Sugi yang masih dalam keadaan bingung kembali duduk di kursi tadi setelah Bu Riri pergi.
"Dia terlihat berbeda, apa mataku tadi salah melihat yah?? Dia sangat cantik. Angin yang bertiup kencang menerbangkan rambut panjangnya yang hitam berkilauan. Matanya besar, hidungnya mancung, bibirnya penuh, aku bisa melihat semua itu dengan jelas" "Jangan-jangan bu Riri memakai masker untuk menutupi kecantikannya, ck! hehehe aku terlalu berlebihan" Sugi menggeleng sambil mengelus leher belakangnya dengan tersenyum geli.
"Tapi setelah sekian tahun, ini pertama kalinya perasaanku tergerak kembali oleh seorang wanita. Sejak dia membuka maskernya di depanku tadi, aku begitu terpana dengan apa yang aku lihat. Kemudian saat dia menikmati salmon steak ini, walaupun dia tidak mengucapkan apa-apa aku bisa merasakan dia sangat menikmatinya. Dari caranya menutup mata beberapa kali saat mengunyah, serta sunggingan senyuman samar si sudut bibirnya. Kemudian matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca dan dia menghela nafasnya beberapa kali. Aku berkali-kali mencuri pandang kearahnya, aku takut dia merasa risih kuperhatikan. Melihat pemandangan seperti itu hatiku tiba-tiba saja bergetar"
"Aku jarang salah menilai seseorang, kali ini aku yakin bu Riri bukan wanita sembarangan. Beberapa kali aku perhatikan cara berjalan, bicara dan duduknya selalu terlihat anggun. Walaupun mungkin dia sama sekali tidak menyadarinya. Cara dia makan tadi juga terkesan wanita yang dibesarkan dari keluarga berada, sangat elegan. Satu lagi aku merasa dia sangat waspada. Walaupun tubuhnya termasuk mungil tapi dia sangat kuat, tadi tanganku hampir saja dipelintir olehnya atau bisa saja dia membantingku dengan mudah. Benar-benar wanita yang luar biasa, siapa sebenarnya bu Riri?? Aku harus mencari tahu" Sugi tenggelam dalam isi pikirannya sendiri.
Sejenak kemudian dia mengangkat tangan kanannya, pak Doni yang sedari tadi memperhatikan Sugi dari kejauhan dengan langkah terburu-buru mendekat kearahnya. "Yah pak" Kata pak Doni kemudian
"Pak, cari informasi latar belakang kehidupan bu Riri. Saya mau semua, apapun yang bisa bapak dapatkan. Seperti biasa pak" Sugi berbisik ke arah pak Doni.
"Saya mengerti pak"
"Saya pulang dulu, mobil saya yang bawa sendiri. Besok pagi bapak tidak usah kerumah, langsung kemari saja"
"Baik pak" Pak Doni pergi meninggalkan Sugi yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
Pak Doni menuju ke tempat yang agak sepi untuk menghubungi informannya. Pak Doni sudah biasa mencari informasi apa saja yang Sugi perlukan. Keluarga pak Wijaya memiliki beberapa informan yang dapat dipercaya dan mengabdi pada keluarganya turun temurun. Mencari informasi tentang apa saja biasanya tidaklah terlalu sulit bagi keluarga sekaya keluarga Wijaya.
"Saya tunggu secepatnya" Katanya kemudian menutup sambungan telepon.
"Kemungkinan Pak Sugi menyukai Bu Riri, baguslah artinya pak Sugi sudah melanjutkan hidupnya dengan baik setelah di tinggal menikah oleh Bu Mita. Sebaiknya Pak Sugi memiliki kekasih secepatnya sebelum beliau menjadi lebih sibuk lagi nanti usai pelantikan Direktur kantor pusat yang baru" Pak Doni bergumam sendiri saat kembali ke Restauran.
Keheningan di sebuah rumah yang luas dan megah terusik malam ini, semua orang yang ada di dalamnya berwajah tegang, termasuk para pelayan yang sedang melakukan tugasnya.
"PRANG!!!!" Suara teko keramik dibanting mengenai lantai marmer di ruang tamu. Teh yang masih panas terlihat mengepul tumpah kesana kemari. Pak Brata berdiri dengan tangan terkepal. Wajahnya memerah memandang sekeliling.
"KALIAN BENAR-BENAR TIDAK BERGUNA!!!! BRENGSEK!!!" Teriak pak Brata.
