"Hafsah....tunggu..."
Hanafi mencoba mencegah Hafsah pergi, tapi Hafsah sudah begitu saja meninggalkan ruang keluarga dengan perasaan yang sangat kecewa.
Air matanya terus saja menetes sampai dia masuk ke dalam kamarnya.
Sementara di ruang keluarga Khanza masih terisak di sisi Insha.
"Maafkan aku ayah...ibu...aku telah mengecewakan kalian...aku bukan kakak yang baik untuk adik-adikku...."
kata Khanza dengan sedikit terbata.
Insha tak menjawab apapun, dia lebih memilih pergi dari sana meninggalkan Hanafi dan Khanza di ruang keluarga.
Hanafi pun juga ikut bangkit dari duduknya, sebelum pergi dia berkata pada Khanza.
"Kami semua kecewa karna sikapmu...tapi bagaimana pun kau adalah anak ayah...dan ayah akan selalu memaafkan mu..."
kata Hanafi membelakangi Khanza lalu pergi begitu saja.
Hafsah melemparkan tubuhnya begitu saja di ranjang besarnya, dia menangis sambil memeluk guling kesayangannya, di remas-remas guling itu sebagai pelampiasan rasa kecewa dan sakit hati yang kini dia rasakan.
Dalam pandangannya yang sedikit buram karna banyaknya airmata, dia melihat fotonya bersama Zoya yang terpasang indah menempel di dinding kamarnya.
Foto itu di ambil saat mereka melakukan lamaran, keduanya tersenyum bahagia saling menunjukkan cincin yang telah tersemat di jari keduanya.
Hafsah seketika melihat cincin di jarinya, mengelusnya dengan satu jarinya, mengingat kembali saat-saat bahagia, kedua keluarganya bertemu dan saling mendukung hubungan mereka.
Tengah mengingat lagi masa-masa bahagia dalam hidupnya bersama Zoya, Hafsah terkaget dengan suara ponsel yang berdering di atas meja, Hafsah meraihnya ternyata Zoya sedang melakukan panggilan padanya.
apa yang akan aku katakan padanya....apa dia sudah tau semuanya...
batin Hafsah.
Dia ingin mengangkat panggilan itu, tapi ragu lidahnya seakan kelu, airmatanya semakin deras saja melihat foto yang ada di ponselnya, foto dirinya dan Zoya yang baru saja melakukan liburan kemarin di pulau X bersama teman-temannya.
Terlalu lama Hafsah berfikir, hingga panggilan itu pun berhenti.
Baru sesaat berhenti tapi Zoya melakukan panggilan lagi, yang akhirnya dijawab oleh Hafsah.
"Hallo...Sayang..."
suara dari sebrang, dengan nada gemetar dan terdengar sedikit isak tangis yang tertahan.
"Hmm..."
Hafsah pun sama dia bahkan tak dapat berkata, karna dia sudah bisa menebak pasti Zoya juga sudah di beritahu tentang keadaan yang sebenarnya.
"Zidan dan Kakakmu...mereka..."
"Hmm..ya aku sudah tau..."
"Papa...melarangku untuk meneruskan hubungan kita...maaf Hafsah..."
suaranya semakin melirih, diiringi dengan isak yang semakin kencang.
"Tapi aku akan tetap menikahimu...apapun yang terjadi..."
kata Hafsah dengan tegas, tangannya kini kembali terkepal kuat, ingat kembali dengan keadaan di ruang keluarga tadi.
"Maaf Hafsah...tapi papa tak merestui kita...dia akan segera menikahkan Zidan dengan kakakmu..."
"Maka larilah denganku...aku akan membawamu pergi dari sini...kita akan hidup bersama...kau bersedia kan..."
"Maaf...aku..."
Zoya tak dapat meneruskan kata-katanya dia terdengar terisak keras disebrang.
"Maaf apa yang kau maksud dengan maaf...."
tanya Hafsah nampak heran dengan jawaban Zoya.
"Apa kau tak mau lari denganku..."
Hafsah tak mendapat jawaban dari Zoya,hanya isak tangis yang terdengar darinya.
"Zoya...kenapa kau hanya diam...katakan sesuatu...kau mau kan hidup bersamaku.."
tanya Hafsah lagi.
"Jika kau memang mencintaiku..maka ikutlah denganku...kita hidup bersama Zoya..aku akan segera menjemputmu..."
Baru saja mempunyai ide yang baru untuk kabur bersama Zoya, Hafsah sudah bangun dari tidurnya, bersemangat ingin mewujudkan apa yang baru saja dia katakan.
