Menggelengkan kepalanya pelan, Shella kembali menatap ke arah depan. Mungkin saja saat ini ia sedang bermimpi buruk. Namun sialnya, sosok lelaki itu belum menghilang juga. Ini sangat sulit untuk dipercaya.
"Kurasa kalian semua sudah mengetahui dengan kehadiranku disini. Jadi namaku Zavier, dosen baru kalian," ujar pria itu memperkenalkan diri.
Suara yang terdengar tidak asing itu lantas membangunkan Shella bahwa saat ini ia sedang tidak bermimpi.
Hell...
"Bukankah dia adalah pretty boy yang kau tabrak tadi? Astaga, ternyata dia adalah seorang dosen. Tidak bisa dipercaya," ujar Christina setengah berbisik. Mata coklatnya juga menatap tak percaya ke arah depan.
Shella mengabaikan perkataan wanita di sampingnya. Ia kemudian menghela napas berkali-kali, terlalu syok dengan kenyataan yang menimpanya. "Bagaimana orang sialan itu bisa menjadi dosenku?" gumamnya merasa aneh.
Christina yang mendengar gumaman sahabatnya refleks menoleh ke arah Shella dan spontan berteriak. "APA? KAU MENGATAINYA SEORANG SIALAN?" teriaknya dengan keras, mengundang seluruh pasang mata mahasiswa meliriknya, tidak terkecuali dengan Zavier.
Seakan tersadar, Christina langsung menutup mulutnya dengan sebelah tangan, kemudian tersenyum kikuk dan mengusap tengkuknya.
"Hey two girls on there. Siapa yang sedang kalian bicarakan? Seorang sialan?" tanya dosen yang ternyata menyadari jeritan Christina, membuat Shella seketika menunduk malu.
Persetanan dengan sahabatnya itu, rasanya ia ingin menguliti Christina sekarang.
"Nothing, Sir," jawab Christina karena sedari tadi Shella tidak berniat menjawab dan hanya menunduk dalam diam.
Mata Shella melirik tajam ke arah temannya, sedangkan yang ditatap hanya menyengir tidak bersalah.
"Sekali kali kudengar kalian berbicara atau berteriak, saya akan mengeluarkan kalian dari kelas ini," ujar Zavier yang membuat beberapa mahasiswa terkikik kecil.
"Okay, Sir," jawab dua gadis itu bersamaan.
****
Ia melangkahkan kakinya lunglai menuju ke arah pintu keluar dengan sebelah tangan yang menenteng tas. Christina yang sedang berjalan mengekorinya dari belakang, kembali mengoceh tidak jelas. Seperti biasa, Shella memakai headset di telinganya, membiarkan temannya mengoceh sendirian seperti orang gila.
It is a bad day.
Jurusan yang sangat disukainya dulu menjadi terasa seperti neraka baginya. Sepertinya setiap hari ia akan lebih sering bertemu dengan wajah idiot lelaki itu.
Gadis itu sungguh pusing, bagaimana bisa ini menjadi sebuah kebetulan lagi? Ia mulai ragu jika semua kejadian yang ia alami merupakan sebuah rencana dari pria itu.
Astaga.....
"Shella," panggil seseorang.
Ia menoleh, lalu mendapati sepasang mata coklat itu tengah menatap ke arahnya.
"Jangan keluar dulu, ada yang ingin saya bicarakan denganmu."
Shella mengernyit aneh, namun tetap patuh. Ia kemudian duduk di salah satu kursi, menunggu semua mahasiswa pergi keluar kelas, meninggalkan dirinya bersama dengan si menyebalkan.
"Aku akan menyusulmu Christina, tunggu aku di depan gerbang," tukas Shella saat melihat temannya hendak bertanya. Christina mengangguk ragu, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar terlebih dahulu.
Setelah semua mahasiswa meninggalkan mereka berdua, Shella lantas menatap ke arah dosennya.
Gadis itu menyilangkan kedua tangan di depan dada, lalu menatap Zavier dengan alis yang diangkat sebelah. Ia masih malas berurusan dengan pria itu. "Kenapa?" ketusnya.
Zavier kemudian duduk di salah satu kursi dengan mata yang menatap ke arah gadis itu juga. Ia menopang dagunya dengan tangan kanan sembari mengernyitkan dahinya. "Apa memang begitu caramu berbicara dengan seorang dosen?"
Shella mendengus kesal. "Memangnya kenapa?"
Pria itu lantas mengangkat kedua alisnya. "Aku hanya ingin mengatakan jika tugasmu akan kutambahkan lagi," ujarnya yang membuat Shella membulatkan matanya tidak percaya.
"Apa maksud bapak? Kenapa tugasku ditambahkan?" protesnya tidak terima.
Sialan lelaki ini, bertindak seenak jidatnya saja.
Memangnya Shella ada berbuat salah?
"Kuharap kau mengerjakan makalah tentang pelajaran kita, lalu mengumpulkannya minggu depan. Dan aku tidak ingin mendengar protes apapun dari mulutmu. Mengerti?" jelas Zavier sembari tersenyum jenaka.
Gadis itu mencebikkan bibirnya sebal. "Apa maksud bapak? Kenapa cuma aku yang tugasnya ditambahkan?" Ia kembali protes.
Zavier menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu tersenyum miring. "Bukankah kau yang mengataiku seorang sialan?" ujarnya, membuat Shella langsung diam tak
berkutik.
"Dan kenapa kau memanggilku dengan sebutan 'Bapak'? Apa aku terlihat seperti orang tua renta di depan matamu?" imbuhnya lagi.
Shella tertawa mendengar perkataan dosennya, atau lebih tepatnya tertawa hambar, membuat Zavier menatapnya dengan aneh.
"Iya, bapak benar. Anda terlihat sama seperti kakek-kakek tua di depan mataku," ujarnya terkekeh geli.
Pria itu lantas berdengus keras. Memangnya wajah tampan miliknya ini dipenuhi dengan kerutan? Ia bahkan baru berumur 29 tahun. Tentu saja dengan otak pintar miliknya, ia bisa menjadi seorang dosen disini.
"Baiklah kalau itu katamu. Aku akan memajukan tanggal pengumpulan tugas makalahmu ke hari Jumat ini. Kuharap kau dapat mengerjakannya dengan baik," ujar Zavier sembari bangkit dari tempat duduknya. Dan sebelum ia keluar dari kelas, pria itu menyempatkan diri untuk mengedipkan sebelah matanya kepada Shella.
Bibir merah gadis itu terbuka lebar, terkejut dengan ucapan terakhir dosennya. Ditambah lagi dengan kedipan matanya yang membuatnya ingin mual sekarang juga.
Shella bergegas bangkit dari tempat duduknya, lalu mengejar dosennya sebelum pria itu keluar dari kelas. Dengan tenaga penuh, ia membalikkan tubuh Zavier agar menghadap ke arahnya, kemudian menendang ************ pria itu dalam sekali hentakan.
"You son of *****," umpatnya dengan keras.
Zavier merintih kesakitan saat tendangan maut itu mendarat tepat di selangkangannya. Ia spontan terjatuh ke lantai sembari memegangi harta bendanya itu. Ini sakit sekali, sialan.
"What the ****," jeritnya sembari menahan ngilu.
Ia menatap gadis itu dengan garang, namun tindakannya itu hanya dibalas Shella dengan tatapan tidak peduli.
"Rasakan itu." Dengan kejam, Shella sekali lagi menendang ************ milik pria itu.
Tanpa sempat menghindar, tendangan itu kembali dirasakannya. Lelaki itu menjerit keras dan berusaha mundur agar tidak mendekati Shella lagi. Astaga, ia sudah sangat tidak berdaya sekarang. Perempuan ini tidak memiliki belas kasihan sedikit pun.
Gadis itu tersenyum penuh kemenangan. Ia kemudian mengambil tasnya di atas meja, lalu berlalu meninggalkan pria menyebalkan itu.
Zavier merutuk Shella dalam hati saat mendengar pintu kelas yang ditutup, menandakan bahwa gadis itu telah pergi dari ruangan.
Kenapa dirinya tidak bisa melawan perempuan bertubuh mungil itu? Ini sangat memalukan. Harga dirinya langsung jatuh ke jurang dasar begitu saja di hadapan Shella.
Dengan perlahan, ia berdiri dengan tangan yang menopang pada sebuah meja. Setelah dengan susah payah mendaratkan bokongnya di kursi, pria itu akhirnya bernapas lega.
Oh my god, selangkangannya terasa seperti akan putus saat itu juga.
"Kak, ayo kita pulang," ujar seorang lelaki yang baru masuk ke dalam kelas. Tanpa perlu menoleh ataupun melihat orang itu, Zavier jelas tahu jika adiknya-lah yang memasuki kelas ini.
"Apa pekerjaanmu hari ini cukup bagus?" tanya Zavier setelah ia tidak merasakan sakit di itunya lagi. Ia lantas berdiri dan menoleh ke arah adiknya.
Berbahaya sekali jika aset miliknya mampu terbang ke atas langit.
"Bagus. Tetapi aku sedikit risih dengan tatapan perempuan-perempuan di kampus ini. Mereka terus mengikutiku kemana pun," keluh Christian seraya mengusap peluh yang membasahi wajahnya.
"Apa kakak tidak memliki pekerjaan yang lebih bagus untukku? Memilihku sebagai seorang petugas pembersih, sementara kau menjadi dosen di kampus milik ayah kita?" tanyanya dengan nada kesal.
Zavier tidak terlalu menanggapi keluhan adiknya. Ia hanya berjalan keluar kelas, membuat Christian menghentakkan kakinya kesal sembari mengekori kakaknya dari belakang.
Kemarin dia memang menyuruh ayahnya untuk memperkerjakan Christian sebagai seorang petugas pembersih di kampus, agar adik durhakanya itu tidak menganggur di rumah.
Dan, tentu saja kampus besar ini milik keluarganya. Jika tidak, mana mungkin ia dengan mudahnya bekerja sebagai seorang dosen disini. Lagipula ayahnya itu tidak keberatan, mengingat otak tampannya ini sangat pintar dalam hal apapun.
30 April 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Nur hikmah
ooh yg jd petugas kebersihan christian...her
2020-10-19
0
Dharsha Alfysya
sekarang aset nya yg berharga itu diragukan ke arutan nya...... 🤣🤣🤣
2020-10-02
1
Rose Kanam
krennnn
2020-09-06
0