Lima orang laki-laki berbadan besar, dengan kuliat hitam legam berdiri menunduk di hadapan pak Brata yang sedang terlihat murka.
"APA SAJA YANG KALIAN KERJAKAN SELAMA INI??!! MASA' MENCARI SATU ORANG ANAK GADIS SAJA TIDAK BECUSS!!!, NANANG!!! KEMARI KAMU!!!
Suara pak Brata menggelegar, matanya melotot, dadanya naik turun menahan amarah.
"S.. S.. Saya pak" Jawab Nanang terbata-bata sembari mendekat perlahan, wajahnya ketakutan. Nanang memiliki badan yang lebih tinggi daripada anak buahnya. Wajahnya juga jauh lebih garang.
"Kamu yang bertanggung jawab untuk pencarian ini. Ini kesempatan terakhirmu. Kalau sampai gagal lagi kamu dan teman-temanmu akan saya buat sengsara seumur hidup!!" Kata pak Brata kemudian dengan tangan yang menunjuk-nunjuk kearah Nanang.
"B..b..baik pak Brata, saya mengerti" Nanang hanya bisa menunduk mendengar ancaman ini. Dia ingat sekali, Pino sahabatnya beserta anak buahnya yang gagal beberapa tahun lalu lenyap begitu saja tanpa jejak. Ia takut akan bernasib sama dengan mereka.
Dia sebenernya enggan bekerja dengan pak Brata tapi apalah daya hutang yang ditinggalkan oleh orang tuanya menyebabkan dia mau melakukan apa saja termasuk menjadi kriminal seperti ini asal hutang tersebut lunas.
"Menurut informasi yang saya dengar anak itu sekarang berada di kawasan ini, tangan pak Brata menunjuk satu wilayah diatas peta yang sedang ia pegang"
Nanang memperhatikan wilayah mana yang ditunjuk oleh pak Brata.
"Bawa anak itu pulang hidup-hidup" Ucap Pak Brata dengan kilasan wajah yang kejam. "Secepatnya!!" Lanjut pak Brata lalu memutar badannya dan masuk kedalam, diikuti oleh asisten pribadinya pak Hadi.
"Baik Pak Brata" Sahut Nanang kemudian pergi dari rumah itu bersama anak buahnya.
Pak Brata masuk ke dalam ruang kerjanya dan langsung duduk dengan gelisah. Jari -jari tangannya mengetuk-ngetuk meja berulang kali. "Anak itu harus ditemukan" Katanya pada asistennya yang sedang menunggu dengan tenang dibelakangnya.
"Benar pak, Rapat para pemegang saham beberapa minggu lagi akan dilaksanakan. Semoga sebelum waktu itu tiba surat akta waris aslinya bisa kita temukan" Jawab Hadi
"Bangsattt!!!! Tanpa surat itu aku tidak bisa berbuat banyak di perusahaan ini Hadi!!" Ucapnya kesal sambil memukul meja di depannya.
"Kenapa setelah dia mati pun aku tetap tidak bisa berkuasa penuh atas perusahaan ini!!! KENAPA???!!!" Lanjut pak Brata, tangannya menghempaskan semua benda yang ada diatas meja dengan kasar, sehingga menimbulkan suara yang gaduh.
"Sabar pak, setelah Tari ditemukan bapak akan berhasil menguasai semuanya pak. Saya yakin secepatnya" Ujar Hadi berusaha menenangkan pak Brata yang amarahnya mulai tidak terkendali.
Akhirnya ia terduduk dalam diam, tangannya memegang keningnya sambil terpejam.
Bu Brata muncul di depan pintu dengan raut muka khawatir "Sayang kamu tidak apa-apa?" Bu Brata menghampiri suaminya yang tak bergeming sama sekali dan mengelus punggungnya. "bapak kenapa!?" Ujar bu Brata lagi sambil menoleh ke arah Hadi.
"Bapak sedang marah bu, karena sampai saat ini Tari belum di temukan" Jawab Hadi berhati-hati
"Dasar Anak sialan itu selalu saja menyusahkan, tidak tahu terimakasih!!!. Setelah orang tuanya meninggal rasanya sia-sia kita berbaik hati menjaganya" Gerutu bu Brata dengan wajah kesal.
Pak Brata menoleh kearah istrinya "sudahlah bu, ayo sebaiknya kita beristirahat saja. Besok masih banyak urusan yang harus aku selesaikan" Ajak pak Brata sembari bangkit dari duduknya dan menggandeng tangan istrinya keluar dari ruang kerjanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments