Hadi bersiap untuk pulang, tugasnya hari ini telah usai. Dia melewati tangga dan menuju pintu belakang dengan pikiran yang penuh dengan si mungil Tari. Terbayang wajahnya yang cantik sedang tersenyum saat ini didepannya. Langkahnya menjadi berat saat beberapa hal terlintas dipikirannya.
"Kalau saja Ayah tidak serakah tentunya hubungan kita tidak serenggang sekarang. Apa kamu masih ingat ri? bagaimana kita semua sangat dekat sewaktu kita kecil. Kita berempat, kamu, kakakmu, Erika dan aku sering menghabiskan waktu bermain disini. Ketika kita mulai remaja ayah melarang aku dan Erika untuk bermain dengan kalian. Paman Praja sempat merasa tersinggung dengan sikap ayah. Hubungan kita lalu mulai merenggang bahkan semakin jauh saat kita beranjak dewasa. Aku masih tetap memiliki keinginan untuk berhubungan baik denganmu ri, kamu sudah aku anggap seperti adik kandungku sendiri. Aku sangat menyayangimu, kalau saja aku tidak diangkat anak oleh pak Subrata mungkin saja aku akan menyayangimu lebih dari sekedar seorang adik" Hadi menghela napasnya di sela-sela renungannya itu.
"Aku sangat merindukanmu Tari, apa kabarmu?tak sekalipun dirimu berkabar. Pesanku tidak dibalas, demikian juga telepon ku tak sekalipun kamu menjawabnya. Terakhir kali aku mengirim pesan ternyata tidak terkirim, aku yakin kamu sudah mengganti nomor ponselmu" Hadi menuju ke bangku taman panjang yang ada di depannya. Tangannya mengusap-usap bangku itu, kemudian duduk. Dibelakang bangku ini ada sebuah pohon mangga yang sangat besar. Umurnya sudah melebihi dari umur paviliun disebelahnya tempat ia tinggal sekarang. Dulu pohon ini menjadi tempat favorit mereka bermain.
"Aku masih ingat senyummu selalu merekah ketika bercerita tentang hari-harimu yang menyenangkan disekolah. Rumahmu berada persis disebelah rumah ini, hanya dibatasi oleh tembok berukuran sedang. Biasanya kalau sedang kesal kamu akan kemari melalui pintu kecil yang ada di belakang sana. Dan sudah bisa dipastikan kamu akan memanjat pohon ini dan duduk menungguku pulang dari sekolah. Tentu saja tidak ada orang yang tahu kecuali aku. Kamu akan kembali pulang setelah puas bercerita tentang apa yang membuatmu kesal hari itu. Sungguh hari-hari yang sangat indah bagiku" Hadi memandang pohon ini dengan perasaan sedih. Bibirnya menyunggingkan sedikit senyuman.
"Sekarang aku bahkan tidak bisa membantumu lebih banyak lagi ri, maafkan aku" .Aku tahu ayahku jahat pada keluargamu. Tapi apalah dayaku aku hanya anak angkat yang sudah seharusnya memihak ayah yang telah mengangkat kehidupanku ini. Aku bahkan masih merasa bersalah sampai sekarang karena aku mengetahui semua yang terjadi pada keluargamu tapi tidak bisa berbuat apa-apa" Air matanya menetes begitu saja dan buru-buru dihapusnya dengan kasar. Tangannya memegang batang pohon mangga yang besar, beruas dan kasar itu dengan erat.
"Saat orang tuamu meninggal, kamu menjadi semakin tertutup, dan aku selalu merasa khawatir. Aku sangat senang ketika akhirnya kamu ikut tinggal dirumah ini setidaknya kita bisa bertemu sesekali. Ternyata aku salah, selama tinggal disini kamu selalu menghindariku" Hadi menutup wajah dengan kedua tangannya dan bernapas dalam-dalam.
