya kerjakan nanti saja pak, karena saya ada beberapa urusan yang harus segera diselesaikan sampai siang ini"
"Harus selesai siang ini!! Suci harus menemani saya meeting di luar. Masa kamu nggak bisa atur waktumu. Kalau kamu tidak mampu silakan ajukan pengunduran dirimu per hari ini" Kata Pak Hartono tanpa ragu. Senyum Suci mengembang, wajahnya terlihat puas. Aku menahan amarahku mendengar ujaran pak Hartono.
"Terserah yah, saya juga nggak akan kekurangan orang yang mau bekerja disini menggantikan kamu. Saya dengar kamu sering datang terlambat, tapi kali ini saya masih berbaik hati memberikan kesempatan untuk kamu" Pak Hartono berlalu dari hadapanku, diikuti oleh Suci setelah melemparkan berkasnya ke mejaku.
"Rasain!" Suci mencibirku
"Ingin rasanya aku menendang pak Hartono dan menampar wajah Suci yang menor itu" Aku membathin sendiri.
Gia mendekatiku dan berbisik "kita resign aja yuk!" Ajaknya sambil berkacak pinggang.
Aku menghela napas "nggak apa-apa yak, aku kerjain aja sekarang. Nanti juga beres"
"Ck! Sabar banget sih kamu ri" Gia kembali ke mejanya, wajahnya kelihatan kecewa dan kesal.
"Gimana nggak sabar, kalau aku resign sekarang aku nggak bisa makan, bayar kos, bayar cicilan motor harghh!!! Kalau aku bisa aku sudah maki-maki balik Suci dan Hartono bego itu tadi" Aku berkata dalam benakku.
"Kring! kring" Telepon di meja kerjaku berbunyi . "Pasti dari pak Toni" Tebak ku didalam hati sambil mengangkat telepon tersebut tanpa melihat nomor Internal yang masuk. Selamat Pagi Sales Departement, dengan Riri, ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat pagi Riri, bisa keruangan saya sebentar? " Kata pak Toni
"Baik pak" Jawabku tanpa banyak basa basi
Gia memandangku dengan alis dan wajah sedikit diangkat, seperti bertanya telepon dari siapa?
Aku menurunkan maskerku dan menjawab "Pak Toni" nyaris tanpa suara hanya gerakan bibir yang jelas kearahnya. Aku memakai maskerku kembali dan menuju ruangan HRD.
"Riri, sabar yah" Ucap pak Toni ketika aku baru masuk ke ruangannya.
Aku mengambil tempat di depan mejanya lalu duduk "Saya pikir bapak mau memarahi saya karena sudah membuat gaduh pagi-pagi"
"Kalau sudah urusannya sama Suci dan pak Hartono yah begitu tahu sendirilah. Besok-besok jangan telat lagi yah, diusahakan gitu loh datang tepat waktu. Jadi saya bisa belain kamu sedikit di depan pak Hartono Ri. Saya tahu kamu pekerja keras, semua orang disini tahu itu. Jadi sayang sekali kalau hanya gara-gara hal ini kamu dipermasalahkan" Nada suara pak Toni terdengar khawatir
"Baik pak, terimakasih atas perhatiannya, besok-besok saya janji akan berusaha datang lebih awal"
"Ya sudah yang semangat yah ri" Lanjut pak Toni lagi sambil tersenyum.
"Iyah pak" Jawabku lagi lalu berdiri dan kembali ke mejaku.
Dengan pekerjaan yang menggunung waktu berlalu begitu cepat, sampai-sampai aku tidak sadar sudah waktunya makan siang.
"Makan siang yuk ri" Gia mendekat ke mejaku
"Kayaknya aku nggak bisa keluar deh" Aku menoleh ke arah Gia yang berdiri dengan wajah masam.
"Hmm Aku beliin sandwich aja yah, sama orange juice?" Gia tersenyum
Aku tiba-tiba jadi bersemangat mendengarnya "Wah boleh banget. You are the best Gia" Aku mengacungkan ibu jariku "makasi yah. Maaf aku merepotkanmu lagi" Ujarku pelan dengan perasaan tidak enak.
