Pak Doni dengan cepat menghampiri Sugi yang baru saja selesai berbicara dengan chef di Kitchen.
"Pak Sugi, ternyata bu Riri dari kemarin dan hari ini bekerja seperti biasa. Saya tadi mendapat laporan kalau Bu Riri diberikan surat peringatan. Pak Sugi masih ingat wanita yang jatuh menabrak pilar di belakang? Itu wanita yang sama dengan orang yang memberikan pekerjaan tambahan pada Bu Riri. Namanya Suci dia sekretaris kesayangannya pak Hartono....." Pak Doni memberikan laporan secara mendetail mengenai hukuman yang diterima Riri
Wajah Sugi nampak dingin mendengar laporan pak Doni.
"Hubungi bu Riri sekarang, lebih baik dia kemari dan bekerja disini" Katanya dengan suara tegas
"Baik pak" Pak Doni segera keluar ruangan dan langsung menghubungi Bu Riri
Waktu menunjukkan pukul 11.00, Riri nampak sibuk didepan layar komputernya. Ponsel yang diberikan oleh Sugi berbunyi. Tertera nama Pak Doni sedang melakukan panggilan.
"Selamat siang pak" Aku berbicara dengan suara berbisik
"Selamat siang bu Riri. Ibu di minta datang sekarang ke restauran"
"Hah? Sekarang pak? "
"Iyah bu"
"Tapi saya sedang tidak bisa pak"
"Pak Sugi sudah tahu kalau bu Riri saat ini sedang bekerja"
Pernyataan pak Doni membuat aku terperanjat "hmm, baik pak saya segera kesana" Jawabku singkat. Jantungku berdebar
"Baik bu" Pak Doni memutuskan sambungan teleponnya
"Duh belum selesai satu masalah, ini malah nambah lagi. Darimana dia tahu kalau aku bekerja hari ini? Padahal tadi pagi aku berangkat awal, sore pun pulang sembunyi-sembunyi. Punya indra keenam kali dia yah?. Aku harus menyelesaikan satu email penting ini sebelum ke sana" Aku bergumam sendiri dalam hati
Setelah email penting terkirim, dengan cepat aku merapikan mejaku. Sebelum pergi aku menghubungi pak Daniel untuk meminta ijin melalui telepon internal.
"Pak Daniel, saya minta ijin keluar ada hal penting yang harus saya lakukan. Mungkin...mmm sampai sore pak" Ujarku pelan
Pak Daniel menghela napasnya "ya sudah Ri silahkan. Artinya kita berjumpa kembali dua minggu lagi yah?! Beneran balik yah" Suara pak Daniel terdengar penuh harap.
"Iyah pak saya akan kembali, tenang saja "
"Baiklah Riri take care yah"
"Terimakasih pak Daniel, sampai jumpa dua minggu lagi" Kataku kemudian menutup telepon.
Aku pergi ke Restauran Eat and Love melalui jalur belakang seperti biasa untuk menghindari mata-mata Suci. Aku melihat pak Doni telah menungguku di meja paling belakang.
"Selamat siang pak Doni"
"Selamat siang bu Riri, pak Sugi sudah menunggu diatas" Wajah pak Doni kelihatan khawatir, keringat mengalir deras dari pelipisnya
"Pak Doni kenapa? Sakit pak?"
"Saya sehat bu, hmm nanti apapun yang dikatakan pak Sugi Ibu dengarkan saja yah. Jangan di lawan" Ujarnya dengan ragu
"Pak Sugi marah sama saya ya pak? Karena saya ternyata bekerja seperti biasa?"
Pak Doni mengangguk
"Ahhh. ..ya sudahlah, kalau begitu saya keatas ya pak" tanpa menunggu jawaban pak Doni aku menuju ke kantor Sugi
Ketika sampai di depan pintu, aku melihatnya sedang membaca sesuatu membelakangiku. Badannya yang tinggi terlihat tegap dengan pundak yang kokoh.
Pak Sugi mengenakan kemeja putih polos dipadukan dengan celana biru navy dengan potongan yang sempurna. Kemudian ia melipat salah satu lengan kemejanya dengan gerakan yang tangkas sehingga otot-otot tangannya terlihat dengan jelas. Mataku kemudian secara tidak sengaja tertuju pada bagian bokongnya yang penuh. Entah kenapa aku merasa ingin menelan ludah ku saat ini "ini benar-benar salah, apa yang kamu lakukan Riri, kamu seharusnya mengetuk pintu sedari tadi" Aku meremas tali tas ranselku
Sedetik kemudian Sugi memutar badannya. Riri terperanjat lalu mengalihkan pandangannya pada lukisan yang tergantung di tembok sebelah kanan ruangan. Mata Sugi tajam menatap Riri tanpa berkedip.