"Bersiaplah aku akan segera menjemputmu...aku akan mengatur semuanya....kau tak usah memikirkan apapun...hanya ikutlah denganku...aku berjanji akan membahagiakanmu...kita akan hidup berdua yang jauh dari kedua orangtua kita...merajut mimpi-mimpi indah kita bersama...dan Aku...."
belum selesai Hafsah meneruskan perkataannya, tapi Zoya sudah memotong kalimatnya.
"Maaf Hafsah...tapi aku tak bisa..."
"Tak bisa...apa maksudmu dengan tak bisa..."
jawab Hafsah dengan penuh tanda tanya.
"Kita akan tetap menikah Zoya ...meski tanpa restu orangtua kita..aku akan memenuhi janjiku padamu..."
imbuh Hafsah lagi.
"Itu...itu yang tak aku inginkan Hafsah...menikah tanpa restu orangtua bukanlah hal yang baik...dan aku tak akan melakukannya...dan ya..aku tak bisa membantah orang tuaku...karna itu bukan sikap yang di ajarkan mereka padaku..."
jawab Zoya penuh penegasan.
"Jadi kau tak mencintaiku lagi.."
"Aku mencintaimu...aku sangat mencintaimu Hafsah...tapi maaf aku tak bisa menikah tanpa restu orangtuaku..."
jawab Zoya lagi dengan terisak keras.
"Baiklah kalau itu yang kau mau...aku tak akan memaksamu....maaf mungkin liburan di pulau X adalah liburan terakhir kita...sekaligus pertemuan terakhir kita.."
Kata Hafsah melirih, hatinya sudah sangat hancur, Hafsah kecewa dengan sikap kedua orangtuanya di tambah lagi dengan Zoya yang tak setuju dengan rencananya, dia lebih memilih membatalkan pernikahan mereka atas kemauan orangtuanya.
"Apa maksudmu....maaf aku sungguh tak bisa membantah keputusan kedua orangtuaku meski aku tak sanggup menjalaninya...aku sangat mencintaimu...aku ingin hidup bersamamu sampai di akhir usiaku....tapi restu orangtua menghalangi kita Hafsah...aku tak bisa menjalaninya tanpa restu mereka..aku harap kau bisa mengerti alasanku....dan bisa lebih dewasa menyikapinya..."
jawab Zoya masih di iringi isaknya.
"Aku tanya sekali lagi...apa kau mau ikut denganku lari dari sini...dan hidup berdua bersamaku..."
kata Hafsah penuh harapan.
"Maaf Hafsah...maaf...maaf aku tak bisa maafkan aku.."
jawab Zoya dengan penuh keyakinan.
"Apa itu artinya kau tak mau..."
"Maaf Hafsah aku tak bisa..."
"Maka lebih baik aku mati..dari pada melihatmu dengan pria lain..."
jawab Hafsah, lalu panggilan terputus begitu saja.
"Hafsah...."
Zoya segera diam saat menyadari panggilan terputus begitu saja. Zoya semakin terisak di dalam kamarnya, dia meringkuk di samping ranjangnya dan menangis cukup lama disana.
Zoya berusaha menghubungi Hafsah lagi, takut jika Hafsah bertindak gegabah dan gelap mata dengan masalah yang mereka hadapi saat ini. Tapi beberapa kali Zoya mencoba menghubunginya tak ada jawaban dari Hafsah. Pesan teks pun tak di balas olehnya.
Semakin khawatir dengan keadaannya, Zoya mencoba menghubungi Insha, menelponnya menceritakan percakapan mereka pada Insha dan menanyakan keadaan Hafsah apakah baik-baik saja.
Mendengar nada suara Zoya yang terdengar khawatir Insha pun segera menyudahi panggilan Zoya dan melihat ke kamar Hafsah.
Dan benar saja ketika Insha membuka pintu kamar Hafsah, dia mendapati Hafsah sudah tergeletak di lantai dengan mulut yang mengeluarkan busa. Di tangannya masih tersisa beberapa butir obat yang belum sempat di telannya. Insha segera berlari menghampirinya mencoba membangunkan Hafsah.
Insha pun berteriak meminta tolong sambil di iringi dengan deraian air mata, hatinya terasa tersayat melihat anak pertamanya tergeletak tak berdaya tak sadarkan diri.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Arini Hidayati
next thor
2022-06-18
1
Endah Sri Rahayu
insha sbagai ibu sakit hati, lihat anak frustasi gara gara anak yg dl beri luka dlm dr masa lalu.... gmn hanafi,,, ak kok sampai skarang tetep sebel sama hanafi
2022-06-18
1