"Tolloong....tolong....siapapun kemarilah...."
Teriak Insha dengan airmata yang terus mengalir di pipinya.
"Hafsah...sayang....bangunlah sayang...apa yang kau lakukan...jangan buat ibu khawatir seperti ini....maafkan ibu sayang...maafkan ibu..."
kata Insha sambil memeluk Hafsah yang masih tak sadarkan diri.
Merasa tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya, Insha segera berteriak lagi.
"Maas han...mas han...kemarilah...Hafsah tolonglah Hafsahku...siapa saja tolooong...."
Baru saja Insha menutup mulut dari teriakannya, 3 orang pelayan pria sudah berlari dan berdiri di sampingnya.
"Ada apa nyonya..."
kata salah satu pelayan pria.
"Lihatlah ...tolonglah tuan muda kalian...bawa dia segera ke rumah sakit..aku mohon cepatlah...selamatkan nyawanya..."
kata Insha dengan wajah memelas menghadap ketiga pelayannya.
"Baik nyonya..."
2 orang pelayan segera membopong Hafsah keluar kamar, sementara satunya lagi segera menelpon seorang supir untuk segera menyiapkan mobil untuk membawa Hafsah ke rumah sakit secepatnya.
Tubuh Hafsah belum benar-benar keluar dari kamarnya, Hanafi dengan tergopoh-gopoh berlari dan hampir menabrak para pelayan yang membopong Hafsah, yang kini berada di tengah pintu hendak keluar dari kamar.
"Ada apa ini...apa yang terjadi dengan Hafsah..."
kata Hanafi khawatir melihat putranya yang tak sadarkan diri dengan mulut mengeluarkan busa.
"Tuan muda sepertinya meminum banyak obat tuan...beliau sepertinya over dosis..."
jawab salah satu pelayan.
"Cepat bawa dia ke rumah sakit..."
kata Insha setengah membentak kedua pelayan yang berhenti di tengah jalan karna menjawab pertanyaan Hanafi.
"Baik nyonya.."
kedua pelayan itu pun segera berjalan cepat membawa Hafsah ke mobil yang sudah di siapkan ke rumah sakit secepatnya.
Hanafi memasuki kamar Hafsah karna melihat Insha yang masih berdiri disana, menangis dan memandangnya.
Hendak memeluk dan menenangkannya, tapi tangan Hanafi segera di tepis oleh Insha.
Di saat itu juga Khanza setengah berlari sambil memegangi perutnya ke kamar Hafsah, hendak masuk dan mengetahui apa yang terjadi, tapi Khanza melihat sepertinya kedua orangtuanya sedang dalam keadaan bertengkar, dia pun mengurungkan niatnya dan hanya berdiri di luar kamar.
"Jangan mendekatiku....ini semua salahmu.."
"Insha tenanglah...jangan bersikap seperti ini padaku sayang..."
"Ini semua salahmu...jika terjadi sesuatu pada Hafsahku....aku tak akan memaafkanmu...."
kata Insha sambil menunjuk Hanafi dan melangkah mundur beberapa langkah.
"Jangan hanya menyalahkan aku Insha...bukankah ini keputusan kita berdua...yang sepakat menikahkan Khanza dengan Zidan..."
Jawab Hanafi mencoba membela diri.
"Aku tak pernah mengatakan itu padamu....semua ini keputusanmu....dari awal aku sudah bilang padamu...bahwa kita harus mengugurkan anak itu...dan membiarkan Hafsah menikah...tapi kau tak mendengarkanku...dan lebih membela bayi yang bahkan belum memiliki nyawa itu....dan sekarang...kau mempertaruhkan nyawa anakku hanya demi mempertahankan seorang bayi yang bahkan belum terlihat oleh mata..."
kata Insha dengan tangis dan wajah penuh amarah.
Hanafi hanya diam tak bisa menjawabnya, dia menunduk lalu membiarkan Insha berlalu dari kamar Hafsah hendak menyusulnya ke rumah sakit.
Sebelum pergi Insha berkata di samping Hanafi.
"Aku benar-benar kecewa dengan sikapmu...kau masih sama seperti dulu...."
kata Insha sambil berlalu keluar dari kamar Hafsah.
Ketika berada di luar kamar, Insha mendapati Khanza yang ada disana bersandar di dinding mendengar percakapannya dengan Hanafi.
Insha yang sudah sangat merasa khawatir dengan Hafsah, dia tak memperdulikan Khanza yang mungkin mendengar semua percakapannya dengan Hanafi. Insha segera memalingkan wajahnya dari Khanza dan pergi begitu saja.
Melihat Insha yang berlalu pergi, Khanza segera masuk ke dalam kamar, dia melihat Hanafi yang tengah duduk di tepi ranjang dengan airmata mengalir di kedua pipinya.
Hanafi yang melihat kedatangan Khanza segera memalingkan wajahnya, melihat ke arah jendela kamar Hafsah dan berusaha menghapus airmatanya.
Sebagai seorang ayah dia merasa malu jika harus menangis di hadapan anak-anaknya, Hanafi tak pernah memperlihatkan wajah sedihnya pada anaknya, meski dia tengah di landa masalah.
Ini adalah untuk pertama kalinya Khanza melihatnya menangis.
Merasa ada yang aneh dengan penglihatannya, saat melihat Khanza masuk ke kamar, Hanafi seperti melihat sebuah senyum cerah darinya. Seluruh airmatanya belum terhapus dari pipinya, Hanafi sudah melihat ke arah Khanza lagi. Dan benar Khanza sekarang tengah memandang Hanafi dengan senyum cerahnya.
Hanafi pun memandang Khanza dengan penuh tanya.
"Kenapa ayah menangis..."
Khanza bertanya pada Hanafi dengan wajah tersenyum cerah.
Hanafi tak menjawab apapun, dia hanya memandang Khanza dengan wajah terheran, kenapa di saat seperti ini putrinya itu malah tersenyum padanya.
"Ini memang pantas ayah dapatkan...ini adalah buah dari semua perilaku ayah pada ibu.."
kata Khanza sudah merubah wajahnya penuh kekesalan.
Merasa semakin bingung dengan semua keadaan yang ada, Hanafi segera bertanya pada Khanza.
"Apa maksudmu sayang...ayah tak mengerti..."
"Tak usah bersikap seolah tak mengerti dengan semuanya ayah....aku sudah mengetahui semuanya...bahwa aku bukanlah anak kandung dari ibu Insha....melainkan anak kandung dari ibu Salma..."
kata Khanza lagi dengan mimik wajah yang masih sama.
"Tepatnya kakak dari ibu Insha kan....ibu Salma adalah kakak dari ibu Insha..."
"Selama ini kalian sudah menutupi rahasia ini dengan rapat...tapi tetap saja Tuhan lebih sayang padaku...dan membiarkan aku mengetahui semuanya ayah..."
"Mengetahui semua sikap ayah pada ibu...bagaimana ayah memperlakukannya....ibu yang tak pernah mendapat perhatian dari ayah....ibu yang tak pernah mendapatkan cinta dan kasih sayang dari ayah...ibu yang berkorban untuk kebahagiaan ayah...tapi ayah sama sekali tak pernah menganggapnya ada....iya kan...."
Khanza sudah berkata dengan airmata yang mulai menganak di ujung matanya.
"Ayah bahkan tak menginginkan aku hadir di dunia ini...ayah meracuniku...bahkan sebelum aku mempunyai nyawa..ayah sudah berencana untuk membunuhku....dan ini...."
Khanza menunjuk alat bantu dengar yang terpasang di telinganya.
"alat bantu dengar ini adalah salah satu bentuk sikap egois ayah....aku terlahir dengan kecacatan permanen karna sikap ayah...karna keegoisan ayah yang tak menginginkan aku ada..."
"Bahkan tak pernah sedikit pun ayah membicarakan tentang ibu Salma padaku...karna ayah ingin melupakannya bukan...ayah hanya ingin hidup bahagia bersama ibu Insha..dan adik-adikku yang bahkan bukan adik kandungku..."
Khanza berkata masih berlinang air mata, dan menatap Hanafi lekat dengan amarahnya.
"K..kau tau semua itu dari mana Khanza..."
kata Hanafi terbata dia terkejut dengan pernyataan yang baru saja di ungkapkan Khanza.
"Pentingkah aku menjawab itu pada ayah....yang bahkan tak memiliki satupun niatan untuk membahasnya dalam hidup ayah....ayah benar-benar telah melupakan ibu dan memilih bahagia dengan ibu Insha...."
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Nurliana Saragih
Satu Ayah kandung bukan tiri!!!
Walaupun Ayahnya nikah berapa kali tetap kandung!!!
Banyak orang yang terlalu bodoh masalah ini, menghilangkan nasab dari yang jelas 2 kandung itu HARAM!!!
2022-11-06
0
Nurliana Saragih
Menikah???
Sedangkan mereka kan kandung walaupun bayi tabung?!
Thor buat cerita yang masuk akal dong, walaupun sekarang zaman edan tapi jangan di buat cerita gila kayak gini?!
Cerita awal aku suka walaupun menguras air mata tapi masih masuk akal,lah ini?!
2022-11-06
0
Arini Hidayati
khanza jahat ternyata
2022-06-19
1