"Aku ingat sekali saat ayah memberitahuku akan menjodohkanmu dengan Pak Bambang, rekannya yang duda, amarahku menggelora. Perasaan tidak rela membuatku menyusun rencana untukmu ri. Aku memutuskan untuk memberitahu dan membantumu untuk kabur. Tapi apa kamu tahu ri?, aku saat itu juga takut kalau akhirnya kamu memutuskan untuk kabur dengan Andi. Iyah, pemusik urakan yang sangat kamu cintai itu. Aku yang menyuruh orang-orang ayahku untuk menahan dan mengancamnya agar tidak mencarimu lagi. Aku tidak menyesalinya ri, tidak sama sekali. Semoga kita bisa segera bertemu kembali. Aku ingin kita bisa seperti dulu lagi, berkomunikasi tanpa jarak"
Hadi yang sedang merasa hampa menengadahkan wajahnya. Dahan -dahan pohon mangga yang sedang lebat berbuah terlihat melambai-lambai mengikuti tiupan angin malam yang mulai dingin.
________________________
Awalnya aku pikir hari ini akan menjadi hari yang tenang setelah kejadian semalam dengan pak Sugi. Aku baru saja dari toilet, ketika kudengar kegaduhan seperti suara orang beradu mulut di dalam. Aku bergegas kembali ke mejaku, karena yakin yang aku dengar adalah suara Suci dan Gia.
Gia berdiri cukup dekat di depan Suci. Keduanya terlihat tegang.
"Yah karena saya dekat dengan Riri, saya tahu kerjaan dia hari ini sudah banyak!!" Gia berkata tegas sambil menyerahkan kembali berkas dimeja Riri ke arah Suci.
"Sok tahu kamu, buktinya jam segini dia kemana coba? Artinya kan dia kurang kerjaan!! Saya tahu dia sering datang terlambat, tapi kamu yang absennin kan?! Cerocos Suci dengan mata mendelik kearah Gia
Orang-orang yang ada disana hanya bisa geleng-geleng melihat perdebatan ini.
aku dengan cepat berniat melerai kegaduhan ini "Ada apa yah bu" Kataku langsung kearah Suci
Suci menoleh kearahku dengan wajah jijik "Nih kamu kerjain notulen meeting pagi ini untuk saya, siang ini harus selesai. Saya ada kesibukan yang lain" Suci mengambil berkas dari tangan Gia dengan kasar dan melemparkannya ke meja Riri.
Emosi Gia sepertinya akan meledak saat itu juga, aku mendekat dan menepuk pundaknya pelan "sabar" Bisikku di telinganya.
"Saya harus melapor ke pak Daniel untuk pekerjaan tambahan ini, kalau tanpa persetujuan beliau saya tidak bisa mengerjakannya bu" Jawabku tenang.
"Halah, masa saya yang harus minta ijin ke Daniel. Kamu dong yang telepon dia" Suci melipat tangannya di depan dada.
"Pak Daniel sedang dalam penerbangan ke luar negeri bu. Nanti sekitar dua jam lagi kemungkinan saya baru bisa menghubungi beliau" Sahutku santai
"Oh gitu, ok!!! Kalian tunggu yah saya adukan ke Bapak sekarang. Kamu artinya sudah bosan bekerja disini" Suci mengambil berkasnya kembali dan bergegas keruangannya. Hentakan hak sepatunya menghantam lantai kantor dengan keras. "tak! tok! tak! tok!....
"Ih nyebelin banget sih orang itu! Pake ngadu segala. Padahal dia juga nggak pernah ngerjain apa-apa. Kalau sampai dia ngadu sama si Bapak, aku takut kamu nanti dimarahi pak Hartono ri" Gerutu Gia khawatir
"Aku malah khawatir, kamu jadi kena masalah gara-gara aku. Aku ikut prosedur ajalah yak, kan apapun tugas yang aku kerjakan memang harus langsung dari pak Daniel bukan yang lain. Kalaupun aku nanti dimarah pak Hartono yah biarin ajalah. Paling kena EsPe (surat peringatan)" Kataku nyengir dibalik maskerku.
Gia mendengus dan kembali ke mejanya sembari berbisik "awas aja dia berani macam-macam, aku ajak kamu pindah ke tempat yang lebih baik daripada disini ri"
Aku hanya bisa memandangnya sambil tersenyum.
Belum ada lima menit berlalu, seperti dugaanku. Pak Hartono datang bersama Suci kemejaku dengan wajah geram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments