Di sebuah ruangan serba putih itu, terbaring seorang gadis di atas ranjang. Napasnya teratur dengan mata yang terpejam, masih dalam keadaan yang sama dengan beberapa jam yang lalu. Bau obat-obatan khas rumah sakit dapat tercium di setiap sudut ruangan berpetak itu.
Detak jantung dari sebuah alat berbunyi dengan teratur, menandakan bahwa Sang Pasien masih hidup. Tampak sebuah garis yang tidak beraturan bergerak naik turun di alat berbentuk kotak itu.
Tiba-tiba, mata beriris biru itu terbuka secara perlahan. Ia tampak mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha menyesuaikan cahaya lampu silau yang langsung masuk ke dalam retinanya.
Dengan pandangan yang masih buram, gadis itu berusaha untuk duduk di atas ranjang. Namun, ia langsung mengerang pelan ketika menyadari tindakannya barusan membuat kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit, mengharuskannya untuk kembali berbaring di kasur lembut yang berwarna putih itu.
Setelah beberapa waktu untuk menyesuaikan diri dengan rasa sakit yang menggerogotinya, ia kemudian menatap ke sekelilingnya dengan heran dan mengernyitkan dahinya.
Sepi dan sunyi.
Ia tidak asing dengan suasana ini, karena dulu ia sudah pernah berada di dalam sini. Namun, otaknya terasa sangat lamban untuk mencerna dimana dia berada.
Matanya dengan cekatan meneliti seluruh benda di ruangan itu. Ada sofa berwarna coklat di tengah ruangan, meja kecil di sudut kiri, juga dilengkapi dengan televisi dan lemari kecil.
Nyaman.
Matanya kemudian melirik ke arah jendela yang langsung menghadap ke luar, menampakkan pemandangan kota yang indah. Namun, semuanya tetap terasa aneh di ruangan serba putih yang ia tempati, hingga akhirnya otaknya tiba-tiba berdering dan memberitahu dimana dia berada sekarang.
Rumah sakit.
Shella refleks menepuk jidatnya sendiri. Bagaimana bisa ia berada di sini?
Serpihan-serpihan ingatan itu tiba-tiba menyeludup masuk ke dalam pikirannya, membuatnya langsung bangkit dari tempat tidur yang lembut itu.
Astaga, bagaimana dengan keadaan pahlawan kesiangan itu?
Krek...
Kegelisahannya buyar begitu saja ketika telinganya menangkap seseorang yang membuka pintu dari luar. Ia refleks menegakkan tubuhnya siap siaga dan memicingkan matanya untuk menfokuskan pandangan pada sosok orang itu.
"Siapa?" tanyanya kepada seorang sosok pria yang masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu. Ia tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang itu dikarenakan tubuh kekarnya yang sedang menghadap ke arah belakang. Tapi sepertinya ia tidak asing dengan pemilik tubuh ini.
"Apa kau terlalu syoknya dengan kejadian itu hingga membuatmu lupa dengan diriku?" Lelaki tersebut berucap dengan nada yang terkesan menyindir. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Shella dengan kedua tangan yang berada di saku celana.
Zavier berjalan menuju ke arah perempuan itu, kemudian tanpa permisi ia langsung duduk di atas ranjang. Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah wajah Shella, lalu tersenyum miring.
Tanpa sadar, Shella menahan napasnya, terkejut dengan tindakan pria ini barusan. Hembusan napas hangat terasa dengan jelas olehnya, dan itu membuatnya langsung tergagap. "A--apa yang kau lakukan?"
Zavier terkekeh geli melihat kegugupan Shella yang terpampang jelas saat ini. Ia kemudian meletakkan tangannya ke kening Shella sembari memicing aneh.
And oh my god.....
Hal itu langsung membuat jantung Shella menjadi tidak sehat dan memompa dengan kencang ketika keningnya bersentuhan dengan tangan besar itu. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya terasa seperti akan meloncat keluar dari tempatnya saat itu juga.
