Sinar mentari telah menembus kaca-kaca di jendela kamar. Khanza baru saja menggeliat di balik selimutnya, mengerjabkan mata merasakan sinar panas mentari yang mengenai kakinya.
Di lihatnya jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Astaga aku kesiangan lagi..."
gumam Khanza yang masih enggan bangun dari ranjangnya.
Khanza memegangi perutnya yang masih rata, dia mencoba untuk mengelusnya.
apa benar ada seorang janin di dalam sini...aku akan menjadi seorang ibu...ada sebuah kehidupan di rahimku...
Batin Khanza.
lamunan Khanza teralihkan saat dia sekilas melihat ponselnya menyala, diambilnya ponsel itu yang berada di ranjang samping dia tertidur.
14 panggilan tak terjawab...siapa...
Khanza pun melihat panggilan dari siapakah itu, yang sepagi ini sudah berkali-kali menelponnya.
Belum sempat melihat di daftar panggilan, nomor tersebut sudah kembali menelpon Khanza.
"Zidan rupanya..."
gumam Khanza sebelum mengangkat telponnya.
"Hallo....ada apa Zidan kau menelponku sepagi ini.."
"Sepagi ini kau bilang...ini sudah jam 8...bukankah kita akan memeriksakan kehamilanmu di rumah sakit...kau lupa...aku bahkan sudah menunggumu di depan gudang sedari tadi pagi...kau baru bangun ya..."
"Astaga maafkan aku....aku lupa..."
Khanza segera bergegas bangun, masih dengan ponsel yang menempel di telinganya. Kemarin malam Zidan dan Khanza sudah membuat janji, mereka akan memeriksakan kehamilan Khanza di rumah sakit.
Apa benar dia hamil atau tidak, takut-takut kalau saja tes kehamilan itu menunjukkan hal yang palsu.
Setelah mereka mendapatkan hasil yang menyatakan Khanza benar-benar hamil, mereka baru akan berbicara pada kedua orangtuanya.
"Maaf Zidan aku kesiangan.."
"Ya...ya...sudahlah cepatlah keluar... disini terik mentari sudah terasa panas di kulitku..."
jawab Zidan lalu panggilan terputus begitu saja.
Khanza pun keluar dengan memakai dress panjang, yang membuat lekuk tubuhnya semakin terlihat indah. Dress berwarna coklat tua itu membuat kulitnya yang putih bersih semakin kontras.
"Maaf telah menunggu lama..."
kata Khanza sambil memasuki mobil Zidan.
"Teryata calon istriku ini cantik juga..."
goda Zidan menatap Khanza yang sudah memakai sabuk pengamannya.
"Jangan bicara seperti itu...kau membuatku semakin takut membayangkan reaksi seperti apa yang akan berikan oleh kedua orangtua kita nanti...sungguh aku sangat takut..."
"Apa yang kau takutkan ada aku disini kan...aku yang akan bicara...kau hanya perlu diam saja berada di sampingku...."
jawab Zidan santai.
Mereka pun masih berbincang banyak sampai akhirnya sampai di rumah sakit.
Khanza dan Zidan segera membuat janji pada seorang dokter kandungan. Saat itu Khanza di minta untuk melakukan tes darah untuk mengetahui hasil lebih akurat.
Setelah menunggu cukup lama, hasil yang di tunggu-tunggu pun akhirnya keluar. Dan benar saja hasilnya menunjukkan bahwa Khanza benar-benar hamil saat ini.
Mereka pun keluar dari rumah sakit itu ketika hari sudah menjelang sore. Dan membawa hasil tes darah yang dilakukan oleh Khanza untuk di beritahukan pada orangtua Zidan yaitu Abimana.
Singkat cerita sampailah mereka di kediaman Abimana. Mobil Zidan yang baru saja masuk sudah di sambut oleh para pelayan. Mereka membukakan pintu, lalu setelah keduanya keluar seorang pelayan dengan sigap memarkirkan mobil Zidan yang di taruhnya sembarangan di halaman rumah.
Khanza enggan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, sampai Zidan berkata dan mendorong tubuh mungilnya perlahan.
"Ayolah...kenapa hanya berdiri disini..."
Khanza tak menjawab dia hanya menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah Zidan yang berada di depannya.
Seorang pelayan mengucapkan selamat datang pada Zidan dan Khanza. Zidan pun hanya mengangguk dan berkata.
"Dimana papa..."
"Tuan Abimana sedang berada di lantai atas bersama nyonya tuan muda..."
"Baiklah... tolong panggilkan papa...katakan padanya ada seorang tamu..."
"Baik tuan..."
pelayan itu melihat dengan tatapan heran pada keduanya.
Karna dengan santainya Zidan menggandeng tangan Khanza sampai memasuki ruang tamu, dan duduk bersebelahan.
Di lantai atas.
"Tuan...maaf mengganggu anda, tapi tuan muda menunggu anda....ada seorang tamu yang menunggu di lantai bawah..."
"Zidan...dengan siapa dia..."
"Dengan nona Khanza tuan.."
"Oh baiklah aku akan segera kesana..."
pelayan itu pun pergi darisana.
"Ayo ma...kita turun..."
Abimana mengajak istrinya untuk turun serta menemui Khanza.
"Hmm ayo...kalau tidak salah Khanza itu adalah kakak dari Hafsah kan pa..."
"Iya ma...dia kakak Hafsah..."
"Ada apa ya dia kemari...."
"Ntah lah...memang akhir-akhir ini mereka semua semakin dekat...kan memang mereka akan menjadi keluarga sebentar lagi...aku dengar dari Zoya mereka juga sering jalan-jalan bersama..."
"Baguslah...jika mereka semakin dekat pa...memang seharusnya begitu kan.
Abimana dan Maira istrinya pun sampai di ruang tamu.
Maira dengan hangatnya menyambut Khanza dan memeluknya erat, Khanza yang sedari tadi jantungnya berdebar-debar semakin di buat tak karuan karna sapaan dan pelukan Maira.
" Hay Khanza....bagaimana kabarmu..."
"Ba..baik tante...bagaimana dengan tante.."
Khanza sampai terbata menjawabnya.
"Ya seperti inilah...aku sangat baik bukan..oh ya bagaimana kabar ayah dan ibumu nak..apa mereka juga sehat..."
"emmh...mereka sehat tante..sangat sehat hehe..."
jawab Khanza dengan tawa yang di buat-buat.
Mereka berempat saling berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing. Sampai akhirnya Zidan berkata dengan wajah yang serius.
"Pa...ma...aku akan menikah...".
" Apaa..."
jawab kaget keduanya serentak tanpa di sengaja.
"Dengan siapa Zidan..kenapa kau tak mengenalkan kekasihmu pada papa..."
"Iya sayang...setidaknya tunggu kakakmu menikah dulu...baru kami akan menikahkanmu..."
"Aku sudah membawanya kesini...kalian juga sudah kenal padanya..."
"Maksudmu apa Zidan, papa jadi bingung..."
jawab Abimana melihat Zidan dengan penasaran.
"Siapa sayang ...kau bahkan tak pernah mengenalkan seorang wanita pada kami..."
ungkap Maira heran.
"Dia ada di depan kalian sekarang..."
Seketika Abimana dan Maira memandang Zidan dan Khanza bergantian dengan pandangan bingung.
"Aku akan menikah dengan Khanza..."
kedua orangtua Zidan hanya terdiam.memandangnya bingung, Maira tampak terkejut dengan penuturan Zidan, menganggap perkataan anaknya benar-benar serius, sedangkan Abimana malah tertawa menganggap perkataan Zidan hanyalah candaannya yang ingin menggoda Abimana.
Karna Zidan memang biasa bercanda dengan seluruh anggota keluarganya, dia biasa membuat berita mengejutkan hanya untuk sebuah candaan yang membuat seluruh keluarganya tertawa lebar.
"Kenapa papa malah tertawa..."
tanya Zidan bingung, melihat respon papanya yang malah tertawa padahal dia sendiri sudah berdebar tidak karuan.
"Papa sudah hafal dengan sifat humorismu itu...aku sudah tak kaget lagi..."
jawabnya sambil tertawa lagi.
tersadar dengan perkataan Abimana, Maira pun ikut tertawa, dia juga mengira Zidan bercanda dengan perkataannya.
"Apa wajahku terlihat sedang bercanda sekarang....aku serius pa...ma....aku akan segera menikahinya...karna Khanza sedang hamil anakku sekarang...cucu kalian..."
Zidan berkata dengan lantang namun dengan tangan yang gemetar.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Arini Hidayati
gak sabar nunggu kelanjutannya
2022-06-10
1