Shella tengah berdiri di depan gerbang kampus. Matanya terlihat celingak-celinguk, mencari temannya di sekitar tempat itu. Namun, ia kembali berdecak sebal karena orang yang dicarinya belum muncul juga.
Kemana dia pergi?
Gadis itu akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju ke kursi terdekat yang tersedia. Mungkin saja Christina sedang duduk di sana dan menungguinya.
TING
Bunyi ponsel yang menandakan bahwa ada pesan masuk membuat Shella berhenti berjalan. Ia melirik ke arah ponsel yang sedang digenggamnya, lalu membuka isi pesan itu.
Shel, aku pulang duluan karena tiba-tiba ada urusan keluarga. Sorry dan hati-hati di jalan girl.
- From Christina cerewet -
Memyatukan kedua alisnya, Shella memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku celana. Ia menarik napas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan.
Mata birunya kemudian menelusuri sekeliling taman kampusnya, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Lagipula gadis itu tidak tahu apa yang harus ia kerjakan jika ia pulang ke rumah.
It's so boring.
Kalau saja Christina tidak pulang duluan, seperti biasanya mereka akan pergi ke mall dan berbelanja bersama-sama.
Dengan langkah yang santai, Shella berjalan menuju ke ruang perpustakaan yang terletak di lantai atas. Ia sangat berharap ruangan itu akan memiliki banyak sekali buku-buku yang menarik perhatian untuk dibaca.
Tetapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berada di dalam pihaknya. Karena saat ia sedang berjalan di koridor, tanpa sengaja ia kembali bertemu dengan dosennya. Pria itu tampak berjalan berlawanan arah darinya. Aura berwibawa dan dingin terasa dengan jelas saat ia berjalan melewatinya.
Namun, Shella tidak menyapa ataupun melirik Zavier. Gadis itu hanya berjalan lurus, seakan-akan Zavier tidak berada dalam jalan yang sama dengannya.
Dasar dosen durhaka itu.
Kepala Shella langsung mengeluarkan asap saat kembali mengingat tugas yang pria itu berikan. Berani-beraninya Zavier menyiksa batinnya dengan cara seperti itu. Beruntungnya tadi ia membalaskan dendamnya dengan cara menendang dua kali tepat di ************ pria itu.
Lebih bagus lagi menurutnya jika itunya terbang ke atas langit dengan damai.
Hentakan kaki seseorang refleks menyita kesadaran Shella. Ia lantas menoleh, dan mendapati seorang petugas kebersihan tengah mengekori Zavier dari belakang. Gadis itu mengernyitkan dahinya, namun memutuskan untuk tidak terlalu banyak peduli dengan dua pria gila itu.
Ya, Zavier bersama dengan adiknya.
The two crazy guys, pikirnya kemudian.
Karena tidak mau terlalu lama berdekatan dengan Zavier, ia memutuskan untuk berderap cepat sebelum akhirnya bayangan dirinya hilang ditelan oleh ujung koridor.
****
Sesekali, mata coklatnya melirik ke arah ponselnya yang menampilkan sebuah titik merah yang terus bergerak. Entah kenapa, ia gelisah. Firasat buruknya terus menekan ke dalam logikanya, membuatnya tidak mampu untuk memutuskan pandangan dari benda berpipih itu.
"Ada apa?" tanya Christian yang sedang berjalan di sebelahnya.
Pria itu melirik ke arah Christian, kemudian langsung menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Ia tidak ingin adiknya mengetahui tentang apa yang sedang dikerjakannya sekarang. "Tidak apa-apa," sahutnya.
Sesampainya di belakang gerbang, sebuah mobil bersedan hitam berhenti tepat di depan mereka. Tampak seorang sopir keluar dari kendaraan itu, lalu membungkuk hormat ke arah Zavier.
Kegelisahannya tidak berhenti, malah terus bertambah dalam setiap waktunya. Sekali lagi, Zavier kembali merogoh ponselnya dan menatap serius ke arah titik merah yang masih berjalan tanpa henti itu.
Ia gusar dan tidak tenang.
Tanpa sadar ia menghela napas berat, kemudian menatap ke arah sopir pribadinya. "Antarkan Christian pulang dulu. Aku masih ada urusan yang belum diselesaikan," perintahnya.
"Baik, Tuan."
Tanpa berkata apa pun lagi, Zavier segera berbalik badan dan pergi dari tempat itu. Ia juga mengabaikan panggilan dari adiknya.
Perempuan itu berhasil membuatnya khawatir sekarang.
Beberapa waktu yang lalu ia juga berjumpa lagi dengan Shella di tengah perjalanan, namun perempuan itu sama sekali tidak menyapanya, bahkan tidak meliriknya sedikit pun. Dan hell, itu membuatnya harus menahan kekesalan yang sudah berada di dalam puncak.
Bisa-bisanya perempuan itu berjalan dengan tenang seakan-akan ia tidak mengenali Zavier setelah perbuatannya yang kejam tadi. Apa Shella tidak tahu betapa ngilunya aset miliknya itu?
Ia tidak pernah bisa berpikir jika berdekatan dengan gadis aneh itu. Dan sekarang, tanpa diketahui penyebabnya, ia malah khawatir dengannya.
Otaknya terasa menjadi cepat buntu beberapa hari ini.
Lamunan pria itu langsung buyar ketika sudut matanya menangkap seorang gadis yang sedang berjalan di trotoar. Ia memincingkan matanya dan menatap ke arah sosok tersebut.
Setelah meyakinkan diri bahwa gadis itu adalah titik merah yang sedang berjalan di ponselnya, Zavier langsung melompati gerbang kampus dengan mudahnya.
Ia menarik napas lega, kemudian bergegas pergi ke daerah yang mungkin sulit dijangkau oleh mata Shella. Atau lebih tepatnya, ia akan menjadi seorang penguntit saat ini.
Entah ini hanya perasaannya atau bukan, tetapi wajah perempuan itu tampak lebih buruk dari beberapa waktu yang lalu. Melihatnya hanya membuat firasat buruk Zavier semakin menggorogoti dirinya yang telah gelisah.
Pria itu kemudian mematikan ponselnya karena ia telah menemukan gadis itu. Sebenarnya, titik merah itulah yang membuatnya mengetahui keberadaan Shella. Ya, dia memasang GPS di dalam tas gadis itu, dan yang hebatnya pemilik tas tersebut masih belum mencurigai apapun.
Di detik selanjutnya, Zavier tiba-tiba membulatkan matanya tanpa sadar ketika melihat gadis itu dengan santainya menyebrang ke sisi jalan lain. Shella yang telinganya masih disumpat dengan headset tidak mengetahui bahwa sebuah mobil tengah melajukan kecepatan tinggi ke arahnya. Suara klakson yang dapat memekakkan telinga juga tidak membuat gadis tersebut sadar, bahwa dirinya telah berada dalam bahaya.
Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari ke arah Shella dan membawanya ke dalam pelukan, sehingga kendaraan yang tadinya sedikit lagi menabrak gadis tersebut tidak terjadi. Tetapi sialnya, Zavier yang tidak sempat menghindar tertabrak pada bagian kakinya, membuat mereka terpental sedikit jauh dari jarak yang seharusnya.
Semuanya terjadi begitu saja dengan cepat, hingga akhirnya tubuh Zavier-lah yang menghantam dengan keras ke jalan. Ia merintih kesakitan saat tubuh Shella mendarat lagi ke badannya, membuatnya langsung merasakan sakit yang luar biasa akibat ditimpa beban lagi.
Samar-samar, pria itu dapat merasakan tubuh di dalam pelukannya menegang, sebelum akhirnya kesadarannya menghilang di dalam kegelapan yang mulai menyelimuti dirinya.
Ia pingsan.
20 April 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Nuraenii
ia ya kaya baca pelajaran bahasa indonesia 😅
2020-07-27
2
nely sihite
Thor, kok kebanyakan narasi sihh?
2020-07-17
7