"Iyah, besok-besok kalau gini lagi beneran deh aku paksa kamu resign dari sini. Mending kerja yang lain aja. Duit nggak seberapa juga kok" Sahutnya kesal.
Aku mendengus pasrah "Nggak seberapa tapi bisa bayar kosan aku sama cicilan motorku juga yak"
"Berapa sih cicilan motormu, aku bayarin lunas boleh yah?! Tapi kamu resign bareng aku" Terdengar nada serius dalam ucapan Gia
"Aku mau sandwich tanpa lama aja boleh nggak?! Riri lapar" Aku meringis seperti anak kecil sambil memegangi perutku yang sudah mulai berontak.
"Oh Iyah, Hahahaha ya deh tunggu yah" Gia tergelak sambil terburu-buru turun ke kantin karyawan dibawah. Aku hanya menggeleng melihat tingkah Gia.
Ponsel yang diberikan oleh pak Sugi bergetar menandakan ada pesan baru yang masuk.
Sugi: "Saya baru saja mengirim hasil akhir iklannya, kalau ada yang kurang di info kesaya yah Bu"
Aku:" Baik pak"
Aku memeriksa desain yang dikirim oleh pak Sugi. Meneliti kalau ada yang terlihat kurang atau aneh. "Cukup sih, kayaknya nggak ada yang kurang" Aku bergumam sendiri. Ponsel pemberian pal Sugi kemudian berbunyi, aku melihat nomor asing menghubungiku. "Seperti dua telepon sebelumnya, kemungkinan yang menelepon orang media seperti perkiraan ku kemarin" Aku segera menjawabnya di tempat yang sepi.
Di kantor Sugi melihat ponselnya, memandang jawaban yang ia terima hanya 'Baik pak" dari Riri
"Kamu mau jawaban sepertin apa sih? Yang kamu tanya juga tentang pekerjaan. Harusnya kamu telepon aja tadi. Tapi kenapa aku merasa kikuk sendiri sih! Ck!" Sugi berkata dalam benaknya.
"Pak Sugi, maaf tadi bu Riri menghubungi saya mengenai jadwal bertemu dengan orang-orang media. Sore ini ada satu namanya Bu Rina dari majalah "Simple life" Sekitar jam tiga. Besok ada dua pak, pagi sekitar jam sembilan dan satunya jam makan siang. Yang jam makan siang itu media yang cukup bonafid kata bu Riri" Ucapan Pak Doni membuyarkan lamunan Sugi tadi. Tangan pak Doni menyerahkan catatan notes yang ia pegang kepada Sugi.
Wajah Sugi terlihat dingin "Kenapa dia nggak langsung menghubungi saya pak?" Ada nada ketus dalam pertanyaannya
Pak Doni hapal betul wajah ini, wajah yang mengatakan dia sedang kesal dan tidak mau tahu alasan apapun. Keringat besar menetes di pelipisnya "Bu Riri minta tolong pada saya, katanya biar cepat. Bu Riri sedang banyak pekerjaan di kantornya pak" Pak Doni menghela napas perlahan takut terdengar olehnya.
"Hmm" Jawab Sugi singkat
"Mengenai informasi bu Riri bagimana?" lanjut Sugi kemudian
"Dheg! " Jantung Pak Doni hampir saja copot mendengar pertanyaan ini, ia mengelap keringat yang tadi menetes di pelipisnya "Saya diminta menunggu pak, katanya sedang diusahakan. Kemungkinan kita tidak akan mendapatkan apa-apa karena nama bu Riri tidak ada tercantum di manapun" Kata Pak Doni
Warna wajah Sugi terlihat makin gelap.
"Baru kali ini dia tidak mendapatkan data apa-apa dari informannya. Artinya nama yang dia serahkan itu palsu. Apa jangan-jangan dia penipu kelas kakap??. Tapi sepertinya tidak begitu, bu Riri lebih terlihat menjaga jarak pada semua orang" Sugi terbenam dalam pikirannya sendiri.
Melihat Sugi sedang dalam lamunannya Pak Doni dengan cepat melipir dari kantor Sugi, takut ada reaksi yang semakin menakutkan dari Sugi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments