Bismillahirohmanirohim.
selamat membaca semua
Alvin berjalan menuju meja makan, ikut bergabung dengan Fahmi dan Eza, sepertinya dia sangat lapar karena tiba-tiba menjadi ustadz dadakan untuk Fahmi.
"Muka lo napa dah?" tanya Alvin, saat melihat muka Eza bonyok. "Muka lo juga kenapa?" kini Alvin bertanya pada Fahmi.
Muka kedua orang itu sudah memar dimana-mana. Sepertinya Alvin melupakan sesuatu, dari mana Eza dan Fahmi kenal coba.
"Kayaknya gue melupakan satu hal, jangan bilang kalian berdua tadinya nggak kenal, abis itu adu jotos dan sekarang jadi teman?" tebakan Alvin 100% benar sekali.
Kenapa Alvin bisa menebak seperti itu, dia tahu sekali seperti apa sifat Eza, pasti selalu mengajak orang yang tidak dikenal adu jotos dulu, kalau dia kalah baru ngajak berteman.
"Biasalah Vin, namanya juga cowok, kayak nggak pernah ngalamin gini aja lo" celetuk Eza.
Alvin memutar bola matanya malas. "Bukan biasa kalau buat lo aneh, tapi udah jadi kebiasaan lo Eza Argintaraaa….!!" sungut Alvin.
"Dan lo udah selesai belum ngelamun nya? kalau belum lo lepas dulu sendok sayur yang lo pegang gue juga mau makan" ucap datar Alvin pada Fahmi.
"Hehehe, maaf gue sengaja"
"Lo bisa minta maaf juga rupanya, gue kira kagak" sungut Alvin, lagi.
Benar-benar mulut Alvin tidak bisa dijaga kalau bicara sama orang main cepelas-cepelos aja, kayak dugo.
Alvin segera menyantap makanannya, berbicara dengan Eza dan Fahmi emang mengurus tenaga Alvin saja..
"Gue ke depan dulu" pamit Fahmi, yang hanya dijawab anggukan kepala oleh Eza dan Alvin.
"Lo ketemu orang itu dimana?" tanya Alvin saat Fahmi sudah tidak berada di ruang makan lagi.
"Kampus lah, dimana lagi lo pikir? tapi kok gue nyaman ya sama dia, kayak teman sendiri gitu, orangnya mudah akrab, walaupun mukanya selalu tegas gitu"
"Sama Za, gue juga nyaman sama dia, dari pertama gue ngeliat dia malah, gimana kalau kita ajak dia ikut gabung di geng somplak kita, siapa tau dia mau, masa geng isinya cuman dua orang kita berdua doang lagi"
"Boleh juga usulan lo, kalau gitu gue ke depan dulu nemuin Fahmi"
Alvin masih sibuk dengan acara makannya, sedangkan Eza sudah duduk bersama Fahmi sekedar bercerita sedikit.
"Gila masakan gue memang tiada duanya dah lah, sama masakan chef Juna aja kalah, maksudnya masih enakan masakan chef Juna walaupun gue nggak pernah makan, wkwkwk"
Alvin, pria itu selalu bertingkah ceria seperti sekarang ini, seakan tidak ada satupun masalah dalam hidupnya, dia selalu tersenyum walaupun aslinya dia sedang bersedih, tetap terlihat bahagia adalah topen Alvin untuk menipu semua orang, caranya menutupi kesedihan dengan berpura-pura ceria.
Merindukan hari-hari bersama kedua orang tuanya, merindukan kelahiran adiknya, tapi sepertinya Alvin yang sedari dulu menutupi wajah sedihnya dengan topeng senyum yang selalu terukir di wajah imutnya sudah terbiasa seperti sekarang, sampai orang lain tertipu dengan penyamaran Alvin, Eza tadinya dia kira hidup Alvin sangat baik tapi nyatanya apa? setelah masuk ke dalam hidup Alvin.
Dia menyadari satu hal jika hidupnya dan hidup Alvin sama, bahkan lebih berat hidup yang Alvin jalani ketimbang hidupnya.
***
"Jadi gimana sama tawaran gue dan Alvin? lo mau ikut gabung ke geng gue? tenang aja geng gue nggak suka menindas yang lemah kok, kita hanya bergerak kalau ada yang berani ngusik hidup kita"
Tadi Eza sudah menyampaikan niat baiknya dan Alvin, pada Fahmi jika mereka ingin mengajak Fahmi masuk ke dalam ngen mereka.
"Gue setuju, tapi sebelumnya apa gue boleh tanya satu hal?"
"Silahkan nggak ada yang larang"
Sebelum Fahmi kembali berbicara dia menatap kembali seisi ruangan di markas tersebut, lalu kembali menatap Eza.
"Lo sama Alvin, kok nggak pulang? emang lo berdua nggak dicariin sama orang tua lo?" sebenarnya sedari tadi pertanyaan ini sangat mengganjal di pikiran Fahmi.
Mendengar pertanyaan Fahmi Eza hanya bisa tersenyum kecut. "Ngapain gue pulang toh di rumah juga nggak ada siapa-siapa, orang tua gue sibuk kerja bahkan mereka sekarang di luar negeri jarang pulang, kalau pulang juga mereka bukanya ngurus gue tapi malah mengecek keadaan universitas Negeri Jakarta itu" Eza berkata sambil menahan sesak di dadanya, rindu akan sosok kedua orang tuanya yang kini tak pernah punya waktu untuk dirinya.
"Maaf gue salah ngomong kayaknya" ucap Fahmi merasa bersalah.
"Sans aja bro, kalau masalah Alvin gue nggak bisa bilang, lo tanya aja langsung sama dia" Fahmi hanya mengangguk.
Keduanya lalu larut dalam pikiran masing-masing.
'Ternyata bukan hidup gue aja yang bermasalah, Eza saja yang merupakan pewaris tunggal keluarga Argintara tidak hidup baik ternyata' batin Fahmi.
Siapa yang tidak kenal dengan keluarga Argintara orang terkaya di pulau sumatera dan jawa, semua orang tahu jika keluarga Argintara memiliki pewaris tunggal hanya saja mereka tidak tahu seperti apa muka Eza sang pewaris tunggal Argintara.
"Napa lo berdua ngelamun? nggak usah mikirin yang memang seharusnya nggak dipikirin, jalanin aja hidup kita yang sekarang"
Eza dan Fahmi menatap lekat Alvin yang sudah membuyarkan lamunan keduanya.
"Mau kemana lo?" kompak Fahmi dan Eza.
"Biasa refresh otak dulu, berdua mau ikut nggak? atau mau berdua-duan disini aja terus yang ketiganya setan"
"Dih, kalau ngomong suka benar lo bebek" sungut Eza.
"Bebek maafkanlah sikap teman lucknut saya ini kamu yang tidak bersalah tapi ikut disebut-sebut" ucap Alvin dramatis, jangan lupakan wajah imut nan polosnya yang pura-pura sedih.
"Lo jadi refresh otak nggak sih? kenapa jadi ngedrama gini?"
"Cus, cabut lah dari pada nggak but"
Alvin, Eza dan Fahmi pergi meninggalkan markas mereka, ketiganya mengendarai motor sport mereka masing-masing, entah sejak kapan Fahmi jadi bagian kedua orang somplak itu, apakah otak seorang Fahmi sudah dicuci oleh Alvin dan Eza saat menginjak kakinya ke markas geng somplak tersebut. Sepertinya tidak Fahmi sendiri yang suka rela masuk ke dalam geng Alvin.
"Vin lo mau ngajak kita kemana?" Eza berteriak dari motornya mendekati motor Alvin, begitu juga dengan Fahmi.
"Ikut aja nggak usah banyak tanya sebentar lagi kita sampai kok" balas Alvin ikut berteriak.
Ketiganya terus melajukan motor mereka masing-masing dengan kecepatan diatas rata-rata. Untuk Fahmi dia memang sudah jarang pulang, lebih baik dia berkeliaran seperti sekarang ini daripada harus bertemu dengan cambuk setiap hari.
Tiga puluhan menit mereka mengendarai motor masing-masing akhirnya Alvin memberhentikan motornya di depan gedung tuna netra.
"Ngapain lo ngajak kita kesini?" bingung Eza.
"Noh" menunjuk Fahmi. "Biar dia bisa lebih bersyukur masih bisa hidup dengan semua anggota tubuh yang sempurna" jelas Alvin, Eza mengangguk paham.
"Emangnya gue kenapa?"
"Lo pikir sendiri aja babang Fahmi yang terganteng, muka tegas" ucap Alvin, sambil tersenyum imut.
"Jangan sampai gue belok, gara-gara liat muka imut lo, dih amit-amit" Fahmi bergidik ngeri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Cahaya_nur
Setiap ketemu mc atau cerita dimana tokoh utama yang menyembunyikan perasaan sedihnya dengan senyum bahagia nya membuat ku melihat diriku yang dulu.
Aku juga mirip seperti Alvin yang tersenyum demi menutupi kesedihan dalam hatiku.
Semua orang berfikir jika aku tidak pernah ada masalah atau terluka tapi mereka tidak tahu jika aku menyembunyikan perasaan ku yang sebenarnya dengan tersenyum bahagia dan tidak terlalu larut dalam masalah atau kesedihan.
Sampai aku terbiasa dengan kesedihan dan kesepian yang aku rasain selama ini.
Maaf ya malah curhat 😄😄😄😄
2023-10-13
0
Tobi
hisssss ngeri banyak kata bermanfaat nya
2022-08-31
1
❤️⃟WᵃfℛᵉˣzhA_ yUy𝓪∆𝚛z
banyak pesan -pesan baik di sini. tapi juga kocak👍
2022-08-15
1