Anak kita

Hamil..apakah aku benar-benar hamil...bagaimana ini..

Khanza tengah merasakan bingung dan sedih menjadi satu.

Dia menangis sendiri di kamar mandi, merasakan kebingungan, apa yang harus dia lakukan saat ini. Juga merasakan kesedihan bagaimana dia harus bicara pada orang-orang di sekitarnya, tentang keadaannya sekarang. apalagi dengan Hafsah orang yang akan paling tersakiti karna keadaan ini. Juga orang tuanya jika mereka mengetahui semuanya.

Akhirnya saat itu juga Khanza memilih menghubungi Zidan. Setelah sekian lama berminggu-minggu mereka tak bertemu, karna kejadian di sebuah resto itu. Akhirnya Khanza menghubunginya lagi, dan meminta bertemu dengannya di sebuah cafe di hari itu juga.

Khanza sudah berada di cafe di memesan meja di bagian sudut cafe, jauh dari meja-meja lain yang berjajar rapi. Khanza berharap tak ada yang mendengar percakapan mereka, kalau saja ada seorang yang mengenal Zidan atau dirinya sendiri.

Sudah satu jam Khanza menunggu Zidan, tapi yang di tunggu tak kunjung datang.

"Apa dia tak akan datang...apa dia akan lari dari tanggung jawabnya...lalu bagaimana dengan bayi yang ada dalam kandunganku ini..."

Khanza bergumam pelan sambil melihat ke segala arah, tetap saja dia tak menemukan sosok Zidan dimana pun.

Khanza pun sudah menelponnya berulang kali, tapi tak ada jawaban darinya.

Khanza terisak melipat kedua tangannya di meja, lalu menaruh kepala di atas tangannya. Tubuhnya seperti terguncang-guncang karna menahan tangis yang tak bersuara.

Khanza terlonjak kaget saat tangan yang dingin dan besar, menepuk pundaknya. Dengan segera dia mengusap air matanya, dan mendongak melihat siapa yang datang menghampirinya.

"Zidan..."

"Ya ini aku....kenapa kau menangis.."

"Aku kira kau tak akan datang..."

"Aku datang...aku pasti menepati janjiku...untuk bertanggung jawab padamu..."

Khanza menatap Zidan dengan tatapan bingung.

apa dia sudah tau yang sebenarnya....

batin Khanza.

"Ka...kau sudah tau..."

tanya Khanza dengan nada terbata.

"Ya aku sudah tau...kau hamil kan..."

kata Zidan sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Khanza.

"Darimana kau tau..."

"Aku melihatmu tadi membeli tes kehamilan di apotik...lalu tak lama setelah itu kau menghubungiku...itu berarti ada sesuatu yang terjadi padamu..kau pasti hamil kan..."

tanya Zidan ringan.

Khanza mengangguk pelan, sambil melirik ke arah Zidan.

"Aku kira kau tak akan datang dan lari dari semua ini..."

"Maaf aku terlambat...jujur aku belum siap untuk semua ini...tapi aku akan tetap tanggung jawab untuk anak yang kau kandung..."

Zidan tadi memang berniat tidak akan datang menemui Khanza karna di sudah menebak apa yang akan di kataka Khanza.

Dia terdiam lama di dalam kamarnya, ingin lari dari semua ini. Tapi dia tak akan tega apalagi yang di kandung Khanza adalah darah dagingnya. Rasa tanggung jawabnya lebih besar daripada rasa ingin meninggalkannya.

Fikirannya membayangkan akan sehancur apa perasaan orang-orang terdekatnya. Terutama Zoya dan orangtuanya pasti akan sangat marah dengan perbuatannya.

Dengan sebuah tekat yang kuat akhirnya Zidan memutuskan untuk menemui Khanza, untuk bertanggung jawab atas anaknya. Dia tak peduli lagi dengan orang-orang di sekitarnya akan sekecewa apa dengannya. Yang jelas jiwa lelakinya lebih kuat untuk maju dan menghadapi segalanya demi anaknya.

"Tapi aku akan bertanggung jawab untuk semua ini...untuk anakku...dan untukmu ibu dari calon anakku..."

kata Zidan yakin menatap Khanza.

Zidan memegang tangan Khanza dan menggenggamnya erat.

"Ayo kita lalui bersama semua....aku berjanji kita akan selalu bersama demi anak kita...apapun keadaannya..."

"Mulai sekarang kau adalah calon istriku....maka izinkan aku hanya untuk memanggil namamu...kau tak marah kan..."

"Umurku memang lebih muda...tapi percayalah...aku sudah cukup dewasa untuk menghidupi kalian..."

"Lihatlah betapa besarnya bahu ini..hemmm...bahkan kuat untuk menggendongmu..."

kata Zidan panjang lebar mencoba menghibur Khanza supaya dia tak menangis lagi.

Khanza pun tersenyum mendengar perkataan Zidan, dia bahkan sambil menepuk-nepuk bahunya, mencoba memperagakan bahu kuatnya.

"Jadi kau akan bertanggung jawab untuk anak ini...."

"Bukan anak ini....tapi anak kita....ya aku akan bertanggung jawab....aku tak peduli dengan kemarahan keluargaku nanti...tapi yang jelas aku tetap akan menikahimu...."

"Lalu bagaimana dengan Zoya.."

"Ntah lah ..dia belum tau kebenarannnya...tapi yang jelas dia harus mengalah untuk keponakannya ini bukan...Zoya adalah wanita cantik...aku yakin dia akan menemukan pria lain selain kak Hafsah...Lalu dengan Hafsah bagaimana ...."

"Aku tak tau Zidan...aku pun bingung dengan jalan hidupku kedepannya...bagaimana caraku untuk mengatakan ini semua pada Hafsah dan pada orangtuaku....aku tak sanggup melihat mereka semua terluka..."

"Kau tak usah bingung akan hal itu...aku yang akan bicara itu semua pada mereka...jangan memikirkan hal-hal lain....selain bayi kita....hanya fokus padanya...fokus membesarkannya....jangan buat bayi kita bersedih...kau mengerti..."

Mereka pun berbicara sampai malam hari di dalam cafe tersebut. Dan membuat janji bahwa besok Zidan akan menjemput Khanza untuk datang ke rumahnya dan mengatakan semua yang terjadi pada orangtuanya Zidan yaitu Abimana.

Sementara Khanza malam itu tidur di rumah belakang. Belum bisa tertidur pulas, tiba-tiba ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Khanza pun melihatnya, teryata itu adalah panggilan dari Insha.

Khanza pun dengan cepat menerima panggilan itu.

"Hallo sayang..."

terdengar suara lembut dari sebrang sana.

"Hallo bu..ada apa.."

jawab Khanza ringan.

"Sayang..apa kau tak pulang lagi hari ini...sekarang kau ada dimana..."

"Tidak bu...aku akan pulang besok...aku berada di gudang bu...masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan disini...malam ini aku tidur disini saja ya..."

"Kau bisa mengerjakannya besok sayang...jangan terlalu lelah...bukankah pengiriman untuk besok sudah selesai semua ya...ibu baru saja membaca laporannya..."

"Tidak bu...aku ingin beristirahat besok bu...aku selesaikan semua hari ini....emmm ya...tapi ini untuk pengiriman barangku ke luar negeri bu...permintaan teman-temanku..."

Hanya sekedar alasan Khanza karna dia yang belum siap untuk pulang dan bertemu dengan orangtuanya.

"Hemm....ya sudah jangan tidur malam-malam ya sayang...jangan biarkan dirimu terlalu lelah...apa kau sudah makan sayang..."

"Iya bu tenang saja ....sudah bu...ibu sendiri sudah makan...dan ayah kemana bu..."

"Makan sama apa sayang...ayah mu sedang pergi ke luar kota bersama Hafsah untuk menemui klien....mungkin akan pulang larut malam nanti..."

"Tadi aku makan dengan temanku bu di cafe..ibu jaga diri baik-baik ya...sampai ayah pulang..."

"Hmm..baiklah...tenang saja sayang...ibu kan tak sendiri banyak pelayan kan disini..kau yang jaga dirimu baik-baik ya disana...besok segera pulang...ibu akan memasakkan makanan kesukaanmu besok..."

"Baik bu...terimakasih...selamat malam bu...maaf aku mau istirahat..."

"Baiklah sayang...istirahatlah...ibu menyayangimu..."

"Khanza juga menyayangi ibu..."

Khanza menutup telpon itu, dia masih memandangi ponselnya yang menyala.

Maafkan aku bu....

batin Khanza.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Arini Hidayati

Arini Hidayati

next thor semangat nulisnya

2022-06-09

1

Vhat Ima

Vhat Ima

terulang jg ya,,, kakak merenggut kebahagiaan adik.... hehehe
perkataan insha dulu terbukti jd kyk memelihara ular di rumah yg sewaktu waktu bisa mematuk kita.... lanjutnya kakak semangat ......

2022-06-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!