Bau amis yang berpadu dengan bau besi menguar memenuhi satu ruangan. Gelap dan bau, mewarnai bagaimana keadaan di dalam ruangan tersebut.
Hari sudah malam, membuat sinar bulan masuk ke dalam sela-sela tirai yang sudah berdebu itu. Lampu yang dipasang di sana telah lama rusak dan masih belum diganti hingga sekarang. Karenanya, sinar bulan itulah yang menjadi satu-satunya penerangan di dalam ruangan kotor tersebut.
Angin dingin berhembus pelan, mendinginkan setiap sudut tempat yang berpetak itu. Debu-debu menjadi bertebangan, mengikuti irama helaan angin dengan lambat.
Tiba-tiba, suara rintihan seseorang terdengar, disertai dengan bunyi gemericit rantai yang bergerak. Lantai berkayu itu berderik mengikuti gerakannya, seakan-akan ruangan itu akan runtuh dalam sekejap.
Kadang kala, tangan pria itu mencoba membuka rantai yang mengikatnya, namun hasilnya tetap nihil. Seluruh badannya bergetar ketika merasakan kulitnya bersentuhan dengan angin dingin yang menerpa.
Wajahnya tampak buruk, dengan mata yang membengkak akibat pukulan beberapa waktu yang lalu. Darah kental yang segar tampak memenuhi tempat dimana ia tersiksa tadi.
Lelaki itu kembali berdesis sakit ketika luka yang membekas di kulitnya bergesekan dengan rantai besi. Tulang-tulangnya terasa seperti akan terlepas dari tempatnya jika ia bergerak lebih banyak lagi.
Ia telah pasrah.
Suara derap kaki terdengar di luar ketika pria itu hendak menutup matanya. Wajahnya seketika berubah menjadi pucat, sedangkan tubuhnya berwaspada dengan hal itu.
Krek.....
Tak lama setelah itu, suara deret pintu yang terbuka memenuhi pendengarannya. Langkah kaki tersebut memasuki ruangan dengan tenang, lalu kembali menutup pintu itu kembali.
Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali guna menfokuskan pandangannya di dalam kegelapan. Wajah pucatnya itu terlihat bingung saat melihat beberapa bayangan hitam yang bergerak.
Di detik selanjutnya, tatapan matanya spontan berubah menjadi sorot ketakutan. Ternyata jarak yang hanya berjauh beberapa meter darinya, seorang lelaki berjas hitam beserta beberapa anak buahnya tengah berjalan menuju ke arahnya.
"Apa kau sudah selesai merenungi nasibmu?" tanya pria berjas itu disertai dengan seringaian yang terpatri jelas di wajahnya. Langkah kakinya berhenti tepat 1 meter di depan lelaki tersebut.
Bermata coklat, berambut hitam, dan sorot mata yang tajam membuat siapa pun akan kenal siapa dia.
Dia adalah..... Zavier. Seorang ketua mafia yang tidak mengenal kata ampun dan belas kasihan pada musuhnya. Mencari masalah artinya sama saja dengan menyerahkan nyawa secara cuma-cuma.
Zavier, nama yang begitu terkenal di dalam pasar gelap. Tidak pernah ada seorang pun anggota mafia lain yang mampu bersaing dengannya. Kekuasaannya, kekejamannya, membuat pria itu menjadi begitu terkenal di dalam kalangannya.
Zavier kemudian berjongkok dan memiringkan wajahnya, menatap ke arah pria yang terbogol dan nyaris babak belur itu. "Kau terlalu membuang-buang waktuku yang berharga. Kenapa semua orang-orang sepertimu tidak mau mempersingkat waktu dan mengatakan semuanya secara jelas? Sungguh sialan. Apa kalian memiliki kelebihan waktu untuk bermain?"
Zavier berdiri, lalu melayangkan kaki kanannya dengan cepat ke arah tulang kering milik pria itu.
"Just say it or I will beat you up again?" ujarnya datar.
Pria itu meringis kesakitan dan tak berdaya di bawahnya. Ia mengangguk pelan, menandai bahwa ia telah menyerah. "Aku akan memberitahumu."
Sebuah senyuman maut lantas mengembang di wajah Zavier, menciptakan aura yang semakin mencengkam di sekelilingnya. "Baik, kuberi kau satu menit untuk menjelaskan semuanya."
Pria itu menghela napas pelan, sebelum akhirnya memulai berbicara. Matanya terlihat menerawang, mengingat semua kejadian yang baru dilaluinya. "Seseorang memaksaku untuk melakukan hal itu. Dan jika aku menolak perintahnya, maka ia akan membunuh keluargaku." katanya dengan jujur sembari menahan nyeri luka di sudut bibirnya.
Sontak Zavier mengangkat alisnya, tidak mengerti dengan pengakuan musuhnya. "Apa maksudmu? Jangan bercanda atau aku akan menghajarmu lagi?"
Menggeleng pelan, pria itu menatap Zavier dengan sendu. Ia berusaha meminta pengampunan dari wajah dingin tersebut.
Rahang Zavier mengeras, sedangkan matanya terus menatap dingin pria berjanggut di depannya ini. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya lelaki itu tidak berbohong. "Sebutkan ciri-ciri wajah orang itu."