Apa dia terkena serangan jantung?
"Demammu sudah turun ternyata," ujarnya lalu menjauhkan wajahnya dari Shella. Melihat itu, Shella refleks menghembuskan napasnya lega saat wajah tampan itu menjauh darinya.
Zavier berdiri tegap dan menyinggungkan senyuman miring, senyuman yang mampu membuat hati wanita meleleh dalam sekejap. Ia kemudian memandang gadis itu dengan tatapan remeh.
"Kau lemah sekali. Hanya gara-gara demam biasa kau langsung pingsan di dalam dekapanku," tuturnya sembari memegangi dadanya yang bidang, seakan-akan membuat tameng di tubuhnya itu.
Mendengar itu, Shella spontan melotot tajam dan memegangi keningnya sendiri. Kenapa dia bisa demam? Apa karena ia kehujanan pada malam yang lalu?
Dan hell, apa tadi lelaki ini barusan mengejeknya dengan sebutan lemah? Mengingat itu, tanpa sadar kedua tangannya langsung terkepal erat dan rasanya sudah sangat gatal untuk segera meninju wajah bodoh itu.
Hold on, tunggu dulu.....
Perempuan itu mengernyit aneh ketika menyadari sesuatu. Jika dia pingsan di dalam dekapan dosen sialannya ini, berarti artinya orang ini yang telah menolongnya dari kecelakaan itu?
"Apa kau yang telah menyelamatkanku?"
Mendengar itu, Zavier langsung menganggukan kepalanya. "Iya. Dan kau seharusnya bersyukur karena masih hidup sekarang. You know girl, my leg was getting injured when saving your life. You had better to say thank you."
Shella melongo dan menatap pria itu dengan tidak percaya. Mendengar perkataannya membuat gadis itu langsung mengarahkan pandangannya ke arah kaki Zavier. Tak butuh waktu yang lama, dirinya menemukan bahwa betis kanan Zavier sedang diperban. Shella tidak menyadari hal itu sedari tadi.
Ia menjadi sedikit menyesal karena telah tidak berhati-hati saat menyebrang di jalan. Niatnya tadi untuk meninju wajah pria itu tergantikan oleh rasa sesal yang menyusup ke dalam hatinya. "Kalau begitu, terima kasih telah menyelamatkanku," katanya dengan cepat.
Zavier hanya mengangguk, lalu duduk di kursi yang terletak di sebelah ranjang sembari mengangkat kedua alisnya. "Sebenarnya, apa yang sedang kau pikirkan saat itu?" tanyanya penasaran.
"Aku tidak memikirkan apa-apa," sahutnya sembari mengedikkan bahu. "Bagaimana dengan keadaan pengemudi mobil itu?"
"Orang itu melarikan diri," balasnya yang membuat Shella terpaku di tempat.
"Apa?"
"Aku sedang mencari tahu siapa pelakunya," jawab Zavier sembari menatap tepat di manik biru milik Shella.
Cantik.
Shella balik membalas tatapan pria itu hingga tanpa sadar, mereka saling berpandangan selama beberapa detik, seakan-akan mereka telah terhipnotis pada mata lawan masing-masing. Ia menatap mata coklat itu dengan lama, mengarungi ke dalam netra tersebut hingga tersesat.
Pria itu tiba-tiba menggerakan wajahnya, mulai mendekati wajah Shella yang masih terpaku. Pandangannya mengarah pada bibir merah ranum milik gadis itu. Ia lalu mendekat hingga jarak mereka tersisa sejengkal.
Dari jarak sedekat ini, Zavier dapat merasakan hembusan napas dari Shella. Hasrat yang ia pendam dari dulu terasa membuncah ke luar. Dan ada satu hal yang ia sukai, aroma gadis ini.
20 April 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sulis Tyawati
ceritanya bagus banget.. suka bngt thor..
2020-11-22
0
Rose Kanam
yahui
2020-09-06
1