Amarah

Zidan menaruh hasil lab Khanza di atas meja ruang tamu. Tepat di depan kedua orangtuanya.

Dengan ragu-ragu Maira meraih hasil lab tersebut. Melihat nama yang tertera memang benar atas nama Khanza. Dan dia dinyatakan hamil dengan usia kandungan berjalan 6 minggu.

Tubuh Maira melemas, dia menatap Abimana dengan pandangan bingungnya.

Abimana segera saja mengambil hasil lab itu dari tangan istrinya dan membaca juga apa yang tertulis disana.

Abimana menatap Zidan dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Jadi apa ini semua bukan leluconmu Zidan..."

sudah muncul aura dingin di setiap katanya.

Zidan hanya menatap tegas papanya dengan tangan yang gemetar tanpa menjawab apapun.

"Zidan...katakan pada mama...apa yang di kandungnya adalah anakmu..."

Maira kini menatap Zidan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Zidaaan...."

Abimana tiba-tiba membentak dengan suara yang menggelegar. Membuat siapa pun yang ada disana tersentak kaget. Begitu pula dengan para pelayan yang ada di satu ruangan yang sama.

Khanza yang berada tepat di depannya juga tak kalah kagetnya, dia sampai menitikkan airmata karna rasa takut yang teramat sangat. Tangannya bahkan basah karna keringat dingin.

"Iy...iya pa...ini semua benar...Khanza hamil anakku..."

jawab Zidan terbata pada Abimana.

"Apa papa mendidikmu dengan cara yang seperti ini untuk mendapatkan wanita..."

jawab Abimana dengan amarahnya.

"Tidak pa...maafkan Zidan..."

Zidan menjawab dengan menunduk dalam.

"Katakan sekali lagi bahwa ini tidak benar sayang..."

Maira berkata lagi.

"Maafkan Zidan ma..."

Zidan menjawab dengn kepala tertunduk dan menahan air mata.

"Bagaimana semua ini bisa terjadi..Zidan bukankah kah tau dia ini siapa.."

kata Abimana menimpali dengan nada kencang disertai emosi.

Akhirnya Zidan pun menceritakan semua kejadian yang menimpanya dan Khanza. Kedua orangtuanya mendengarkan dan mulai memendam amarah dalam hatinya. Sementara Khanza hanya terdiam menunduk dalam isaknya. Dia merasa sangat malu dan ketakutan akan reaksi orangtua Zidan.

Setelah semua selesai di ceritakan dengan detail oleh Zidan. Kedua orangtuanya nampak terdiam enggan bereaksi. Wajah mereka sulit untuk di artikan, tapi sangat jelas menggambarkan sebuah kekecewaan yang mendalam.

"Kau tak bisa menikah dengannya Zidan..."

kata Abimana tiba-tiba.

"Ya...mana mungkin kita mempunyai 2 menantu dari keluarga yang sama..."

Maira menimpali.

"Kalau begitu minta kak Zoya untuk mengalah pa...ma..."

jawab Zidan ringan.

"Tidak bisa...tentu itu akan membuat kakak mu sangat terluka nantinya...mama tau dia sangat mencintai Hafsah...tidak mungkin kita membatalkannya..."

kata Maira menekankan kata tidak di setiap katanya.

"Apa kau sudah gila...kita tidak bisa membatalkan pernikahan yang hanya tinggal hitungan bulan ini...bahkan semua persiapan pernikahan sudah sempurna..dan apa yang akan aku katakan pada keluarga Hafsah nanti..."

Jawab Abimana yang masih berapi-api.

"Lalu bagaimana dengan cucu kalian ini...dia anakku...darah dagingku...apa kalian akan mencampakkan begitu saja cucu kalian ini..."

kata Zidan dengan wajah memelas

"Aku memang ceroboh...tapi tidak dengan dia pa...anak ini tak bersalah apapun...dia masih suci...dia juga harus mendapatkan kehidupan yang layak bersama kedua orangtuanya....yaitu aku dan Khanza.."

imbuhnya lagi

Abimana dan Maira diam sejenak, memikirkan kalau kata-kata Zidan ada benarnya.

"Aku sangat menginginkan kehadiran cucu tapi tidak dengan cara seperti ini Zidan..."

jawab Maira sambil menitikkan air mata,

"Apa kau juga tak sadar dengan perbuatanmu ini Khanza....yang bisa menyakiti seluruh keluaragamu....terutama adikmu sendiri Hafsah...."

"Maaf tante...tapi ini sungguh tidak kami sengaja tante...aku juga tak menginginkan ini.."

jawab Khanza dalam isaknya.

"Seharusnya kau bisa menjaga diri dari segala perbuatan tak pantas ini...."

imbuh Maira lagi.

"Sekarang kita harus bagaimana ma...kepalaku terasa sangat pusing..."

kata Abimana.

"Ini bukan salah Khanza Ma...ini salah ku...jangan menyalahkan ibu dari anakku..."

kata Zidan tegas menatap Maira.

"Nikahkan kami...atau aku akan pergi dan keluar dari rumah ini...."

"Kau tak bisa memutuskan semua ini dengan semudah itu Zidan...tidakkah kau memikirkan perasaan kakakmu...yang sudah bertahun-tahun menjalin kasih dengan Hafsah....lalu dengan tiba-tiba kalian menghancurkan kebahagiaannya begitu saja..."

"Lalu bagaimana dengan aku pa....apa papa tidak memikirkan perasaanku...apa papa akan memisahkan hubungan antara ayah dan anaknya begitu saja...Dia cucu kalian yang sudah jelas hidup dan ada disana...apa kalian tega membuangnya begitu saja..."

"Bagaimana pun aku tidak setuju dengan pernikahan ini...gugurkan dia...aku akan tetap menikahkan Zoya.."

jawab Abimana sambil memalingkan mukanya lalu berdiri dari duduknya.

"Tidak pa....aku akan tetap menikahi Khanza..."

jawab Zidan dengan amarah. Khanza yang berada di sampingnya memegang erat tangan Zidan sebagai isyarat menyuruhnya untuk diam.

"Aku tidak setuju dengan pernikahanmu ini...aku bilang gugurkan dia..."

jawab Abimana dengan amarah yang semakin tersulut karna ucapan Zidan.

Tba-tiba Zidan yang sudah di penuhi amarah karna pernikahannya dan Khanza tidak di setujui, berdiri menggandeng tangan Khanza, dan berbicara dengan lantang.

"Kalau begitu aku akan keluar dari rumah ini...dan menikah dengan Khanza...dengan ada atau tidaknya restu kalian...percuma aku berada disini jika mempunyai orang tua yang tak berperasaan seperti kalian...."

Dengan tiba-tiba Abimana menghampiri Hafsah dan menamparnya keras.

"Aku tak pernah mengajari kau untuk melawan siapapun...apalagi aku orangtuamu yang sudah membesarkanmu...jika kau memang ingin pergi dari sini...maka pergilah...kita lihat bisakah kau hidup tanpa aku di luar sana..."

Abimana berkata sambil menunjuk-nunjuk Zidan dengan jari telunjuknya, matanya di penuhi dengan aura kebencian.

"Papa bilang..papa adalah orangtua...tapi apa papa tak tau bagaimana perasaanku, seorang ayah yang akan di pisahkan dengan anakku sendiri...bukankah itu juga menyakitkan...aku banyak belajar sifat baik dari papa dan mama...tapi tidak dengan yang satu ini...membunuh bayi yang masih suci...."

Zidan masih memegang pipinya yang memerah bekas tamparan Abimana.

"Sudahlah Zidan....tinggalkan aku...aku akan mengurus anak ini sendiri..kau turuti kemauan orang tuamu...aku tak bisa melihatmu seperti ini..."

ucap Khanza dalam isaknya berusaha melepas tangan dari genggaman Zidan.

Abimana yang melihatnya, segera menarik tubuh Zidan menjauh dari Khanza.

Khanza sudah berjalan menjauh menuju pintu,tapi sebuah pelukan hangat tiba-tiba terasa di sekujur tubuhnya, pelukan yang menenangkan.

"Jangan pergi Khanza...kami akan bertanggung jawab atas bayi yang kau kandung...bagaimana pun dia adalah cucuku..."

Suara Maira terasa lembut di telinga Khanza.

Keduanya terisak bersama masih dengan posisi Khanza di peluk Maira dari belakang.

"Ma...apa yang kau lakukan..."

Abimana bingung dengan sikap istrinya, dia berusaha menentang pernikahan ini dan memisahkan Zidan dengan Khanza, tapi tiba-tiba Maira malah mencegahnya pergi dan memeluknya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Arini Hidayati

Arini Hidayati

next thor

2022-06-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!