"Selamat siang pak" Ujarku sambil berusaha menghilangkan perasaan kagetku barusan.
"Kenapa berdiri di sana?" Jawabnya masih dengan wajah dingin
Aku masuk kedalam ruangan Sugi, lalu duduk manis tanpa diminta olehnya. Sugi memasukkan tangan ke saku celananya, matanya masih memandangku lekat seperti mengatakan "kamu sudah membohongi saya Riri"
"Kenapa saya jadi merasa harus menjelaskan ini semua dan meminta maaf padanya ya?. Ini aneh!" Aku menggerutu dalam benakku
Akhirnya aku membuka pembicaraan "Maaf Pak, saya tidak menuruti nasehat pak Sugi. Saya kekantor seperti biasa, karena pekerjaan saya banyak pak. Belum lagi Gia masih harus menenangkan dirinya. Atasan saya juga baru mulai datang ke kantor tadi pagi setelah perjalanan bisnis. Sa... "
"Kalau begitu kemarin sore kenapa tidak kemari?" Ujarnya memotong pembicaraanku, tangannya kali ini terlipat di depan dada.
"Mmm saya takut pak Sugi marah" Aku kehabisan kata-kata.
Sugi berjalan mendekati Riri kemudian menunduk lebih dekat, dan makin dekat. Setiap Sugi mendekat, Riri memundurkan kepalanya sedikit demi sedikit. Akhirnya kepala Riri terantuk tembok di belakangnya. Jarak mereka saat ini hanya kisaran tiga puluh sentimeter. Riri terlihat salah tingkah kemudian mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Jantung Riri mulai berdebar-debar, ketika wangi segar dari aftershave Sugi menyapu lembut hidungnya.
"Dengar bu Riri, hotel Z akan tetap baik-baik saja sekalipun bu Riri mengambil cuti sebulan, enam bulan bahkan setahun. Sedangkan tangan ini..." Sugi menoleh kearah tanganku yang diperban diatas pahaku dan menepuknya pelan "Belum tentu bisa sembuh dengan cepat tanpa istirahat yang baik. Mengerti?" Bisiknya dengan nada kesal
Aku melihat tanganku ditepuk pelan olehnya, saat ia memandangku kembali, aku hanya bisa mengangguk perlahan.
Aku mengatur napasku "Saya mengerti, pak Sugi khawatir dengan kondisi tangan saya. Saya bekerja juga pelan-pelan pak. Saya hanya takut diberhentikan dari pekerjaan ini. Bagaimana saya akan membayar cicilan dan biaya hidup saya kalau saya dipecat?" Jawabku sambil menunduk
"Kamu bekerja dengan rajin pun, tetap saja ada masalah bukan? Tanyanya lagi
"Yah tetap ada pak, saya rajin saja ada masalah bagaimana kalau saya malas? Tidak semua orang bisa mendapatkan kemudahan dalam hidup pak" Ujarku getir sambil mengingat betapa berat hidupnya beberapa tahun belakangan ini.
Sugi kembali berdiri tegak, tangannya berkacak pinggang memandang sekeliling.
"Saya dengar bu Riri di skorsing selama dua minggu. Selama itu anda bisa bekerja full time disini. Tentu saja saya akan menambahkan insentif yang cukup untuk anda. Atau kemudian resign dari sana dan bekerja sepenuhnya disini"
Aku kembali menunduk memikirkan tawaran tersebut "Saya tentu saja mau pak, tapi saya juga tahu pekerjaan saya sebenernya tidak terlalu banyak untuk full time disini. Dengan begini rasanya saya hanya menjadi beban untuk pak Sugi dan Restauran ini"
Pak Sugi menghela napasnya kemudian mengambil kursi dan duduk didepanku "bisa tidak bu Riri menjawab tawaran saya tadi hanya dengan kata 'baik pak'. Jangan membuat saya bertambah khawatir dengan pernyataan-pernyataan tidak penting seperti itu. Mengenai beban atau tidak itu menjadi tanggung jawab saya" Katanya pelan
Aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya kali ini. "Ada rasa iba terselip dari pandangannya, mungkin saja aku salah mengartikan pandangan ini" Gumamku sendiri dalam hati. Aku kembali duduk dengan tegak
"Baik Pak, untuk dua minggu ini saya mau. Tapi untuk resign dan full time di sini akan saya pertimbangan kembali" Jawabku
"Nah seperti itu bu Riri" Sugi menyunggingkan sedikit senyuman padaku
"Ayo turun" Ajaknya sambil berdiri lalu berjalan mendahuluiku
Aku dengan cepat mengekor pada Sugi "Kita kemana pak?"
"Makan siang dibawah" Jawabnya singkat
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments