Shella membaringkan tubuh mungilnya ke atas tempat tidur. Ia mendesah kesal karena suara tawa kakaknya belum juga reda. Walau pintu kamarnya sudah ditutup dan dikunci dengan sengaja olehnya, tetapi tawa kakaknya masih bisa terdengar hingga sampai di sini.
Sepertinya Clara sangat menyukai apa yang telah ia perbuat kepada adiknya itu. Membuat Shella setengah kesal, setengah malu, memang sangat menyenangkan.
Mungkin kadang-kadang Shella juga boleh membalas balik kelakuan kakaknya itu.
Mata biru laut Shella kemudian menatap lurus ke arah atap kamarnya, berusaha mengabaikan suara tawa nenek sihir itu. Tanpa sadar, mulutnya mengulas sebuah senyum saat membayangkan kejadian-kejadian yang telah menimpa hidupnya.
Waktu ternyata berlalu begitu cepat.
Pikiran Shella terhempas kembali ke belakang, memutar balik seluruh kenangan indah dan buruknya.
Shella masih ingat bagaimana ia bisa jatuh sakit karena adiknya yang tiba-tiba meninggal. Adik yang paling di sayanginya hingga melebihi rasa sayang kepada orang tua mereka.
Tentu saja, adiknya itu yang selalu menemaninya di sini saat orang tua mereka sedang pergi ke luar kota. Bahkan Clara jarang menemaninya di sini, karena lebih sering keluar rumah.
Mereka berdua seakan-akan dilengketkan oleh lem yang sangat sulit di pisahkan. Setiap ada kejadian yang dilalui dalam hidupnya, Shella pasti akan bercerita dengan adiknya. Begitu juga sebaliknya.
Memang aneh, melihat banyak sekali orang yang tidak akur dengan saudaranya sendiri. Namun, itu semua tidak berlaku untuk mereka.
Semuanya berlalu dengan cepat, hingga akhirnya Shella tiba-tiba mengepalkan kedua tangannya. Bayangan itu kembali muncul dan merasuki pikirannya. Seorang pria berpakaian hitam, dengan wajah yang tidak dapat dilihat jelas oleh Shella karena ditutupi masker hitam.
Hari itu yang paling diingat oleh Shella. Dimana hari itu adalah hari kematian adiknya. Hal yang paling tidak disukai oleh Shella. Atau mungkin lebih tepatnya, dibencinya.
Bayangan seorang pria yang menusuk sebuah pisau tepat di jantung adiknya dengan darah yang berceceran di mana-mana, membuat Shella berdesis takut.
Mengapa pria itu tega sekali merebut orang yang di sayanginya? Membunuhnya dengan sekali tusukan?
Tepat di depan mata, Shella melihat bagaimana sadisnya pembunuhan itu. Pria itu benar-benar tidak mempunyai sifat kemanusiaan lagi.
Kadang Shella berpikir, mengapa seseorang suka sekali membunuh orang, membuat orang menderita, tetapi saat di akhirat malah di lahirkan di alam yang tidak menyenangkan?
Apa yang didapat oleh orang itu ketika membunuh seseorang? Senang? Atau Bahagia? Mungkin orang itu lebih bisa disamakan dengan seorang psikopat.
Dunia ini memang dipenuhi dengan hal-hal yang aneh, membuat Shella berpikir jika tidak ada yang normal saat hidup.
Mata birunya meredup dengan perlahan, menghentikan semua pikirannya itu. Bahkan ia seperti dapat melihat kembali dengan jelas pembunuhan yang dilihatnya dulu. Walau itu hanya ilusinya, tetapi itu mampu membuat Shella meringis takut.
Ia memejamkan matanya, berusaha menghilangkan gentayangan-gentayangan yang ada di pikirannya.
Suara tawa kakaknya tadi juga sudah menghilang, mungkin karena kecapekan untuk melanjutkan tawanya.
Tiba-tiba, Shella kembali membuka mata cantiknya ketika wajah pria itu melintas benaknya.
Pria yang ditabraknya tadi. Tunggu, bukan dia yang menabraknya, tetapi pria yang menabraknya itu. Shella hanya merasa sedikit aneh dengan orang itu.
Ia sepertinya pernah melihat wajah itu, tetapi dimana?
Dan adik dari pria itu juga. Christian. Kenapa mereka berdua terlihat sangat tidak asing baginya? Apa yang sebenarnya sudah dilewatkan oleh Shella?
Dia sudah berpikir keras, namun tidak ada jawaban dimana ia melihatnya.
Daya mengingat Shella memang bisa dibilang tidak bagus, namun tidak bisa dibilang buruk juga. Ia sangat yakin dengan logikanya yang mengatakan bahwa tidak ada hal yang dilewatkannya, tetapi hatinya malah mengatakan jika ada hal penting yang dilupakannya.
Shella menjadi tidak yakin dengan dirinya.
Mata coklat Christian yang menatap dirinya mengingatkan Shella pada sesuatu. Sesuatu yang berbahaya menurut firasatnya.
Tidak mau berpikir lebih lama, Shella lantas terduduk dengan punggung yang disandar ke kepala ranjang. Tangannya meraih laci nakasnya untuk mengambil sesuatu.
Novel.
Memikirkan sesuatu sangat menguras habis energi, jadi dengan membaca buku, ia mungkin bisa sedikit meringankan bebannya.
Tidak perlu ditanya lagi bagaimana besar rasa cinta Shella terhadap novelnya. Dalam satu bulan, ia pasti akan membeli lima sampai sepuluh novel sebagai bahan bacaannya.
Membaca adalah salah satu hobinya untuk mengusir rasa bosan yang melanda dirinya.
30 April 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
indah asyifa
aku suka cwek yg baru baru dn gk lemah😀dn sepertinya disini shella adl gadis pemberani☺
2022-01-03
0
R.Zhie
jangan lupa mampir yaaaa.
2021-09-12
0
temok
baru baca msih nyimak... blum ngerti jlan crita ny...
2020-11-30
8