Pria itu tampak memejamkan mata, berusaha membayangkan kembali wajah samar-samar yang ditemuinya. "Aku tidak tahu pasti karena orang itu memakai topeng. Tapi menurutku, ada tanda yang tercetak jelas di lehernya. Mungkin itu seperti tanda lahir seseorang."
Mendengar itu, dahi Zavier mengerut aneh. Siapa yang ingin mengalahkannya lagi? Memang ia memiliki banyak sekali musuh di dunianya, namun ia tidak mengenal orang yang dikatakannya tadi.
Zavier mengibaskan sebelah tangannya, menyuruh anak buahnya untuk segera melaksanakan perintahnya. "Finish him."
Sepertinya hari ini ia harus bekerja keras lagi.
****
Seorang lelaki tengah menyeringai di balik meja kerjanya. Laptop yang berada di hadapan meja kerjanya terbuka, menunjukan bioadata seorang wanita.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam, namun masih tidak ada tanda-tanda mengantuk di raut wajahnya. Justru ia merasa senang karena telah mengetahui identitas wanita itu.
Ia tidak pernah menyangka jika hal ini akan terjadi. Entah ini hanya sebuah kebetulan atau tidak, yang pasti hatinya sedang bermekaran dan berbunga-berbunga sekarang.
Lelaki itu kemudian menyeruput pelan kopinya yang sudah dingin dengan mata yang masih berkonsentrasi menatap ke arah benda bercahaya tersebut. Cairan pahit kesukaannya langsung menyegarkan seluruh dahaganya setelah berjam-jam duduk manis di meja kerjanya.
Let's see.
Zavier meletakkan cangkir kopinya di atas meja dan mengambil ponselnya, lalu mendial telepon seseorang. Ia tidak peduli jika orang yang berada di seberang akan memakinya karena telah mengganggu tidur nyenyaknya.
Astaga, ia sudah sangat tidak sabar untuk menghadapi hari esok.
****
*Keesokan harinya...
08:30 AM*
Shella menatap jengah wanita yang sedang duduk di seberangnya. Sahabatnya itu terlihat terus bergosip ria tentang seorang petugas kebersihan yang baru bekerja di sini dan menurutnya sangat tampan itu.
Sungguh menggelikan.
Ingin rasanya ia mengunci mulut itu rapat-rapat agar wanita itu tidak berbicara lagi tentang pria-pria. Atau tidak, ia pasti akan mati kebosanan disini.
Shella mengalihkan pandangannya dan menatap tidak napsu ke arah piring yang berisi nasi goreng kesukaannya. Terlihat hanya beberapa sendok yang ia makan sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menghentikan acara makannya. Bagaimana tidak, suara-suara sahabatnya itu terus berlomba-lomba masuk ke dalam telinganya yang sudah terasa sangat panas.
Bisakah wanita itu berhenti sekarang juga?
Bahkan dalam setiap waktu, setiap jam, setiap hari, setiap bulan hingga setiap tahun, Shella harus bersabar mendengar semua percakapan tidak penting dari wanita berambut keriting itu. Semua itu tidak pernah jauh-jauh dari kata 'lelaki' ataupun 'pria', yang membuat Shella harus setengah mati menghadapi tingkat cerewetnya.
"Seriously, can you stop it now?" Shella memotong cepat perkataan sahabatnya, yang membuat wanita itu langsung mendelik tidak suka. Mata yang tadinya berbinar-binar dan serius menerawang lantas berhenti dan berubah menjadi sorot mata yang jengkel.
"Shella, aku yakin kau akan jatuh ke dalam pesona lelaki itu begitu kau melihatnya. Walaupun dia hanya seorang petugas kebersihan, setidaknya wajah tampannya itu sangat diperebutkan oleh banyak wanita. Dan lupakan saja si ******** Aron itu," omel Christina panjang lebar.
Shella menarik napas panjang, lalu melirik ke arah wanita yang bernotabe sebagai sahabatnya itu. "Okay, I heard you. But can you please stop talking about that? I am not interested of what you are talking about, please."
Christina memutar bola matanya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun tak lama setelah itu, Christina malah bersorak saat melihat sosok yang sedang dibicarakannya tadi muncul di depan kantin. "Astaga, pria itu berada di sana!" jeritnya, membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya.
Astaga wanita ini sudah gila, pikir Shella.
Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menoleh, mengikuti pandangan Christina yang terlihat terkagum-kagum tersebut.
Memangnya seberapa tampannya lelaki itu hingga nyaris membuat semua wanita di tempat kuliahnya jatuh ke dalam pesonanya?
Matanya bertemu pandang dengan sosok pria yang berdiri tegak itu. Selang beberapa detik itu juga, sorot mata Shella menatap tidak percaya ke arah sana. Bukannya terkagum, bibir merahnya malah terbuka dengan mata yang membulat besar saat melihat sosok pria itu. Darah di tubuhnya seakan berhenti seketika, ternganga dengan pemandangan di depannya.
Kejutan apa lagi ini?
30 April 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
indah asyifa
pasti si zavier🤣
2022-01-03
1
Rose Kanam
bos mafia lgi bersih2
2020-09-06
4
Niiena Ismntoha Mamae Mirza
zavier..
2020-07-23
2